Awal Jalan

"Sudah jangan dipikirin, yang terpenting lo dan keluarga udah tenang," ucap Dewa tersenyum dan mengusap kepala Bella

Bella hanya tersenyum canggung saat Dewa mengusap Rambutnya

"Om, tante sudah malam, saya pamit pulang dulu ya," ucap Dewa lalu mengulurkan tangannya untuk salim kepada orang tua Bella. Mereka memeluk Dewa seperti anaknya sendiri yang mereka sayangi.

"Eh, tu-tunggu!" ucap Bella menahan tangan Dewa untuk pergi

Dewa berbalik menatap Bella dan menghentikan langkahnya, manik matanya bertemu dengan Bella yang menyimpan sejuta lara dalam jiwanya, rasa hancur dan perih yang tak dapat Dewa leburkan dalam penglihatannya.

"Ya?" tanya Dewa

"Kamu tadi belum makan kan?"

"Mau nemenin aku makan?" tanya Dewa kembali

Dengan cepat Bella menganggukkan kepalanya serius dan berpamitan kepada orang tuanya, setidaknya dia harus menjamu tamu dan berterimakasih kepada Dewa yang telah menyelamatkan keluarganya.

Suara alunan musik 'Part of Me' bersenandung saat mereka memasuki restauran khas masakan Itali, kesukaan Dewa.

"Ingat? Disini pertama kali kita bertemu," ucap Dewa tersenyum

Hari itu dimana hari mereka masih berseragam SMA, Dewa datang bersama segerombolan gengnya dengan, makan siang bersama sembari menunggu matahari terbenam. Restauran ini memilki dua tingkat, uniknya bagian atas adalah perpustakaan, sekaligus toko buku, tempat favorit Bella menyendiri jika sedih.

Dewa bosan hanya berbincang dengan teman se gengnya dan dia memilih untuk naik ke atas, dia tidak begitu menyukai kegiatan membaca, hanya saja ingin melepas penat sekaligus menatap hujan dari kaca besar samping perpustakaan. Dia tidak suka buku romance, seorang Dewa hanya menyukai buku bisnis dan motivasi. Dia mengambil salah satu buku motivasi dan membacanya, sayangnya kegiatannya terusik oleh suara tangisan seorang wanita yang entah dari mana asalnya. Perpustakaan hari ini sangat sepi, mungkin karena hujan, orang-orang lebih memilih menikmati mie instan atau berlindung dibalik selimut. Berbeda halnya dengan Bella yang harus melepaskan kelelahan dan seluruh pedihnya dalam untaian kata pada sebuah buku. Satu persatu halaman buku dia baca, dia telah menemukan satu titik yang ia sukai, satu buku yang selalu menceritakan dengan tema yang sama, romance.

Kisah kasih cinta pemuda tampan yang berkuda putih menyelamatkan dari siksa kehidupan sang putri, Bella selalu memimpikan hal itu dalam hidupnya, perubahan besar dan keajaiban atas nama cinta. Kekasihnya selingkuh, dan orang tuanya hendak bercerai, bercekcok tak ada hentinya setiap hari, membuat Bella tak kuasa lagi menahan bendungan tangis. Ia berusaha keras menahan isak tangisnya.

"Lo? Gak papa?" Dewa berdiri di hadapan Bella yang sedang terisak. Bella segera menghapus tangisnya dan mendongak. Seorang laki-laki tampan dengan seragam SMA yang sama dengannya, hanya saja bed yang menempel pada bajunya berwarna hijau, menandakan dia murid kelas IPS.

Bella hanya tersenyum dan mengangguk, "Ya, enggak papa kok, cuma ini ceritanya lagi melow, jadi agak kebawa perasaan," jawab Bella

"Dewa, IPS-5"

Sejak saat itulah mereka selalu bersama, Dewa selalu mendengar ocehan Bella bahkan curhatannya tentang Rama mantan Bella sekaligus cinta pertamanya. Pendengar yang baik, julukan itu pas sekali untuk seorang Dewa.

Bella berkedip sejenak mengingat masa lalu, masa-masa pertama mereka bertemu.

"Ah iya! Kita ketemu disini, di bagian atas kan?" ucap Bella berseru, Dewa tersenyum lebar saat Bella mengingat masa lalu mereka, lebih tepatnya hari pertama mereka bertemu.

