Ponsel adalah sebuah kebutuhan yang nyata ketika berada di kota besar seperti Jakarta. Setelah merayu orangtuanya di kampung demi sebuah ponsel, ia diberi kesempatan mendapatkan ponsel layar sentuhnya yang pertama. Karena keterbatasan dana, maka terbatas pula dana yang masuk ke rekeningnya. Bagi Adri hal itu tidak mengapa karena pikirnya sebuah ponsel bekas cukuplah menjawab keingintahuannya. Adapun sisa dana bisa dipakai untuk kebutuhan lain yang jauh lebih urgent sifatnya. Jadi, sebuah ponsel akhirnya resmi ia miliki. Hanya saja setelah sebulan dipakai, ia mendapati bahwa ponsel semacam itu ternyata bisa menjadi salah satu benda paling menyebalkan di dunia.
Tak hanya tombol suara dan on-off yang bermasalah, sekarang pun layarnya ikut kompak dan menjadi rewel. Tidak ada lagi istilah layar sentuh lagi. Yang tepat mungkin sekarang adalah layar tonjok karena harus seperti itu demi sel-sel atau komponen layar bisa terbuka dan berfungsi seperti kemauan penggunanya.
Di sinilah Arjun melihat peluang untuk mengerjainya. Keisengan Arjun memang semakin menjadi-jadi belakangan ini. Di saat pelajara Bahasa Indonesia dengan guru yang berbakat dalam membuat murid-muridnya mengantuk, Arjun yang duduk di belakang Adri secara berbisik menawarkan dirinya untuk menonton sebuah klip video singkat super imut yang hanya satu menit.
Mengingat pelajaran memang sudah sangat membosankan dan ia sudah menguap sedari tadi, Adri mau saja menonton video itu. Ia menyambil ponsel yang diam-diam diberikan Arjun kepadanya. Saat pertama kali meng-klik, ia bisa mengetahui bahwa durasi video memang satu menit saja. Malah tepatnya 55 detik. Oke, jadi saat itu dirinya mau agak bandel sedikit dengan tidak menyimak apa yang gurunya sampaikan dan memutuskan untuk melihat klip video. Video itu merupakan footage tentang sebuah rumah kosong dan penonton diajak untuk melihati bagian interiornya yang menawan. Video itu tak ada suara sama sekali dan Adri yang lugu mengira itu karena volume suara sudah dikecilkan.
“Tonton terus,” Arjun membisiki dari belakang. “Bentar lagi muncul makhluk imut.”
“Apa?”
“Liat aja. Kamu pasti suka.”
Aih, anak anjing kah itu? Adri paling suka dengan anak anjing dan itu membuatnya terus menatapi layar ponsel. Saat menonton itulah, mendadak muncul sesosok wajah kuntilanak di depan layar disertai suara jeritan kencang. Rupanya volume suara tidak dikecilkan! Akibatnya, Adri terkaget setengah mati sampai mukanya pucat pasi.
Melihat hal itu Arjun tertawa terbahak-bahak bersama beberapa orang. Adri kesal karena Arjun untuk kesekian kalinya sukses mengerjai dirinya. Dan seolah tak cukup dengan itu, guru Bahasa Indonesia yang marah langsung memberikan hukuman strap, dimana ia disuruh berjemur di lapangan sambil menghormat bendera.
Ia merasa tidak diperlakukan dengan adil karena guru yang tidak membela dirinya sama sekali.
*
Dalam soal mengerjai orang, Arjun itu pakarnya. Sadar bahwa Adri mulai menjaga jarak dengan dirinya padahal ia masih ingin mengerjai, Arjun tidak kurang akal. Dengan menggunakan teman-teman dekatnya – dimana Nathan jadi yang paling sering diajak kerjasama – ia terus saja berusaha melakukan bullying pada Adri.
Pernah suatu saat dalam pelajaran Bahasa Inggris, para siswa diminta membaca buku berbahasa Inggris yang bisa dipinjam dari perpustakaan atau bawa sendiri dari rumah. Di situ para siswa harus memilih sebuah buku dan menguasai satu bab sebelum kemudian memberikan penjelasan di depan kelas namun dalam Bahasa Inggris. Bukunya boleh fiksi atau non fiksi. Ini sudah dilakukan minggu lalu dan minggu ini, tepatnya hari ini, juga dilakukan pengajaran dengan cara yang sama. Apa yang dibaca siswa pada hari itu haruslah sama dengan yang dibaca minggu lalu.
