"Sebaiknya kau hati-hati, Brother." Gerald menyela, menahan tangan pria yang hendak menyentuh Anna.
Tatapan Gerald mematikan, "Dia bukan wanita yang bisa kau ganggu, Brother."
Pemuda itu tampak terkejut, sangat terkejut sampai tidak bisa berkata apa-apa. Pria di depannya bukan pria sembarangan. Dia sangat mengenalnya, tentu yang dia tahu bukan hal yang bagus.
Glek!
Pemuda itu menelan ludah. Tak disangka, dia berurusan dengan anjing pemerintahan yang dikenal dingin dan arogan. Terlebih dia langsung berurusan dengan Gerald, salah satu anjing pemerintahan terkuat nomor 3.
Bodoh!
Harusnya dia mendengarkan apa yang dikatakan temannya.
"Ma-maafkan saya, Tuan," ucapnya seraya membungkuk 90 derajat. Keringat jatuh dari keningnya, panik dan cemas.
Konon katanya, siapa pun yang berani melawan atau mengusik salah satu anggota anjing pemerintahan pasti berakhir dengan sangat buruk. Bahkan ada yang pernah bilang berurusan dengan mereka sama saja dengan berurusan dengan malaikat kematian.
Gerald maju selangkah, kedua tangannya bersedekap dada. Dengan mengusap dagu, dan sesekali menghela napas panjang, dia tengah memutuskan hukuman apa yang pantas untuk pemuda tersebut.
"Ada apa ini?" Malik menatap Anna, lalu menatap Gerald, dan siapa pria yang membungkuk itu?
Gerald menoleh, "Ah, tidak ada yang perlu kau khawatirkan Malik. Aku hanya membereskan cicak yang mengganggu saja."
Anna langsung menggenggam engan Malik, "Kenapa kau lama sekali?" bisiknya.
Malik melirik Anna sekilas, kemudian kembali menatap Gerald.
"Kalian berdua pergi dan nikmatilah acara ini. Aku ada urusan dengan pemuda ini." Gerald mengangkat tangannya, mengusir pasangan tersebut.
Malik menarik jasnya, rekannya itu memang sangat aneh. Dia lantas memutar badan, Anna mengikuti, sesekali dia memperhatikan Gerald, apa yang akan dilakukan pria itu pengganggu tersebut.
Kenapa wajah pengganggu itu sangat ketakutan?
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Malik," kata Anna memulai pembicaraan.
Pasangan suami istri itu duduk di bangku depan, bangku khusus tamu kehormatan. Anna sendiri tidak tahu apa pekerjaan dan posisi Malik secara pasti, yang dia dengar dari beberapa pelayan rumahnya, suaminya itu menjalankan perusahaan.
Malik menatap datar, tatapan yang sulit dibaca.
"Hanya pekerjaan yang tidak penting," jawabnya. Jawaban yang tidak menjelaskan apa pun.
"Ssst!" Malik mendesis saat melihat mimik Anna yang ingin melontarkan pertanyaan lagi.
"Acara akan dimulai. Jadi diamlah," pinta Malik dengan nada memerintah.
Anna melempar tatapannya dengan kesal. Melipat tangan ke dada, mengerucutkan bibirnya. Ya, harusnya dia tidak perlu berharap lebih pada Malik, pria yang sangat tidak peka di muka bumi ini.
Dari jarak 100 meter, seorang pria muda tengah memerhatikan pasangan yang baru saja menikah itu. Tangan kanannya mempermainkan gelas wine yang panjang. Sementara tangan satunya menopang kepalanya.
"Akhirnya aku bertemu dengannya," gumamnya dengan seringai licik.
Pria itu mengangkat tangannya, "Berikan minuman ini pada nona itu," perintahnya pada pelayan.
Anna bosan. Apa hebatnya dari acara peresmian itu? Memperhatikan seseorang yang bicara ini itu di podium, juga acara musik yang tidak sesuai dengan seleranya.
"Nona," seorang pelayan menghampirinya, meletakkan minuman ke meja.
"Ah. Terima kasih," ucap Anna. Dia memang sangat haus, tetapi karena perintah suaminya, dia tidak memiliki keberanian untuk meninggalkan tempat duduknya.
Namun saat Anna memegang tangkai gelas wine, Malik menghentikannya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Malik dengan mimik sedikit marah.
Anna menyipitkan matanya, apa yang dia lakukan? Kenapa suaminya masih menanyakan hal sesimple itu?
"Mandi," ketus Anna, "ya minumlah. Emang aku mau apa lagi."
Anna hendak meneguk wine itu, tetapi Malik berhasil menahannya.
