Restoran

"Ba-baik. Aku … aku akan melakukannya sekarang juga," kata Qin Wu setelah berhasil mengumpulkan sisa-sisa tenaganya.

Wushh!!!

Dari udara kosong tiba-tiba muncul sebilah pisau energi. Panjangnya hanya satu jengkal. Tapi ketajamannya tidak perlu diragukan lagi.

Qin Wu menatap pisau energi itu dengan tatapan campur aduk. Ada rasa marah, rasa kesal, bahkan rasa sedih.

Sementara orang berjubah dan bertudung merah darah itu tetap diam di tempat berdirinya. Dia turut mengawasi Qin Wu dengan tatapan yang menakutkan.

Pemimpin Ketiga Organisasi Bawah Tanah itu tidak berani memandang sepasang mata tersebut. Sebab dia merasakan, betapa sepasang mata itu mengandung suatu kekuatan dahsyat yang sulit dijelaskan.

Lewat beberapa waktu kemudian, tiba-tiba Qin Wu menghunjamkan pisau energi tadi tepat di jantungnya.

Darah segar langsung menyembur begitu pisau itu dicabut. Dadanya mengeluarkan darah. Begitu pula dengan mulutnya. Sepasang mata Qin Wu sempat melotot sebentar. Seolah-olah dia sedang berusaha untuk menahan rasa sakit yang mendera seluruh tubuhnya.

Sesaat kemudian, setelah kejang-kejang beberapa kejap, akhirnya tubuh Qin Wu berhenti bergerak. Semuanya berhenti. Hidupnya juga berhenti.

Pemimpin Ketiga Organisasi Bawah Tanah akhirnya tewas dengan cara bunuh diri.

Kenapa dia melakukannya?

Alasannya hanya satu, karena bunuh diri setidaknya lebih baik daripada dibunuh oleh orang lain.

Qin Wu mengerti akan hal tersebut. Oleh karena itulah dia berani untuk melakukannya.

Di sisi lain, si orang berjubah merah darah tadi seketika tersenyum dingin ketika dia menyaksikan Qin Wu yang sudah kehilangan nyawanya.

"Kematianmu tidak sia-sia. Gadis itu pasti akan dibuat membayar semuanya," gumam orang tersebut.

Begitu selesai bergumam, tangan kanannya langsung mengibas. Kibasannya tampak perlahan, tapi ternyata mampu menimbulkan deru angin cukup kencang dan mengepulkan debu-debu yang ada di sana.

Sekejap kemudian, orang itu sudah lenyap dari pandangan mata. Begitu juga dengan Qin Wu sendiri. Seolah-olah kedua orang tersebut telah hilang ditelan bumi.

Suasana di sana langsung kembali sepi seperti semula. Selain suara hembusan angin, rasanya tiada suara apapun lagi yang terdengar oleh telinga.

###

Siang hari telah tiba. Panas terik matahari saat ini terasa begitu membakar kulit. Jiang Mei Lan baru saja tiba di tengah kota. Sekarang gadis cantik itu sedang berjalan seorang diri di tengah kerumunan manusia yang berlalu lalang.

Sambil berjalan, Mei Lan mencoba untuk mempelajari keadaan di sekitarnya. Meskipun dia orang yang baru muncul di keramaian, tapi dirinya tahu bahwa masalah bisa saja datang setiap waktu.

Sekarang Mei Lan sedang mencari sebuah rumah makan. Selan untuk mengisi perut, dia pun ingin mencari-cari informasi. Terutama sekali informasi yang berhubungan dengan dunia persilatan.

Setelah beberapa saat mencari, akhirnya dia menemukan juga restoran yang cocok. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.

Mei Lan berjalan mendekat. Di depan restoran itu, seorang pelayan dengan senyumnya yang anggun, menyambut kedatangannya.

"Selamat datang, Nona. Silahkan masuk," kata si pelayan yang juga merupakan wanita berusia tiga puluhan tahun.

"Terimakasih," Mei Lan menjawab sambil tersenyum.

Tanpa berlama-lama, Mei Lan segera masuk ke dalam. Ternyata suasana di sana sangat ramai. Dari sekian puluh meja, hanya ada beberapa meja saja yang kosong.

Kebetulan memang, saat ini jamnya makan siang. Sehingga tidak heran rasanya kalau restoran itu dipenuhi oleh para pelanggan.