Nah, di sinilah kreatifitas iseng Arjun bekerja. Ia melihat bahwa buku yang dipilih oleh Adri adalah sebuah buku dimana cover bukunya ada dua buah. Cover pertama yang menyatu dengan buku, dan cover kedua sebagai cover utama adalah yang full color dan bisa dilepas.
Hari itu, Arjun kembali mengerjai Adri Dalam hal mengerjai orang seperti Adri, rupanya ia sangat jenius. Jadi iIa rupanya sudah merancang sejak kemarin untuk melakukan aksi isengnya. Ketika guru keluar ruangan sesaat, dan semua siswa sudah mulai tekun membaca bagian bab mereka masing-masing, ia membuat Adri terdistraksi. Saat Adri teralihkan perhatiannya, Nathan diam-diam mengganti cover buku tanpa Adri sadari.
Tidak lama, pak Ian, guru Bahasa Inggris muncul dan memperhatikan siswa-siswa yang asyik menekuni bab mereka. Ia sudah meminta mereka agar membaca dengan posisi tubuh tegak sehingga ia bisa melihat cover buku yang mereka baca. Sampai tahap itu semua berjalan aman dan manis sesuai dengan yang diharapkan. Namun saat melihat cover buku yang dibaca Adri, matanya melotot.
“Adri!!!”
Semua orang langsung berhenti membaca dan menoleh ke sang guru. Semua kaget, terlebih Adri yang namanya dipanggil.
“Ada apa pak guru?”
“Kamu yang pilih buku itu?”
“Ya pak guru.”
“Kenapa pilih buku itu?”
Di sini Adri heran. Dia adalah penyuka anak anjing. Lantas kenapa koq gurunya seperti terkaget, pandang remeh, atau galak begitu? Dan sementara Adri ditanyai guru, yang lain tertawa cekikikan saat melihat dirinya.
“K-karena saya suka pak guru.”
“Suka?”
“Iya, apalagi yang kecil.”
Satu kelas terbahak. Sang guru pun demikian. Kecuali Adri tentu saja yang tetap dalam kebingungannya.
“Kenapa suka yang kecil?”
“Enak buat dibelai-belai pak Guru.”
Satu kelas makin heboh dan sang guru mencoba menguasai diri walau terlihat gagal menyembunyikan senyum. Adri makin heran dengan kejadian ini.
“Kamu nggak malu punya yang kecil?”
‘Ah, aneh sekali pak Ian ini’, pikirnya.
“Nyanda, eh tidak pak guru. Yang penting…”
“Yang penting apa?”
“Yang penting dia bisa bergerak lincah kesana-kemari.”
Langit-langit kelas bagai mau runtuh sepertinya ketika semua orang tertawa terbahak-bahak. Ada yang sampai menangis, ada yang sambil memukul-mukul meja. Pak Ian sendiri sudah tertawa sampai merah mukanya.
Keanehan ini terasa menjadi-jadi bagi Adri.
Ia tidak merasa ucapannya ada yang salah atau aneh. Lantas mengapa semua orang sekelas jadi begitu gila tertawa-tawa sampai begitu hebohnya. Ia sempat mengecek penampilan fisiknya. Tidak ada yang salah di sana. Ia mengecek pakaian seragam yang dikenakan, dan ternyata tidak juga ada yang aneh di sana.
Merasa bahwa jawabannya mungkin ada di cover buku yang ia baca, ia lantas memeriksa. Ternyata benar juga. Matanya seperti hendak copot dan jatuh menggelinding di lantai kelas. Ia kaget dan baru tersadar mengapa seisi kelas menertawai. Ia baru tahu bahwa cover bukunya telah diganti dan judulnya yang sekarang memang sangat provokatif.
Judulnya: “Living With A Small Penis.”
Di tengah deru tawa semua orang, ia bisa melihat Arjun melakukan high-five dengan Nathan, Dessy, dan yang lain-lain. Bagi mereka semua ini memang nampak lucu, tapi sebaliknya bagi Adri, momen ini membuat ia makin hidup dalam dunianya. Menyendiri dan tidak mengakrabi mereka semua, seperti jadi pilihan terbaik untuk bocah kampung nan malang seperti dirinya.
*