"Ada apa Malik?" Kali ini Anna benar-benar dibuat keheranan.
"Kau mau minum wine dari orang yang tidak kau kenal?" Malik menarik gelas itu, meletakkannya ke meja.
Istrinya sangat ceroboh! Apa dia tidak berpikir apa-apa sebelum meminum wine itu?
"Aku memang tidak mengenal pelayan itu, tapi ... hmmm." Anna menjeda kalimatnya. "Dia bukan penjahat, dia hanya pelayan, Malik."
Entah bagaimana cara menjelaskan, Anna kehilangan kata-kata sebab tatapan Malik yang begitu menusuk.
"Hanya pelayan katamu!?" Malik mengusap wajahnya dengan kasar.
Kini dia belajar satu hal. Mengajak istrinya ke acara seperti itu cukup berbahaya. Dan, ini juga salahnya, karena Malik tidak menjelaskan apa pun pada Anna mengenai siapa dirinya, apa pekerjaannya dan banyak hal yang masih menjadi rahasia.
"Mulai hari ini, jangan pernah meminum apa pun yang diberikan orang lain, jangan pernah menerima sesuatu dari orang yang tidak kau kenal. Paham?!" Malik seperti ibu-ibu yang menasehati anaknya.
Anna menganggukan kepalanya, namun omelan Malik tidak membuat rasa dahaganya hilang.
"Baiklah kalau begitu, aku akan mengambil sendiri minum—"
"Aku yang akan ambilkan." Malik berdiri, berjalan menuju meja.
*
"Siapa yang mengirimmu?!" Gerald menekan tubuh pemuda itu ke tanah.
Keduanya tengah menyelesaikan masalah yang telah diciptakan oleh pemuda itu secara jantan.
"Sa-saya bukan kiriman siapa-siapa, Tuan," pemuda itu membela diri.
"Saya hanya ingin menggoda wanita itu. Saya hanya ...."
"Ughhh!" Pemuda itu memekik. Tubuhnya ditekan sangat kuat, kedua tangannya dipelintir. Dan, sejak tadi dia tidak bisa melawan pria itu, dia kalah tenaga.
Gerald tentu tidak percaya dengan pemuda tersebut. Dia yakin jika salah satu musuh tengah mengincar Anna. Ya, meski Gerald dan Malik sering berkelahi, tetapi mereka satu anggota, dan bisa dikatakan mereka bersaudara. Gerald tidak ingin ada hal buruk yang terjad pada Anna, karena wanita itu secara tidak langsung sudah menjadi bagian dari anggota mereka. Anna adalah istrinya Malik.
"Jadi kau tetap tidak mau memberitahu, ya?"
Gerald bukan pria sabar, dan sebenarnya caranya menyelesaikan masalah tidak seperti itu. Dia tidak suka menanyai seseorang yang akan mati.
"Sa-saya tidak mengerti maksud Tuan. Sudah saya bilang saya hanya—"
Dor!
Peluru menembus tepat di kepala pemuda itu. Sekarang suasana lebih damai, lebih tenang. Dan itu lebih bagus, Gerald tidak suka dengan suara bising. Lalu sejak tadi, pria itu sangat berisik, sampai-sampai gendang telinganya terasa sakit.
"Bereskan sisanya," perintah Gerald.
Seorang pria yang berdiri di sebelahnya mengangguk. Pria itu lalu memberikan kain lap berwarna putih, juga memasukkan pistol Gerald ke dalam kantung.
"Baik, Tuan," jawabnya.
Gerald membersihkan tangannya dari darah, dia menatap pemuda yang sudah tidak bernyawa itu.
"Kenapa kau membunuhnya, bodoh?!" Seorang pria yang muncul langsung menegur Gerald.
Hans, pria terkuat nomor 2 mengacungkan tangan pada Gerald. Beberapa menit yang lalu, dia mendengar bahwa saudaranya itu tengah berargumen dengan seseorang, Hans yang sangat mengenal Gerald, tentu tidak bisa berdiam diri. Dia segera menuju ke lokasi sebelum sesuatu yang buruk terjadi.
Sayangnya meski sudah bergegas, dia tidak mampu menghentikan apa yang terjadi. Gerald, lagi dan lagi mengakhiri hidup seseorang.
"Dia yang memulai, jadi jangan salahkan aku. Salahkan dirinya sendiri!" Gerald tidak mau disalahkan, pria itu menunjuk pemuda yang sudah tidak bernyawa itu, menyalahkannya atas apa yang terjadi.
Ptak!
Hans memukul kepala Gerald. "Kau pikir aku percaya dengan ucapannya itu, hah?"