"Jadi si bos tanya apa sama lo?" tanya Dhea penasaran
Bella duduk kembali ke tempat kerjanya dan mengurut pelipisnya, rasanya kepalanya penuh pikiran, tak mampu berpikir sehat menganalisis laporan lagi, mungkin sebentar lagi ada bencana menghampirinya, apalagi Dewa memutus telfonnya secara sepihak.
"Enggak tau, gue pusing gue bingung harus respon Dewa gimana, makin hari dia terus-terusan nempel sama gue," balas Bella dengan wajah yang ditekuk.
Bagi Bella kemarahan Dewa adalah bencana besar bagi karirnya, bahkan kemungkinan besarnya, Dewa akan memecat Bella, memang sejak dulu Dewa suka sekali bertindak semaunya sendiri, sesuka hatinya, tak peduli lawan bicaranya suka atau tidak. Memang di kantor ini dia yang paling berkuasa, dia pemiliknya, sejak ayahnya meninggal, dia satu-satunya pewaris tunggal dan sepenuhnya kuasa ada di tangannya.
Bella berusaha mencari udara segar, dia bangkit lalu berjalan menuju pantry, berniat membuat teh manis. Tanpa gula dan hanya teh asli, pahit tapi menyegarkan bagi Bella, favoritnya sejak dulu, bahkan begitu juga dengan kopi atau minuman lainnya yang dia konsumsi, selalu, tanpa gula. Bella membalikkan badanya setelah usai mengambil air panas pada dispenser, namun langkahnya terhenti dan matanya membulat melihat Dewa yang di depannya.
"Hai, ini buat kamu putri cantik," ucap Dewa sambil tersenyum.
Dia menunjukkan sekotak ayam crispy kesukaan Bella, aroma ayam crispy mampu membuat Bella goyah, dia tak lagi mau menghindari Dewa, demi ayam goreng favoritnya. Wajah Bella tersenyum senang dan meraih sekotak ayam goreng itu dari tangan Dewa lalu membawanya ke meja makan dan membukanya, bersiap akan menyantapnya.
"Jadi lo tadi sarapan diluar?" tanya Bella
"Enggak, itu kan dua porsi, satu buat lo, satu buat gue," balas Dewa.
Bella mengangguk mengerti lalu menyiapkan piring untuk Dewa dan dengan cekatan dia menata ayam goreng dan nasi dalam kotak berpindah di piring, lalu memberikannya kepada Dewa. Tanpa dia sadari kelakuannya membuat Dewa semakin jatuh hati pada Bella, mungkin bagi Dewa, seribu penolakan dari Bella, maka dia akan memberi ratusan cinta untuk Bella.
"Gue tadi abis dari rooftop, sumpah adem banget disana," ucap Dewa memecah keheningan.
"Mm iya emang pemandangan disana bagus, apalagi kalau sore gitu," balas Bella tanpa memperhatikan Dewa, asik dengan ayam gorengnya.
"Oh ya, gimana kabar bunda lo? Kemarin jadi facial di tempat yang gue rekomendasiin?" tanya Bella.
Dewa menggendikkan bahunya, dia tak tau urusan perawatan wanita, enggan membahasnya. Dewa melepaskan kulit ayam dan memberikannya kepada Bella, tentu saja Bella kegirangan, di dunia ini yang rela berbagi kulit ayam dengannya hanya Dewa.
"Makasih han," ucap Bella tersenyum.
Perlahan pipi Dewa memanas melihat senyuman Bella yang sangat jarang ia lihat, manis seperti bidadari, meski beberapa teman sejawatnya menyarankan berkencan dengan perempuan lain, hati Dewa hanya tertarik dengan Bella seorang.
"Lo kepedesan?" tanya Bella.
Dewa menggeleng cepat dan berdehem, berusaha menetralkan jantungnya yang berpacu cepat, gugup menatap Bella.
"Lo panas?" selidik Bella.
Dia menempelkan tangannya pada dahi Dewa, namun sikapnya malah membuat Dewa salah tingkah.
"Ehm, enggak kepedesan aja," balas Dewa singkat.
Dewa berdiri lalu mengambil air minum membelakangi Bella, sikap Dewa dan ekspresinya yang aneh membuat Bella penasaran apa yang terjadi pada Dewa. Tapi, Bella memilih diam tidak bertanya kepada Dewa sedikitpun.
"Han, ini kan ada soda, ngapain lo ambil air putih?" tanya Bella
Dewa masih berdiri membelakangi Bella, menetralkan pikirannya.
