POV Felix sang prajurit
Diatas rerumputan ku berdiri, di sebelahku barisan yang terdiri dari ratusan prajurit telah siap untuk kembali bergerak, Selama kita bergerak ada beberapa yang telah menghilang dimalam hari, beberapa dari kita pergi mencari mereka yang menghilang dengan membagi 5 orang per kelompok. lalu terdengarlah suara sang pendekar putih yang berteriak.
"Cepat jalan!"
Bergeraklah seluruh prajurit melewati pepohonan yang rindang,dengan baju kulit yang membuat kita dapat menghindari dinginnya hutan ini, kita lewati dengan nafas yang mulai membeku.
gerakan kita tidaklah cepat ataupun lambat untuk menjaga energi dan membiarkan kita dapat bernafas dibawah udara dingin ini.
Setelah berjalan dari pagi hingga menjelang sore, kita akhirnya berhenti. Jika dilihat dari peta yang Anton perlihatkan kepadaku, diketahui bahwa jarak untuk mencapai target adalah 2 hari lagi.
Kita beristirahat saat ini untuk makan dan juga menunggu grup yang mencari mereka yang menghilang, menjelang malam hari, seorang temanku mulai bercerita tentang pengalamannya melihat kota di barat.
"Selama aku masih kecil, aku hidup bersinggah bersama ayahku mencari tempat untuk berjualan, saat itu kita pergi melewati sebuah lembah yang begitu tinggi, dulu tempat itu hanyalah sebuah benteng saja, tetapi sekarang sudah menjadi kota yang dinamakan Purnama.
Setelah ayahku melewati kota itu, perlu 5 hari dengan kuda untuk kita mencapai benteng yang menutupi lembah pegunungan, karena pegunungan tersebut diketahui sebagai zona bahaya, setiap gerobak kuda yang melewati benteng ini akan dikawal oleh seorang penjaga hingga mencapai benteng Gerhana yang menjaga di seberang pegunungan ini.
Jika aku jelaskan, benteng gerhana memiliki pemandangan terbaik karena terletak tepat disisi gunung, kamu dapat melihat kota terkenal bernama Kristal Surya, dan itu hanyalah bagian luarnya saja, bukan bagian dalam.
Tatanan bagian luar kota Kristal Surya terlihat bagaikan seorang putri kerajaan, begitu indahnya hingga aku tak bisa menjelaskannya, tetapi ada satu hal yang dapat aku deskripsikan, sungai yang terbang mengelilingi kota tersebut, dan cahaya berwarna warni diatas kota Kristal Surya yang berkelap kelip"
Ceritanya begitu panjang hingga aku mulai mengantuk teringat keluargaku yang ada dirumah, bayangan istriku yang tersenyum kepadaku membuatku lebih rindu lagi dengan rumah.
Karena hari sudah telat, akhirnya aku pergi meninggalkan teman-temanku, aku pergi kedalam gerobak untuk pergi tidur, dengan mata yang lelah diriku tutup mataku untuk malam ini.
"Selamat datang ke duniaku! Kamu sebagai sang pembaca akan menyaksikan semua mimpi dan fantasi yang aku ingin perlihatkan untukmu."
Siapa anak kecil ini? dan apa yang dia gunakan?
dirinya terus berbicara hingga akhirnya aku sadari aku tak ada diatas tanah, begitu tingginya diriku berada membuatku kaget dan panik, tak terasakan pula apapun dibawah kakiku.
Aku coba berteriak tetapi tak ada satupun suara yang keluar, aku coba gerakkan tubuhku tetapi tak satupun bergerak. Semakin lama aku mencoba semakin panik diriku karena tanah yang ada dibawah sana benar benar sangatlah jauh.
Ku coba-coba lagi untuk meraih sesuatu untukku pegang, tetapi tanganku tetap tidak bisa ku gerakkan. Hingga akhirnya aku menunggu diriku pingsan, tetapi seperti hal yang lainnya, aku pun tidak bisa pingsan pula, dan karena ini akhirnya aku sadar, aku tidak jatuh dengan cepat ke tanah.