Mei Lan mengambil tempat duduk paling pojok. Begitu pelayan datang, dia segera memesan menu makanan. Sambil menunggu, sepasang matanya yang jeli mencoba untuk melihat-lihat situasi. Dia pun memasang telinganya dengan seksama, dengan harapan dirinya bisa mendapatkan informasi yang berarti.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya menu makanan yang dia pesan matang juga. Seorang pelayan membawanya di atas sebuah nampan perak.

Karena sudah cukup lapar, Mei Lan tidak mau membuang waktu lebih lama lagi. Gadis cantik itu segera menyantap pesanannya dengan lahap.

Begitu selesai makan, Mei Lan tidak langsung pergi. Dia masih tetap duduk di sana sambil menikmati arak dan mendengar cerita para pengunjung.

Di depannya, ada sebuah meja yang dipenuhi oleh beberapa orang. Dilihat dari gaya berpakaian dan senjata yang dibawa, tentunya mereka adalah orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persilatan.

Mereka sedang membicarakan situasi dunia persilatan saat ini.

Menurut apa yang telah didengar olehnya, dunia persilatan saat ini bisa dibilang sedang tidak aman. Di sana sini mulai terjadi pertempuran, baik itu besar maupun kecil.

Entah masalah apa yang membuat mereka harus bertempur. Yang jelas, setiap saat, pertarungan pasti saja terjadi. Baik itu di dalam Kota Nan Cing, maupun di kota-kota lainnya.

Mei Lan terus mendengarkan cerita dengan seksama. Walaupun masih ada beberapa persoalan yang belum dia pahami, tapi sebisa mungkin, gadis itu mencoba untuk memahaminya.

Mei Lan menengguk cawan arak yang sudah dia pesan sebelumnya. Hal itu dia lakukan hanya untuk sekedar menenangkan pikirannya.

Ternyata setelah mencuri dengar cerita dari para pesilat tersebut, Mei Lan merasakan kepalanya sedikit pusing. Masalah yang terjadi dalam dunia persilatan saat ini benar-benar rumit.

Setelah mendengar cerita lebih jauh, Mei Lan jadi tahu bahwa banyak pesilat yang bertarung satu sama lain hanya demi memiliki sumber daya dan benda-benda pusaka yang berguna untuk meningkatkan level pelatihannya.

Apakah dunia persilatan memang seperti itu? Apakah nanti, dia juga akan mengalaminya?

Mei Lan tidak tahu. Terlebih lagi, dia tidak mau berpikir terlalu jauh.

Gadis tersebut menghabiskan arak sampai tetesan terakhir. Setelah itu, Mei Lan bangkit berdiri dan berjalan ke arah kasir untuk membayar biaya makannya.

Begitu semuanya selesai, Mei Lan langsung keluar dari restoran.

'Hemm, ternyata dunia persilatan tidak seperti yang aku kira,' batinnya berkata.

Pada awalnya, Mei Lan memang menduga bahwa masalah yang sering terjadi dalam dunia persilatan hanyalah berupa pembalasan dendam dan sejenisnya.

Ternyata setelah mendengar pembicaraan orang-orang tadi, Mei Lan baru menyadari bahwa semua tidak sesuai dengan dugaannya.

Gadis itu berjalan sambil terus berpikir. Dia baru berhenti setelah melihat di depannya ada dua orang yang sedang berdiri di tengah jalan.

Kedua orang itu menghalangi jalannya. Entah siapa mereka, yang jelas Mei Lan sendiri merasa heran karenanya.

"Apakah Nona yang bernama Mei Lan?" tanya salah satu daria mereka.

"Benar, siapa Tuan berdua?" tanya balik gadis itu.

"Nona tidak perlu tahu siapa kami,"

Mei Lan tidak bicara. Dia masih membungkam mulutnya.

"Nona hanya perlu ikut kami saja," lanjut orang tersebut.

"Ikut ke mana?"

"Nanti Nona akan tahu dengan sendirinya,"

Mei Lan mengerutkan kening. Dia merasa aneh dengan dua orang tersebut. Tapi setelah dipikir kembali, dia pun jadi penasaran, sebenarnya apa keinginan mereka berdua?

Oleh karena alasan tersebut, maka dirinya memutuskan untuk menuruti apa keinginan mereka.