Setelah badai benar-benar berhenti, Kara pun pergi dari rumah itu, berpamitan dengan Pak Lim dan Bu Vatika (orang tua angkat Nena dan Joan). Sedang Joan masih tertidur di dekat Nena.
"Apa kita akan sembunyikan kebenaran Joan dari warga? " Tanya Vatika yanga sedikit cemas jika suatu saat hal ini terjadi di tempat umum. Lim mengelus punggung istrinya pelan.
"Kita jaga dia.. dia anak kita sekarang, meski apapun yang terjadi padanya, " Kata Lim berusaha menerima kondisi Joan yang sangat berbeda. Bahkan bisa dikatakan hal ini tidak wajar bagi manusia biasa.
Harapan tak sesuai dengan kenyataan, beberapa orang mulai berdatangan ke rumah pak Lim hanya untuk melukai Joan dan melihat kesembuhan yang begitu cepat. Sampai akhirnya berakibat pada Nena juga, ia sering di lukai oleh teman-teman sebayanya, meski luka goresan.
"Kamu berbeda dengan Joan.. " Kata teman-temannya lalu meninggalkan Nena dengan luka goresan yang cukup banyak pada lengannya. Ia pulang ke rumah dengan air mata yang menetes dalam kesunyian.
"Nak.. kamu kenapa terluka seperti ini? " Cemas sang ibu yang melihat keadaan Nena. Namun, gadis kecil itu rak menjawab ia berjalan masuk ke kamarnya.
Joan mengikuti Nena masuk, lalu duduk di dekat Nena yang berbaring. Joan menyentuh kening gadis ini, "Kenapa tubuhmu berbeda? wajahmu menjadi kuning? " Tanya Joan menjauhkan tangannya lalu bergegas keluar kamar mencari ibu.
"Ibu, Nena aneh," Kata Joan langsung saat menemukan ibu yang tengah menjemur pakaian di halaman belakang rumah. Mendengar hal itu sang ibu bergegas masuk menuju kamar Nena.
"Nak.. kamu demam tinggi, " Ujar ibu setelah memegangi kening Nena, namun Nena tak berkata sedikitpun ia malah menarik selimut dan menutupi dirinya.
Sang ayah yang baru pulang terkejut mendengar keadaan Nena saat ini, ia berusaha berkeliling desa untuk mencari ramuan obat yang tepat. Beberapa orang mau membantunya, yang lain malah merasa ketakutan karena Joan.
Hari-hari berlalu namun, gadis kecil itu masih saja terbaring sakit. Karena lukanya yang tak kunjung kering menjadi infeksi. Joan hanya bisa duduk di dekatnya seraya mengganti kain kompres pada kening gadis kecil ini.
"Joan.. jangan menyalahkan diri ya.. semua terjadi karena kehendak dewa, " Ujar ibu yang duduk di dekat Joan seraya mengusap punggung tangan Nena yang masih terkulai lemas.
Namun, suatu hari Joan memilih untuk pergi dari desa itu, "Ayah, ibu.. jaga Nena.. aku akan pergi, " kata Joan berpamitan, sang ibu tak sanggup untuk melihat kepergian anaknya itu. Joan hanya menatap kedua orang tuanya lalu berjalan meninggal desa.
Ia terus berjalan masuk kedalam hutan dengan ingatan yang terus berputar dari awal ia bertemu dengan Nena sampai sekarang ia harus pergi demi keselamatan gadis kecil itu.
"Joan, apa kau mendengar ku? " Sosok yang mengawasi Joan selama ini akhirnya bersuara dan langsung memanggil Joan.
Joan yang mendengar suara itu berusaha mencari sumbernya, ia berputar di tempat melihat ke arah sekeliling, sampai akhirnya sosok itu tiba-tiba muncul di hadapan Joan.
"siapa kamu? " Tanya Joan.
"sebut saja aku yang menciptakan mu, dan aku sudah mengawasi mu selama ini, berkelanalah agar kau bisa berkembang.. tugasmu di bumi ini untuk melindungi manusia dari bahaya yang disengaja.. "
"Aku tidak mau, aku tidak bisa.. mereka akan terluka seperti Nena, " Sela Joan pada sosok itu.
"kalau itu yang kamu inginkan... manusia diluar sana akan lebih banyak yang terluka.. bahkan mati," Bakas sosok itu lalu menghilang seketika.
