Rencana Terselubung

Di sebuah rumah yang sangat mewah. Terlihat sebuah keluarga yang tampak tidak harmonis sedang sarapan bersama. Seorang pria berjas hitam mendekati Ellena dan berbicara cukup keras.

"Nona Ellena, saya mendapatkan kabar dari rumah sakit barusan. Mereka bilang hasil tes lever nona Ellena sudah keluar dan operasi transplantasi boleh dilakukan," ucap sekretaris Rio pada Ellena. Semuanya memandang Ellena dengan bingung.

"Baik, terimakasih. Kau tentukan hari operasinya. Setelah dua minggu ke depan aku tidak ada jadwal penting jadi, jika ayah ada waktu bisa langsung diatur," ucap Ellena.

"Baik."

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Apa maksudnya dengan donor yang cocok? Apa yang dimaksud dengan operasi transplantasi?" tanya Presdir Samuel tak mengerti.

"Aku tahu penyakit yang sedang ayah derita. Dan selain operasi transplantasi, tidak ada jalan lain lagi. Dan cara yang paling efektif mencari donor dari antara anggota keluarga yang ada," jelas Ellena.

"Tunggu! Siapa yang mau operasi transplantasi hah? Apa kau bodoh? Toh umurku juga sudah tidak panjang lagi. Hanya dikarenakan bisa memperpanjang umur setahun, apa masa depan perusahaan harus menjadi taruhan?" seru Presdir Samuel tak setuju dan langsung memikirkan tentang perusahaan.

"Ayah! Tapi ini untuk kebaikanmu juga. Apa kau mau terus merasakan sakit sampai mati!" seru Ellena kesal.

"Bagaimana bisa orang yang sampai detik ini masih tidak becus menjaga kesehatan dirinya sendiri, masih mau mengkhawatirkan orang lain?" ujar Presdir Samuel menyindir.

"Kenapa memangnya? Kan tak ada masalah dengan kesehatanku sekarang. Dokter Kevin juga sudah memberitahukan kalau setelah operasi transplantasi sama sekali tidak akan ada masalah dengan kesehataku."

"Apa yang dikatakan oleh ayahmu adalah benar. Dengarkan omongan ayahmu," sela Willona sok perhatian.

"Jangan ikut campur!" bentak Ellena menahan kesal.

"Jaga omonganmu! Dia itu ibumu! Sampai kapan kau masih bersikap arogan seperti itu?" tegur Presdir Samuel marah.

"Ibu? Sejak kapan dia jadi ibuku? Aku tidak pernah menganggap wanita yang hanya beda lima tahun dariku sebagai seorang ibu!"

"Ellena!" bentak Presdir.

"Sayang, tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan sikapnya. Ellena, kesehatan dan semangatmu itu bukan hanya milikmu seorang. Kelangsungan hidup ratusan ribu karyawan sudah menjadi tanggungjawabmu sepenuhnya," sela Willona. Ellena hanya tersenyum sinis mendengarnya.

"Tapi, sebenarnya aku juga sudah menjalani tes donor lever sebelumnya dan hasilnya aku adalah donor yang paling cocok untukmu sayang," lanjut Willona dan membuat Presdir Samuel dan Ellena tampak terkejut.

"Aku juga merasa sangat beruntung. Jika kau tidak berada lagi di dunia ini, aku juga tidak memiliki keinginan untuk hidup lagi. Jangan menggoyahkan masa depan perusahaan," ungkap Willona dengan tersenyum manis.

"Kenapa kau juga melakukan hal itu? Sudah kubilang aku sudah tidak ingin melakukan operasi lagi. Melakukan segala pengobatan sekarang saja sudah membuatku sangat kelelahan," tolak Presdir Samuel.

"Tidak apa-apa. Aku sangat ingin membantumu. Jadi, aku mohon untuk ijinkan aku sebagai pendonor untukmu. Ayo lanjutkan makan kalian. Nanti keburu dingin," tutur Willona mencoba mengambil hati Presdir Samuel. Ellena menatapnya dengan muak.

"Tidak, aku sudah tidak berselera," tukas Ellena dan pergi dari sana. Sementara Presdir Samuel masih terkejut dengan semua hal yang ia dengar pagi itu.

***

Willona sedang membuatkan minuman herbal untuk Presdir Samuel. Ia terlihat senang dan berjalan menuju ruangan Presdir Samuel yang sedang berbicara dengan sekretarisnya.

"Pak Agung, bagaimana persiapan penandatanganan shopping mall di Bogor? apakah berjalan lancar?" tanya Presdir Samuel tiba-tiba.

"Ya Pak, semuanya berjalan dengan lancar."