Setelah mengingat perkataan anak ini akhirnya aku bisa menjadi lebih tenang. Ku lihat kembali anak ini yang sedang berbicara panjang lebar.
"Menyiapkannya di depan api unggun agar tetap hangat, ikan ini mereka buat untuk seorang serigala bernama Erlang....."
Kusadari ternyata hanya badanku yang tak bisa ku gerakkan, tetapi kepala ku dan mataku bisa ku pakai, dari apa yang ku sebelumnya lihat sebagai tanah, berubah menjadi sebuah danau merah yang terlihat bagaikan darah, tetapi setelah kudengar cerita sang anak kecil ini, perlahan lahan danau ini menjadi salju dan pepohonan yang terus menghisap danau, menjadi sebuah rumah.
Lalu seluruh kelilingku berubah lagi, begitu mengagetkannya hingga aku merasa mual. Kusadari disekitarku terlihat seperti rumahku, dengan piring yang ada diatas meja, tungku api untuk menghangatkan diri disaat salju datang, dan anakku yang sedang bermain dengan istriku. mereka terlihat senang bersama-sama.
"Setiap minggu badai salju akan menerpa desa ini, sang remaja akan menggali salju dan sang ibu mencari kayu, disaat sang remaja menggali salju dia akan selalu memandang rumah yang ada disebelahnya"
Tiba- tiba sebuah badai datang menerpa jendela, badai tersebut sangatlah kuat, tetapi anak dan istriku seperti tak menyadari hal ini. Anakku yang masih kecil ini memanglah seorang pemberani, bahkan dia pun berani untuk mengucapkan perasaannya terhadap anak perempuan Anton.
Badai tersebut begitu kuat hingga seluruh jendela tertutupi oleh salju yang terbawa oleh badai ini. Perlahan-lahan badai mulai mereda, istriku mengambil ikan yang dirinya simpan didekat tungku api, dirinya bawa keluar dan simpan di depan jendela, tak lama kemudian seekor serigala datang dan memakan ikan tersebut.
Hal ini membuatku teringat bagaimana istriku melindungi seekor burung kecil dari teman lamaku.
Hampir lupa, kulihat anak kecil yang sedang bercerita, dirinya memakai sebuah baju yang seperti terbuat dari kain, dengan motif kucing yang aneh tetapi lucu, disaat aku kembali ke rumah, aku akan meminta istriku untuk membuatnya.
Ku fokuskan kembali pandanganku ke mimpi ini lagi, tetapi apa yang kulihat adalah danau yang dipenuhi darah dan pohon yang mati, ku bahkan melihat sebuah serangga ber-antena dan sayap, mereka berjalan dengan dua kaki seperti manusia, begitu mengerikannya hingga diriku mulai mual.
"Jangan khawatirkan anak anak tersebut, mereka baru lahir"
Setelah kudengar kembali cerita anak kecil ini, seluruh dunia kembali menjadi putih salju, dan makhluk serangga menjadi manusia,tetapi ada yang berbeda mereka sekarang membawa bayi-bayi kecil yang imut.
Karena merasa aneh, akhirnya ku mulai berpikir atas apa yang sedang terjadi, begitu diriku tidak fokus dengan suara sang anak kecil, pemandangan kembali lagi menjadi danau merah dan pepohonan yang hitam.
Sang ibu berubah menjadi seekor serangga yang menjijikan, makhluk yang menjijikan ini berdiri dengan 2 kaki, badan makhluk menjijikan ini pun terlihat sebesar seorang manusia, setelah ku lihat bayi itu lagi, kusadari bahwa bayi yang dipegang tersebut berubah menjadi serangga.
Merasa panik dan jijik, aku merasa ingin kembali mendengarkan sang anak, tetapi aku menghentikan diriku karena teringat dengan bagaimana serangga tersebut memegang bayi serangga itu.
