Aku mendengar ada seseorang yang masuk ke dalam, aku pura-pura untuk tidur. Aku juga mendengar langkah kaki orang tersebut berjalan menuju ke arahku.
Dari langkah kaki yang aku dengar, seseorang itu berjalan kemari sendirian. Aku bisa mengenalinya dari suara langkah kaki yang ditimbulkan oleh orang tersebut.
Aku menutup mataku karena aku sendiri juga ingin tahu apa yang dia inginkan, dan apa yang akan dia lakukan di kelas ini saat teman-teman yang lain belum datang. Jika memang ada perlu denganku seharusnya dia membangunkanku dari tidur sebelum masuk bicara lancang ke dalam kelas.
"Arin bangun"
2 kata itu yang aku dengar dari mulut orang yang sekarang berada di depanku. Dari suaranya aku bisa langsung tahu kalau itu adalah kak Ardi. Kakakku yang tidak pernah menyapaku saat berada di sekolah.
Perlahan-lahan aku membuka mataku agar terlihat seperti seseorang yang baru bangun dari tidurnya, saat itu juga mataku bertemu langsung dengan mata yang dimiliki oleh kak Ardi.
"Eh, ada kak Ardi. Kakak mau ngapain pagi-pagi ke kelasku? Apa ada urusan yang bisa aku bantu?"
Aku menegakkan badanku ketika duduk berhadapan dengan kak Ardi. Entah kenapa tapi jika berhadapan langsung dengan cardiaco sangat takut dan menjadi grogi.
Mungkin itu timbul karena aura yang dimiliki oleh kak Ardi.
"Ini makanan buat sarapan, tadi mama bawain ini karena dia khawatir."
Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut kak Ardi. Setelah memberikan bungkus makanan yang dia bawa dari rumah, kak Ardi langsung pergi begitu saja dari kelasku.
Meskipun aku tidak dekat dengan kakakku yang itu, tetapi aku cukup tahu kalau kak Ardi dan juga kak Arga adalah seseorang yang paling tersakiti saat Aurel meninggal.
Karena hanya mereka berdua yang menenangkan keluarganya saat berada dalam keadaan duka. Saat itu aku juga belum paham apa yang terjadi. Jadi hnya kak Ardi dan juga kak Arga yang tahu bagaimana waktu itu berlalu sampai sekarang. Dan aku juga tahu kalau sebenarnya kak Ardi itu hanya bersikap dingin kepadaku demi kebaikanku sendiri.
Jadi aku juga memahami kenapa sifatnya seperti itu. Seharusnya kak Ardi juga udah berkuliah bersama dengan kak Arga. Tetapi dia tinggal kelas karena tidak pernah masuk pelajaran dan selalu membuat masalah di sekolah.
Dan sekarang juga kak Arga tidak ada di Indonesia, dia melanjutkan studynya di Belanda bersama dengan nenekku. Karena nenekku berasal dari Belanda dan masih memiliki darah keturunan bangsawan di sana.
Jadi memang keluargaku masih memiliki darah bangsawan, dan tentu saja kami memiliki properti yang sangat banyak hingga tak terhitung. Meskipun dulu perusahaan kami hampir bangkrut karena meninggalnya kakekku dan juga pamanku, tetapi akhirnya perusahaan kami bisa berkembang kembali.
Meskipun penghasilan perusahaan keluargaku masih di bawah penghasilan dari perusahaan yang aku rintis sendiri.
Berhubung saat ini masih belum ada anak-anak yang datang ke kelas, Aku mau makan sarapan yang sudah dibawakan oleh kakakku.
Aku dulu juga sempat berpikir kalau mamaku itu memiliki gangguan jiwa. Karena sifatnya yang abu-abu terhadapku. Terkadang beliau sangat menyayangiku selayaknya aku ini adalah anaknya. Akan tetapi saat ayah berkunjung ke rumah, sifatnya berubah total.
Mamaku akan mulai marah-marah dan selalu menjadikan aku tempat pelampiasan. Ketika ayahku pulang mamah juga sering bertengkar bersama dengan ayah di depan anak-anaknya.
