Suara tergopoh-gopoh itu muncul dari pintu. Mbak Tina pun bergegas membuka pintu tersebut saat tahu siapa yang datang.
Wajah Mbak Tina tampak sumringah ketika mengetahui bahwa Karsih sudah datang di rumahnya. Setidaknya kegalauannya sudah berkurang bahkan menghilang .
"Kondisimu bagaimana saat ini, Sih?"
"Aku baik-baik saja kok Mbak, tidak apa-apa!"
"Apakah kamu tidak capek, hari ini harus nyinden lagi?"
"Nggak pa-pa Mbak. Sebenarnya capek tapi kalau membayangkan uangnya, capek ku jadi hilang," begitu jawab Karsih dengan sangat polos kepada Mbak Tina. Kepolosan Karsih itu membuat Mbak Tina seringkali merasa terenyuh.
"Ya sudah, sekarang cepat kamu ambil bajunya, kemudian kamu berhias. Nanti kamu akan dibantu oleh perias yang sudah ada di kamar. Beberapa temanmu sudah ada di sana, sebaiknya kamu percepat saja ya!"
"Baik, Mbak."
Kasih mengikuti apapun yang diperintahkan oleh Mbak Tina. Tidak pernah sama sekali melawan atau bahkan membantah kalimat yang dikatakan oleh Mbak Tina. Bagi Karsih saat ini, Mbak Tina adalah dewa penolongnya karena dari perempuan itulah akhirnya Karsih mendapatkan pekerjaan juga uang yang sangat banyak.
Karsih membiarkan teman-teman sinden yang lain berhias, dia hanya menunggu dan duduk santai saja di kamar itu sampai gilirannya tiba.
Wajah Karsih dirias dengan sangat indah, cantik luar biasa. Lesung pipit di pipi kirinya membuat Karsih tampak manis mempesona.
Karsih kemudian membuka almari Mbak Tina dengan kunci yang telah dia bawa. Kunci itu sengaja Mbak Tina titipkan kepada Karsih karena di lemari tersebut lah Mbak Tina menyimpan semua piranti nyinden nya yang bisa digunakan oleh Karsih.
Karsih mundur beberapa langkah ketika dia melihat kebaya hijau dan juga selendang merah.
"Bukankah ini adalah pakaian yang aku lihat di Pasar Rebo? Pakaian yang digunakan oleh makhluk itu. Makhluk yang berusaha mengejar ku sampai ke depan rumah."
Karsih menutup pintu almari milik Mbak Tina. Kegalauan muncul di dalam hatinya, dia tidak tahu harus bicara kepada siapa tentang kegalauannya itu.
Karsih kemudian membuka kembali almari tersebut, tampak seperti orang yang sedang kebingungan. Dia mengambil sebuah kebaya berwarna merah jambu dipadupadankan dengan selendang juga bawahan berupa jarik yang biasa dipakai oleh para sinden. Karsih memakainya, dia mematut diri di depan cermin tampak sekali keindahan wajah dan tubuhnya.
Di luar dugaan wajah itu muncul di depan cermin memantul, membuat Karsih dapat melihatnya. Karsih sangat takut, tapi dia berusaha untuk tidak bersuara karena dia tidak ingin ada orang lain mendengarnya.
"Kamu siapa?" tanya Karsih kepada bayangan itu.
"Pakai saja kebaya berwarna hijau dan selendang merah itu, supaya suara mu semakin merdu," begitu kata perempuan yang ada di depan cermin.
Karsih merasa heran, dia ingin sekali tidak memperdulikan apa yang dikatakan oleh perempuan itu tetapi bagaimana jika yang dikatakan oleh perempuan itu adalah kebenaran? Karsih mendadak merasa ragu.
Waktu untuk dirinya tampil semakin dekat, dia kemudian mengambil kebaya hijau tersebut dan mengganti kebaya berwarna merah jambu yang sedang dia kenakan saat ini.
Wajah dalam cermin itu sudah menghilang ketika dia menggunakan kebaya hijau juga selendang berwarna merah.
Karsih tidak ambil pusing karena dia juga tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan bayangan itu, yang paling penting sekarang adalah dia tampil nyinden, memuaskan hati banyak orang dan pulang dengan membawa uang.
Hanya itu tujuan terbesar bagi Karsih saat ini, tidak ada yang lain.
Sorak sorai mulai muncul ketika Karsih tampil di atas panggung, Dia mulai berbicara sebagai kalimat pembuka sebelum dia menembangkan lagu-lagu yang akan dia bawakan hingga kemudian dia mulai menarik suaranya.