Sebenarnya aku tak menyukai serangga, tetapi setelah melihat bagaimana bayi serangga tersebut menangis dipangkuan serangga itu, mengingatkanku bagaimana anakku menangis dipangkuan istriku.
Disana terlihat banyak serangga yang bermain-main, bahkan serangga-serangga yang menjijikan itu berbicara seperti kita, kulihat mereka yang sedang makan ikan bersama, memburu hewan, dan bahkan berumah tangga.
Setelah kusadari semua ini, sedikit demi sedikit kusadari bahwa dunia mereka ini tidaklah begitu berbeda dengan duniaku, aku yang memiliki seorang teman dan rekan kerja, menghidupi keluargaku dan juga bercumbu dengan istriku.
Akhirnya hilanglah rasa tidak jijik tersebut. Kulihat ibu serangga sebelumnya kembali dengan senangnya mengangkat anaknya, bahkan serangga serangga lainpun mulai mendekati mereka dan dengan senangnya berbicara.
Tetapi sesuatu terjadi, sang ibu serangga mulai dikerumuni oleh lebih banyak serangga lain hingga badan ibu serangga bergetar kencang seperti merasa tidak tenang, Lalu salah satu dari serangga yang ikut mengerumuninya mengambil anak serangga yang ada dipangkuan sang ibu dengan paksa.
Lalu apa yang aku lihat membuatku ketakutan, ketakutan atas istriku yang berada dirumah sendiri dengan anakku dan anak Anton yang dititipkan adalah seorang perempuan.
Sedih, sedih karena ini terjadi terhadap seorang serangga dan bayinya, hingga akhirnya aku hanya bisa mencoba menangis tetapi air mata sama sekali tak keluar. Akhirnya aku hanya bisa melihat kedua serangga tersebut dilecehkan oleh kerumunan serangga lain. Bahkan jika ini hanyalah mimpi buruk, aku hanya bisa bersedih di dalam hatiku.
Kali ini kucoba lagi untuk berteriak agar mereka berhenti tetapi tak ada suara yang keluar, kucoba berlari tetapi tak ada satupun badanku yang dapat bergerak, kucoba semua hal untuk menggerakkan badanku tetapi gagal.
Sang ibu serangga terus berteriak dan meronta-ronta, ia menangis melihat anaknya yang dilecehkan seperti dirinya. Serangga itu terus berteriak hingga pita suaranya akhirnya dihancurkan oleh salah satu serangga yang menahannya.
Sementara sang bayi serangga hanya bisa menangis hingga akhirnya bayi tersebut tak bergerak lagi. Melihat ini sang ibu serangga tak lagi bergerak, dirinya membiarkan badannya digunakan oleh kerumunan tersebut, kulihat dirinya diwajahnya terdapat cairan yang berbeda dari danau merah ini, aku sadar bahwa dirinya sedang menangis.
Melihat tangisannya membuatku mencoba untuk menangis kembali, tetapi seperti sebelumnya aku gagal untuk mengeluarkan air mata! Frustrasi kucoba gerakkan badanku kembali, dan semua itu tetap tak bisa ku lakukan! Hingga akhirnya aku hanya bisa menggerakkan kepalaku dengan kencang, menggelengkannya bagai seseorang yang mencoba untuk menghancurkannya ke dinding karena ketidakberdayaan yang kumiliki saat ini.
Dirinya terus dilecehkan sepanjang hari, dan diriku hanya bisa mencoba untuk menghilangkan apa yang ku lihat dengan menghancurkan kepalaku sendiri, 1 jam terlewat, 3 jam akhirnya aku berhenti menggerakkan kepalaku dan hanya bisa merasa seperti hatiku disobek sobek, terpaksa untuk melihat ini, hingga akhirnya semuanya terlalu gelap untuk ku lihat.
