Mantan Oh Mantan

Mantan masa lalu Anna, Joni. Pria yang meninggalkan Anna karena status sosial yang tidak sepadan. Anna bahkan mendapatkan penghinaan dari keluarga Joni.

Anna mengetuk meja dengan ujung jarinya.

"Tidak tahu diri!" pekik Anna kemudian. Entah Joni yang memang lupa atau tak punya muka, sampai dengan gampangnya menyapa Anna seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Seolah Anna adalah teman lama.

Anna mendongak menatal Joni dingin. "Jangan sok kenal denganku, pergilah!"

Dua pelayan yang duduk itu kembali berdiri, mereka berdua menatap tajam pria tersebut.

Joni membalas tatapan dua bodyguard itu tak kalah tajam dan sinisnya. Joni mengenal pemilik mall, ia juga tahu siapa yang memiliki outlet makanan di mall tersebut. Anna tidak ada apa-apanya, meski penampilannya sekarang sudah seperti orang kaya. Namun, kekayaan Anna tidak akan melebihi kekayaan Joni, setidaknya itu yang ia percayai saat ini.

"Jangan sok jual mahal Anna!" tandas Joni. "Semua tahu siapa kamu, dan jangan berlagak sombong di depanku!" lantangnya.

Keributan itu seketika menjadi pusat perhatian. Dan tampaknya Joni tidak tahu, dia sedang berurusan dengan siapa. Pria itu mengira Anna masih sama seperti dengan yang dulu. Wanita yang berada di kelas rendah, yang sok suci.

Buk!

Tanpa sebuah aba-aba, dua pria yang bertugas untuk menjaga Anna langsung melepas pukulan pada pria tersebut.

Satu pria bertato naga memelintir tangan Joni. Ia menatap Anna, menunggu perintah.

"Lepaskan aku! Lepaskan!" pekik Joni, ia memberontak, tetapi tenaganya tidak ada apa-apanya bagi pria bertato tersebut.

Anna menghela napas. "Lepaskan dia," titahnya dengan nada datar. Ia datang untuk makan bukan untuk mencari masalah.

'Berani-beraninya wanita ini mempermalukanku seperti ini!' batin Joni.

"Baik, Non." Pria itu melepaskan Joni.

"Cepat pergi, aku tidak ingin melihatmu!" kata Anna. Ia sama sekali tidak ingin melihat wajah Joni, pria itu memang tak layak diperlakukan dengan baik. Anna masih ingat dengan jelas bagaimana perlakuan Joni di masa lalu.

Joni menarik jasnya, dia tidak akan melepaskan orang yang telah menjatuhkan harga dirinya. Namun untuk saat ini, ia harus mengalah lebih dulu.

"Menarik." Dari jauh tampak seorang wanita dengan balutan midi dress berwarna hitam sedang menikmati keributan yang terjadi di depannya. Ia meneguk minuman bersoda, sesekali tersenyum tipis.

"Harusnya Nona tidak melepaskan orang itu begitu saja. Orang seperti itu harus mendapatkan hukuman," kata pria bertato.

"Setidaknya kita potong tangan, atau lidahnya, agar dia tahu di mana posisinya berada," timpal rekannya.

Glek!

Anna menelan soda, menatap dua bodyguard tersebut.

"Dengar, aku ingin makan dengan tenang. Aku tidak ingin ada keributan apa pun," ucap Anna.

"Kalau begitu, kita booking saja tempat ini." Pria itu menyarankan. "Dengan begitu, Nona bisa makan dengan tenang."

"Betul itu!" Lily menyahut. "Bagaimana Non?" tanya Lily kemudian.

Anna hanya bisa menarik napas, melihat kelakuan para pelayannya ini. Sikap bawahan dan atasan ternyata tak jauh berbeda.

"Apa Nona ingin menyapa gadis itu?" tanya seorang wanita paruh baya, tetapi kecantikannya masih awet.

"Tidak perlu," ucap wanita bernama Julia. Salah satu saudara tertua dalam kelompok yang sama dengan Malik.

Julia tidak mengenal Anna, kalau dia tiba-tiba muncul, jelas hal itu akan mengusik makan siang gadis itu. Dan Julia tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Tuan Vincent menelepon Non." Asisten tersebut menyerahkan ponsel. Julia menyeka bibirnya, menyunggingkan senyum lebar nan cerah.