"Hei!! kemana kau pergi??!!! " Teriak Joan mencarinya, namun tentu saja tak ada jawaban ataupun hal lain yang terjadi. Akhirnya ia berjalan kembali, masuk ke pedalaman hutan yang benar-benar tak berpenghuni, hanya hewan-hewan liar yang ada disana.
Perkelahian antara beruang pun terjadi disana, merebutkan makanan dan wilayah masing-masing kawanan. Jaon yang melihat itu bersembunyi di balik batu besar sebelah sana bersama hewan-hewan kecil lainya. Pertarungan itu terjadi cukup lama, sampai salah satu dari beruang itu terjatuh ke tanah. Kawanan beruang yang ada disini selatan sungai seperti bersorak bahagia, menandakan bahwa pihaknya menang.
Joan melihat bayangannya ke air sungai, "Tidak ada gigi tajam, " Gumamnya memperlihatkan semua giginya.
"Tidak berbulu, "
"Tidak ada cakar"
"Tidak ada ekor kecil, "
Koreksinya pada dirinya sendiri yang memang bukan menyerupai beruang. Ia teringat akan wujudnya yang lain, tak lama ia berubah menjadi serigala putih.
"Berbulu.. putih, "
"ekorku panjang, "
"gigi tajam.. tapi aku kecil, "
Kata Joan kembali mengoreksi dirinya. Lalu ia berjalan di tepi sungai masih dalam bentuk serigala, ia melihat para beruang yang tengah menangkap ikan disungai. Dengan ragu Joan menyentuh air sungai, membuat bulu di tubuhnya mengembang.
"Sangat dingin, " Gumamnya, "Seperti aku yang menjadi batu, " Lanjutnya mengingat hari bersalju dulu itu.
Selama di hutan Joan belajar dengan mengamati apa yang dilakukan hewan-hewan yang ada disini, kadang ia merubah bentuknya menjadi hewan yang mati satu persatu yang ada dihadapannya. Membuatnya memiliki wujud yang berbeda-beda. Meski tak ada manusia yang mengajaknya berbicara, Joan terus mengulangi apa yang di ajarkan Lim (ayah angkatnya) padanya. Setiap benda yang ada di depannya ia selalu menyebutkan nama benda itu.
"Batu.. Tanah.. Air.. pohon.. ikan.. daun.. jeruk.., "
Dan masih banyak lagi, ia seperti berbicara pada dirinya sendiri. Sampai akhirnya salju turun kembali. Joan berubah menjadi serigala karena dalam wujud ini ia mampu bertahan dalam cuaca apapun.
Butiran salju mulai menutup dataran hijau bumi menjadi putih, hewan-hewan berhibernasi selama musim ini. Joan benar-benar sendirian saat ini meski sekarang ia berada di dalam goa yang sangat dalam dan banyak buah di sekelilingnya.
Joan masuk kedalam selimut yang ia ciptakan hanya dengan mengingat benda yang pernah ia lihat, dan muncullah benda itu di tangannya. ia berbaring berharap semuanya akan segera selesai dan ia bisa pergi dari kehidupan di bumi ini.
Disisi lain, Nena sudah sembuh dan terus menanyakan Joan ada dimana. Namun, tak seorang pun tau.
"Joan.. kau pergi kemana?? " Gumam Nena yang duduk di depan rumah sambil memeluk bantal yang sering digunakan oleh Joan.
"Nena.. Joan yang ingin pergi.. dia tidak ingin kamu terluka lagi karena dia, " Jelas ibu dengan pelan pada putrinya itu. Nena hanya diam tak menjawab.
Apa Joan benar-benar merasa bersalah atas kejadian itu? Joan aku harap kau baik-baik atas dan semoga kita bisa bertemu kembali.
Batin Nena dengan air mata yang mengalir perlahan di pipinya.
***
Waktu terus berjalan dengan sendirinya. Tak ada kabar dari Joan sedikitpun, bahkan sekarang manusia di bumi telah menciptakan bangunan megah dan tempat-tempat yang baru. Silih berganti zaman terus berubah, sampai sekarang zaman menjadi zaman yeng begitu canggih. Manusia memiliki kendaraan, bahkan hidup dengan damai.
Hutan menjadi semakin kecil, mesin-mesin besar merobohkan banyak pepohonan dan batu-batu besar. "Kenapa sangat berisik di luar sana, " Gumam Joan yang terbangun dan langsung merubah wujudnya menjadi manusia. Ia berjalan keluar dengan santainya. Seketika matanya membulat melihat apa yang ada disekelilingnya, hutan sudah berubah.