Cahaya pun mulai datang terlihat lagi, pelecehan yang ada dibawah sana tetap terlanjut, mereka terus melecehkannya, hingga akhirnya seorang serangga dari kejauhan terlihat, dirinya datang membawa seekor ikan yang sangat besar, mungkin karena dirinya melihat kerumunan yang besar membuat dirinya ingin tahu apa yang terjadi, akhirnya dirinya datang mendekati kerumunan, tadinya kupikir dirinya juga akan melakukan hal yang sama kepada pasangan ibu dan anak itu karena hatiku sudah lelah untuk mencoba berteriak.
Tetapi saat dirinya melihat apa yang para kerumunan lakukan, teriakannya begitu keras hingga aku mencoba menutup telingaku tetapi gagal.
Seluruh serangga mulai mundur berlari dari serangga yang berteriak itu. Serangga yang berteriak itu terlihat seperti menangis, dirinya menangis dan mulai mendekati kedua pasangan ibu dan anak, kakinya terjatuh membuat percikan air danau merah melompat lompat, dan tangannya mulai meraih sang ibu yang dipenuhi luka, bahkan sang anak pun dirinya angkat dengan sebuah aura berwarna hijau yang lembut, tubuh sang anak dan ibu iya dekatkan dengan tubuhnya.
Kulihat tangannya gemetaran dan badannya semakin membungkuk, dengan kepalanya menatap kedua pasangan ibu dan anak. Bahkan sebagai ras yang berbeda, aku tahu bahwa dia adalah bagian dari keluarga mereka.
Cairan air mata bergabung dengan cairan darah. tangisan air mataku yang tak keluar dan hanya ada pada pikiranku mulai mengalir. Diriku hanya bisa menangis dan menutup mata, teringat atas istriku yang masih cantik, anakku yang masih muda, dan temanku yang kehilangan istrinya yang mati bunuh diri karena rasa malu disiksa oleh seorang lelaki lain.
Ku menangis hingga tak menyadari apa yang sedang terjadi, ku terus menangis. Ku terus menangis hingga tanpa kusadari badanku mulai membungkuk Ku menangis sampai ku tak sadar tanganku sudah ada didepan mataku, ku menangis dan menangis tanpa henti hingga akhirnya sebuah suara masuk ke dalam pikiranku, hingga akhirnya kudengar suara anak kecil itu lagi.
"Sang serigala akhirnya membawa pergi bayi tersebut"
Danau merah menjadi salju,serangga menjadi manusia, sang ibu dan anak, dan serangga yang berbaring disana menghilang, menggantikan mereka, kulihat seorang wanita yang begitu cantik bagaikan seorang malaikat berdiri bersama seorang serangga, serangga tersebut terlihat seperti serangga yang sebelumnya menangis, dia terlihat tersenyum gembira.
Melihat ini membuat diriku mulai merasa tenang, tenang karena sadar siapa mereka itu, dan senang meliah mereka berdua tersenyum. Juga sedih, sedih mengingat apa yang telah kulihat sebelumnya.
Mungkin sang anak kecil ini ingin menjauhiku dari cerita yang menyedihkan tersebut untuk melihat ini, tetapi karena diriku akhirnya aku hanya bisa menangis menyalahkan diriku sendiri.
"Hanya saja hidup senang mereka akan berhenti disini. Para tentara yang menunggu di sana akan membunuh mereka. Apakah kamu ingin itu terjadi? terhadap keluarga yang bahagia ini?"
Sadar atas apa yang anak kecil ini maksud. Dan ingat atas ketidakberdayaan ku sebelumnya, Akhirnya aku menjawab dengan tangisanku.
"Tolo...long biarkan mereka te..tap bahagia"
"Pilihan yang baik, kau beruntung memiliki hati yang baik"
Jika saja aku terus mendengarkan cerita sang anak kecil ini, maka aku yakin aku bisa melihat hidup mereka yang senang. Aku juga yakin mayat-mayat manusia di sekitar mereka adalah serangga-serangga yang aku lihat sebelumnya. Dan juga manusia-manusia yang menunggu jauh disana adalah serangga serangga yang sama seperti mereka.
Aku tak ingin melihat mimpi atas kedua pasangan ini berakhir buruk.