"Kau di mana Julia?" tanya seroang pria bersuara serak dan berat. Ia duduk di kantor seperti biasanya.

"Makan siang di mall. Bagaimana denganmu? Apa kau sudah makan siang?" Julia balik bertanya.

"Sudah," sahut pria tersebut.

"Kau tidak menghubungiku hanya untuk menanyakan apa aku sudah makan siang atau belum, kan, Vincent?" lontar Julia. Ia yakin, pria yang sudah ia nikahi selama 2 tahun itu, tidak mungkin menanyakan hal yang sangat tidak penting seperti ini.

Vincent terkekeh pelan. Harusnya ia mendengarkan apa yang dikatakan oleh rekan-rekannya, bahwa menikahi patner kerja tidak akan berakhir dengan baik. Buktinya Julia selalu berpikir bahwa perhatian yang ia berikan, ada hubungannya dengan misi. Wanita itu tidak pernah melihat sesuatu hal dari sudut pandang yang lain.

"Tidak. Saat ini, aku hanya ingin mendengarkan suaramu," ucap Vincent.

Dahi Julia mengernyit, apa Vincent kurang kerjaan?

"Tapi aku sedang makan, dan aku tidak suka diganggu saat makan," terang Julia datar.

Ck!

Sudah dia duga, istrinya pasti akan mengatakan hal itu, dan meski sudah mengetahui jawabannya, entah kenapa hati Vincent tetap terasa sakit. Saat pasangan yang lain romantis dan mesra-mesraan dengan rayuan, lalu bagaimana dengan dirinya? Ia tidak memiliki kesempatan untuk merasakan hal itu. Ia tidak bisa merayu seorang wanita yang tidak peka. Ia tidak bisa membujuk seorang wanita yang keras kepala. Dan kalau dipikir-pikir, yang lebih banyak berkorban dalam hubungan mereka adalah dirinya.

"Baiklah kalau begitu, selamat makan Sayang."

Mau tak mau, Vincent menutup sambungan telepon. Istrinya itu benar-benar wanita yang sangat unik, dan butuh kesabaran penuh saat berhadapan dengan Julia, Vincent sendiri sudah belajar bagaimana caranya bersabar. Walau dia sendiri sering kelepasan, setidaknya Julia mengerti dengan sikapnya.

"Kenapa aku bisa menikah dengan wanita seperti Julia?" Vincent bertanya-tanya keheranan. Ia tengah mencari sebuah alasan, kenapa ia menikah dengan wanita seperti Julia. Walaupun Vincent sudah mengetahui resiko menikah dengan patnernya sendiri. Namun, ia tidak peduli dengan segala rintang yang melintang. Ia terus maju tanpa sedikitpun keraguan.

"Kalau teleponnya tidak penting, kau angkat sendiri telepon itu. Jangan sedikit-sedikit kau memberitahuku tentang telepon itu. Pagam?" kata Julia pada asistennya. Ia pun kembali memerhatikan Anna dari jarak aman.

Beberapa menit berlalu, kini tampak Anna dan orang-orangnya meninggalkan mall. Julia yang memang terkenal lelet dalam makan, ia lantas buru-buru memakan makan siang. Ia bahkan tampaknya tidak mengunyah melainkan langsung telan.

"Bereskan semuanya! Aku pergi dulu!" perintah Julia. Ia bergegas mengikuti Anna.

"Dengar, aku meminta kalian untuk memberi pelajaran pada pria yang melindungi wanita ini. Tapi untuk sisanya, kalian tidak perlu khawatir. Aku yang akan mengurusnya." Joni telah membuat rencana dengan rekan-rekannya. Kini ia tinggal menunggu kehadiran wanita yang suda mempermalukan dirinya di parkiran.

'Sepertinya pria itu memang suka mencari masalah," kata Julia dalam hati. Saat ini ia berada di antara mobil yang berbaris rapi. Memerhatikan Anna yang tampaknya sudah ditunggu.

Julia standby dengan perekam ponselnya, dan setelah mendapatkan video yang ia ingin, Julia mengirim video itu ke ponsel Daniel.

Iting-itung pahala, batin Julia.

"Ternyata selain tidak tahu diri, kau juga tidak tahu malu, ya, Jon," cibir Anna.

Baru saja keluar, dan Anna sudah mendapatkan masalah yang menyebalkan seperti ini.

"Aku sudah menikah!" lontar Anna dengan tegas.