"Mau pesan apa?" tanya Dewa. Perutnya sudah sangat kelaparan, sejak pagi dia belum memesan makanan apapun, cacing yang dipelihara di perutnya sudah meronta meminta asupan makanan.

"Seperti biasa," ucap Bella bersemangat, apalagi kalau bukan lagsana, menu favorit kesukaan Bella.

Dewa bertepuk tangan dan datang seorang pelayan yang memberikan buku menu. Pelayan itu tak lupa membukukkan badannya hormat kepada sang pemilik restoran, Dewa.

"Silahkan tuan memesan," ucap pelayan yang memilik tag nama 'Sania'

"Menu biasa, ditambah lagsana."

Pelayan itu mengerti lalu kembali menuju dapur. Rupanya seorang pria tanpa mereka berdua ketahui tersenyum menatap mereka, merencanakan sesuatu yang tak terduga.

"Enak?" tanya Dewa kepada Bella yang lahap menikmati lagsananya

Bella mengangguk bersemangat, dia menghabiskannya tak tersisa. Dewa selalu penasaran dengan Bella, 7 tahun selalu menjadi sahabat Bella, tapi tetap saja perut Bella tak pernah gendut jika banyak makan.

Tring. Hadphone Dewa berdering, sebuah notifikasi masuk.

'Tolong bantu ayah memiih desain ruangan di Hotel Clarington, kunjungi nomor 315, lihat desainnya, apakah menarik atau tidak.'

Dewa mendengus kesal karena di malam hari seperti ini malah disuruh melihat desain kamar hotel, dia paling membenci melakukan hal yang menurutnya sepele seperti ini, padahal hal ini bisa diserahkan pada bagian interior atau sekertaris, kenapa harus Dewa, padahal dia adalah Chief Executive, tidak seharusnya menangani hal seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ayahnya adalah orang yang mewariskan semua ini padanya, mau tidak mau dia harus patuh terhadap apapun yang ayahnya ucapkan.

"Kayanya gue gabisa lama-lama, gue anter lo pulang ya?" ucap Dewa

"Loh kenapa?" tanya Bella kembali

"Gue harus cek desain kamar hotel yang baru, seminggu lagi soalnya rencana pembukaan," jawab Dewa

Bella mengangguk mengerti, tapi rupanya raut wajah Dewa terlihat sangat lelah dan lesu, tak tega rasanya Bella harus membiarkannya sendirian kesana.

"Gue temenin ya? Kan lo juga udah bantuin gue," ucap Bella

Entah kenapa mendengarnya seketika Dewa bersemangat dan sangat senang memiliki sahabat seperti Bella, orang yang sangat pengertian dan perhatian dengannya, selalu mendampinginya disaat dia lelah.

"Ayok!"

Mereka kini berada di kamar hotel 315, hotel kali ini berbeda dengan rancangan hotel lainnya, lebih mewah dan khas modern.

"Em, kayanya ini bakalan lebih simpel kalau model lampunya itu lampu gantung yang bermata tiga, kaya gini," ucap Bella membalikkan handphonenya menunjukkan gambar sebuah lampu gantung.

Dewa mengangguk setuju, entah kenapa dia memang sangat menyukai Bella, cara berpikirnya luas dan pengetahuannya serba tahu apapun, dia merasa Bella memang sangat cocok untuk dirinya.

Pelayan hotel memberi sajian kepada mereka berdua saat tengah berdiskusi, Dewa berterimakasih dan mencicipi makanan ringan yang diberikan, begitupula dengan Bella.

Kedua pelayan itu lalu berpamitan pergi dan membiarkan mereka berdua berdiskusi kembali tentang desain kamar.

"Gimana kalau TV nya di sebelah sana aja?" tunjuk Bella ke dinding bagian barat.

"Boleh, bagus disana ya kayanya? Gue juga mikir gitu sih tadi," ucap Dewa

Keduanya terdiam sejenak memikirkan yang lain lagi, apa yang harus dibenahi, namun Bella dan Dewa seketika merasakan cuaca yang agak panas, Dewa segera menurunkan suhu AC menjadi 16 derajat agar lebih dingin.

Entah kenapa usaha mereka sia-sia, tetap saja terasa masih panas, Dewa memilih untuk membuka jasnya.