"Setelah semua itu selesai, tolong untuk mengganti nama kepemilikan mall tersebut menjadi atas nama Willona," ucap Presdir Samuel dan membuat Willona terkejut.

"Kenapa kau begitu terburu-buru sayang?" ucap Willona yang masuk tanpa mengetuk pintu. Ia menaruh nampan berisi minuman herbal di atas meja.

"Apanya yang terburu-buru? Kau memang pantas untuk menerimanya," ucap Presdir Samuel dan Willona langsung menghambur dalam pelukan Presdir Samuel. Sekretaris Agung membalikkan tubuhnya dengan terkejut.

"Sayang, jika kau ingin membalas budi karena aku bersedia menjadi donor bagimu, tidak akan cukup sekalipun kau berikan perusahan itu padaku. Apa yang sedang aku lakukan sekarang adalah kewajiban seorang istri terhadap suaminya dan melakukan apa yang sanggup aku lakukan. Aku adalah anggota keluargamu, Presdir. Aku juga ibu dari anakmu. Meskipun semua orang memandangku rendah, dan menganggapku tidak ada. Tapi perasaanku tidak akan berubah. Aku sangat tulus melakukan hal ini untukmu. Kau adalah penyelamat hidupku. Dan kini sudah sepantasnya aku yang menyelamatkan hidupmu demi perusahaan juga," ucap Willona panjang lebar dan berhasil membuat Presdir Samuel makin terenyuh dengan kata-kata manis Willona apalagi ditambah derai air mata buaya Willona.

"Terimakasih karena bentuk cinta yang telah kau wujudkan ini. Aku berjanji sebelum aku meninggal akan mengumumkan secara resmi kalau kau adalah istriku," ucap Presdir Samuel yang sudah buta oleh kebohongan dan mulut manis Willona.

"Benarkah? Aku lebih berterimakasih karena kau mau melakukan itu untukku," ucap Willona dan kembali menyenderkan kepalanya pada pelukkan Presdir Samuel.

***

Ellena sedang membaca sebuah dokumen di kantornya. Fokusnya teralihkan karena telepon kantornya berdering.

"Hallo," jawab Ellena.

"Nona Ellena, saya mendapatkan kabar bahwa Presdir Samuel akan melangsungkan pesta pernikahan secara resmi dengan Nonya Willona dan mendaftarkan pernikahan mereka," tutur seorang informan pada Ellena.

"Baiklah, terimakasih," ucap Ellena dan menutup teleponnya.

"ARGH!" teriak Ellena kesal.

"Ck! Jadi, inilah yang sedang kau rencanakan dasar wanita iblis! Sekalipun aku harus mati karena sesak nafas, aku harus mati di sini. Aku akan tinggal di sini. Aku harus menang, kemudian menginjak mereka satu persatu di bawah telapak kakiku. Aku tidak akan menjalani hidup seperti ibu. Melarikan diri, menghindar, dan menyerah. Seperti seorang pecundang. Aku Ellena, tidak akan pernah menjalani hidup seperti itu." Ellena menatap tajap dengan napas yang menderu.

Kling!

Ellena mendapatkan sebuah pesan. Ia pun menyunggingkan senyum sinis saat membaca pesan itu.

"Akhirnya, aku mendapatkan kelemahanmu. Kita lihat saja. Siapa yang akan bertahan hingga akhir!"

***

Ellena datang ke sebuah bengkel yang cukup kumuh. Ia berjalan dengan wajah yang tegak dan tatapan sinis. Mendekati seorang pria tampan yang sedang memperbaiki sebuah mobil. Tubuh dan pakaiannya penuh dengan noda oli.

Orang-orang yang berada di sana terkejut melihat kehadiran Ellena. Namun, Marcel hanya menatapnya sekilas dan melanjutkan kembali pekerjaanya.

"Permisi, apa kau yang bernama Marcel?" tanya Ellena dengan nada sombong. Marcel melirik malas.

"Ada apa? Kalau tidak penting sebaiknya kau pergi saja. Aku sibuk!" jawab dingin Marcel dan membuat Ellena tertohok mendengarnya.

"Wah ... bagaimana bisa ada orang yang sangat dingin sepertimu!" sindir Ellena. Tapi. Marcel hanya diam saja.

"Kau ... kenal dengan Willona bukan?" Pertanyaan itu berhasil mengusik Marcel. Ia terhenti dan menatap heran pada Ellena yang tersenyum menang.

"Siapa kau?" tanya Marcel tajam.

"Aku? Adalah orang yang akan membantumu, untuk menghancurkan wanita yang telah merusak hidupmu!" ungkap Ellena dengan percaya diri.