Saat Karsih mengumandangkan suaranya, tampak beberapa orang yang ada di bawah dan melihat ke atas panggung ternganga. Mungkin mereka sangat takjub dengan keindahan suara yang dimiliki oleh Karsih. Belum lagi dengan lenggak-lenggok wajahnya. Perpaduan yang dimiliki Karsih hari ini, luar biasa mempesona.
Malam sudah semakin larut dan Karsih sudah membawakan tujuh tembang pembuka. Bukan main-main, Karsih mampu melakukannya seorang diri menyanyi dengan suara indah tanpa merasa letih. Hal itu sangat luar biasa dan tidak semua orang bisa melakukannya.
Kemudian Karsih memberikan isyarat bahwa dirinya akan beristirahat dan digantikan oleh sinden yang lain. Tampak pengunjung merasa kecewa tapi apa hendak dikata, Karsih memang sudah menyanyi sejak dari awal. Jadi, memang sudah waktunya dia untuk beristirahat sejenak dan memberikan waktu kepada sinden yang lainnya.
Karsih turun dari panggung itu menemui Mbak Tina yang sedang duduk menghadap ke arah panggung sambil menikmati hidangan.
Karsih tersenyum kepada perempuan itu, Mbak Tina juga membalas senyum Karsih dengan senyuman yang sama.
"Ayo makan dulu Sih, nanti kamu sakit. Bagaimanapun juga kamu harus menyeimbangkan antara gizi yang masuk dengan aktivitasmu. Jangan terlalu diforsir," begitu Mbak Tina memberikan nasehat kepada Karsih dan Karsih pun mengikutinya.
Saat Karsih sedang makan, Karsih tiba-tiba melihat perempuan itu duduk di antara undangan.
Ya, perempuan yang sama seperti yang dia lihat di dalam cermin dengan kebaya hijau dan selendang merah. Karsih merasa terkejut, hampir hampir saja makanan yang ada di mulutnya melompat keluar jika dia tidak menyadari bahwa dia sedang berada di antara banyak orang.
Karsih tidak mampu menahan keterkejutannya akan sosok itu. Sosok itu begitu utuh dan nyata dalam pandangannya. Yang membuat heran adalah apa yang sosok itu perlukan sehingga dia mengikuti Karsih kemanapun Karsih berada.
Sesekali Karsih masih melihat ke arah perempuan itu, sesekali pula dia meneruskan mengunyah makanan yang ada di depannya. Diakui ataupun tidak, konsentrasi Karsih saat ini benar-benar terbelah dan Mbak Tina mengetahui kondisi Karsih saat itu.
"Kamu kenapa?" tanya Mbak Tina kepada Karsih."
"Tidak apa-apa, Mbak," jawab Karsih berusaha menyembunyikan semuanya.
"Jika terjadi sesuatu, tolong kamu bilang kepada Mbak. Jangan kamu sembunyikan Karsih!"
"Iya. Mbak Mbak Tina tidak usah khawatir."
Karsih melanjutkan mengunyah makanan yang ada di hadapannya. Dia berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa, dia tidak ingin Mbak Tina merasa khawatir dan Karsih juga tidak mau banyak orang mengetahui tentang keberadaan perempuan itu. Karsih lebih memilih diam.
Karsih mendapatkan pujian yang sangat banyak dari juragan Darsa, dari Pak Broto, juga dari banyak undangan yang benar-benar merasa terhibur dengan penampilannya.
"Kamu beruntung sekali menemukan Karsih," kata juragan Darsa kepada Mbak Tina.
"Iya, itu sebabnya aku sering berkata kepada Karsih agar dia menjaga kesehatannya karena saat ini dia sangat memerlukan banyak sekali asupan gizi dan vitamin supaya suaranya bisa tetap cantik dan menghibur banyak orang."
"Saat kamu bernyanyi banyak orang merasa terpesona dan tidak percaya dengan suaramu yang begitu indah. Aku saja yang sudah bertahun-tahun bergelut dalam dunia orkestra, baru kali ini menemukan suara seindah suaramu."
Malam ini, di tempat Pak Broto, juragan Darsa juga Mbak Tina terus saja berbincang memuji kelebihan yang dimiliki oleh Karsih.
Kasih tersenyum menanggapi pujian itu, tetapi sesekali dia masih juga menatap ke arah perempuan yang belum pergi dari tempat duduknya.
Perempuan itu masih ada di sana, masih di tempat yang sama, berbaur bersama undangan dan menatap ke arah Karsih tanpa mengedipkan matanya.