Ketika hal itu terjadi, kak Ardi pasti langsung keluar dari rumah dan tidak pulang hingga pagi hari. Sebenarnya aku juga ingin meniru apa yang dilakukan oleh kak Ardi.
Akan tetapi saat aku ingin melakukan hal itu, aku merasa kasihan terhadap teman yang akan sendirian di rumah. Karena setelah bertengkar dengan ayah pasti ayah akan pergi dan meninggalkan rumah dan keluarganya.
Saat ini Mama membuatkan aku sandwich yang berisi dengan tuna dan juga sayuran yang sangat segar. Makanan kesukaanku saat sedang terburu-buru untuk pergi ke suatu tempat.
Meskipun cara membuatnya sangat simpel, tetapi entah kenapa buatan mamaku itu jauh lebih enak daripada buatan ku sendiri.
Kurang dari 10 menit aku sudah menghabiskan makananku yang ada di kotak bekal. Karena tidak ada air di kelas untuk aku minum, Aku ingin beranjak dari tempat dudukku dan pergi ke kantin untuk membeli air.
Saat aku ingin pergi ternyata karet di kembali lagi ke kelasku. Dan dia membawakan aku sebotol air mineral. Mungkin ia membelikan air itu agar aku bisa minum setelah makan.
"Ini air biar nggak tersedak kalau makan."
"Makasih kak, sebenarnya aku juga mau beli sebelum kakak datang lagi ke sini."
"Kalau gitu gue pergi dulu ke kelas."
Kak Ardi melangkahkan kakinya meninggalkan kelas ku saat ini. Kak Ardi sendiri menempati kelas 12 IPA 2. Dan jarak kelasnya berada di lantai dua. Jangan di sekolah ini kantin berada di lantai paling atas gedung. Jadi anak-anak yang ingin membeli makanan harus menaiki tangga hingga lantai paling atas gedung ini.
"Seharusnya dia juga makan bareng gue."
Aku hanya bisa mengungkapkan perasaanku kepada kakakku hanya didalam hati. Aku bahkan tidak berani mengajak bicara kakakku sendiri saat kita sedang bertatap muka.
Bahkan di sekolah pun aku juga sangat jarang menyapanya, mungkin aku bisa menyapa dia saat kakakku tidak sedang bersama dengan teman-temannya. Saat itulah aku baru berani menyapa dia, berhubung kesan pertama aku bersama dengan teman-teman kakakku juga tidak terlalu baik, jadi aku juga malu saat bertemu dengan mereka.
Aku lihat saat berada di sekolah kakakku cukup hangat dengan teman-temannya, tetapi selama ini aku tidak pernah melihat kak aku membawa pulang temannya ataupun pacarnya hingga saat ini.
Ya aku tahu kalau kakak aku sering pergi keluar saat malam dan pulang ketika matahari sudah naik ke atas awan.
Saat itu terjadi Mama pasti akan memarahi kakakku dengan ocehannya yang sangat panjang. Dan seperti biasa kalau aku pasti akan mengacuhkannya dan pergi ke kamar untuk mengunci dirinya sampai berangkat ke sekolah lagi.
Begitu terus setiap kali dia melakukan sesuatu yang salah ataupun tidak ingin berdebat dengan Mama.
Setelah 15 menit aku berada di kelas, akhirnya teman-temanku yang lain sudah datang dan mereka membawa ransel mereka yang penuh buku ke dalam kelas.
Aku kira sekolahan ini tidak akan pernah memakai buku lagi, karena saat ini sudah banyak sekali metode belajar secara digital yang bisa membantu siswa maupun siswi belajar dengan baik.
Dan media buku sebenarnya sudah tidak terlalu dibutuhkan saat ini. Jadi aku sempat terkejut melihat anak-anak anak membawa buku setiap paginya dengan tas punggung mereka. Apalagi buku-buku yang kami bawa sangat tebal dan juga banyak.