"Woi Han! Lo kenapa sih? Marah sama gue?" tanya Bella
Dewa tak menjawab dan melenggang pergi keluar dari pantry dan meninggalkan Bella sendirian. Bella pun tersenyum girang saat Dewa keluar dari pantry, bersiap akan menyantap makanan Dewa yang masih belum tersentuh.
"Kenapa bro muka lo kok begitu? Kaya orang bingung?" tanya Haikal sepupu Dewa.
Di ruangannya Dewa nampak masih gugup dan berulang kali mengusap wajahnya gusar, sentuhan tangan Bella pada keningnya membuat hasratnya bangkit. Ingin rasanya memiliki Bella seorang, tapi apa daya, yang ia dapat hanyalah sebuah penolakan.
"Gue bingung," ucap Dewa menatap sepupunya yang melihatnya bingung.
"Lo bingung? Sama gue juga," ucap Haikal
"Kenapa lo bingung? Ada masalah?" tanya Dewa kembali, dia membuka botol air mineral didepannya, dan meneguknya sampai habis.
"Gue pusing sama istri gue, dia ngidam bakso," ucap Haikal menghela nafas dan mengurut keningnya.
"Elah ya tinggal beliin lah, bakso kan ada dimana-mana," ucap Dewa mengulas senyumnya.
"Masalahnya, ini bakso yang jual udah meninggal. Masa iya gue ke kuburannya," ucap Haikal yang membuat Dewa tertawa mendengar ucapannya. Memang sulit jika istri mengidam sesuatu hal yang unik.
Suara ketukan pintu di ruangan Dewa menyela obrolan mereka, seorang wanita cantik dengan rambut bergelombang panjangnya dan kakinya yang putih mulus terekspos mengundang dua kaum adam di ruangan menatapnya. Nesya, pegawai yang terkenal paling menggoda diantara perempuan lainnya, cantik dan lekuk tubuhnya yang sempurna. Namun meski begitu Dewa tidak pernah tergoda olehnya, baginya tetap Bella yang memenangkan hatinya.
"Permisi pak Dewa, ini laporan hasil penjualan kita tahun ini, seharusnya bisa meningkat 2 kali lipat, tapi karena pabrik ada yang kebakaran, jadi tidak bisa mencapai target, tolong ya pak maafkan saya sebagai Manager Marketing," ucap Nesya sambil mengerling nakal kepada Dewa.
"Ya," ucap Dewa cuek dan mengambil laporan itu.
"Kenapa belum keluar? Anda boleh keluar, silahkan!" ucap Dewa menatap tajam Nesya.
Nesya pun berjalan keluar, namun belum sampai ia menutup pintu kembali, dia mendengar obrolan Dewa dengan Haikal.
"Lo kok bego banget sih, peka dikit dong si Nesya itu suka sama lo," ucap Haikal.
Dewa menatap Haikal dengan tatapan tidak suka.
"Hati gue udah penuh, semua isinya Bella," ucap Dewa yang dibalas tertawa oleh Haikal, dia sangat tau sifat Dewa jika menginginkan sesuatu, sudah pasti harus dituruti.
Nesya yang menguping pembicaraan mereka tersenyum licik, kini dia tau siapa saingannya untuk mendapatkan Dewa, Bella. Gadis yang menurut Nesya jauh dibawahnya, hanya staf keuangan biasa yang bahkan tidak secantik dirinya, Nesya semakin percaya diri untuk melangkah mendekati Dewa. Apalagi Bella hanya gadis polos yang tidak pernah menyentuh make up, melihatnya sekilas saja Nesya tau sudah pasti kulitnya kasar dan tidak terawat. Nesya melangkah menuju meja Bella dan dengan sengaja ia menumpahkan kopi Bella hingga membuat seluruh laporan keuangan yang Bella analisa menjadi hitam.
"A-ah, maaf," ucap Nesya memajang wajah bersalah.
"Oh iya enggak papa," ucap Bella cuek dan mengambil laporan yang terkena kopi lalu membuangnya, dia kembali mencetak ulang laporan yang tadi rusak.
Nesya yang melihat Bella cuek kepadanya merasa sebal dia pergi meninggalkan Bella begitu saja. Bella pun tak ambil pusing, dia kembali mengoreksi laporannya. Dari jauh Nesya memperhatikan Bella yang kembali fokus bekerja, Nesya menyimpan iri dan gemuruh di dadanya, dia merencanakan sesuatu yang licik untuk menghancurkan Bella. Bagaimanapun Nesya hanya mau Dewa jatuh ke pelukannya.