Selamat Tinggal, Sebuah Akhir Dari Sandiwara

"Aku tidak akan menahan diri sekalipun kau adalah putra Tuan Nadir," Pria itu menyerang, melesatkan pukulan membrutal.

Green menangkis setiap tinju. Untuk beberapa menit, baginya pria itu bukan lawan yang sebanding.

Sementara itu, lawannya telah menyiapkan rencana lain. Ia sudah tahu serangan jarak dekat tidak akan mempan, tidak ada yang bisa mengalahkan Green dalam pertarungan jarak dekat, dan ia sudah mengantisipasi mengenai hal itu.

Green membalas tinju pria itu, lawannya melompat dan dalam waktu sepersekian detik, ia menarik pistol dalam saku celananya.

Dor!

Bahu Bela terangkat, bola matanya membulat lebar, tetesan air di sana semakin menderas.

"Green," Bela menyebut nama itu dengan lirih.

Kenapa ia menangis melihat pria yang telah membohonginya tertembak? Kenapa hatinya begitu sakit melihat semuanya?

Bela meremas dadanya, ada apa dengannya? Harusnya saat ini ia berlari menjauh, harusnya ia pergi, kenapa ia malah menuruti perintah Green?