"Lalu, apa nenek dan kakek akan kesini?" tanyaku sambil menatap kedua orang tuaku.
"Nenek dan kakek ada di Dubai," jawab Dewi.
"Maksud aku bukan orang tua mommy tapi orang tua daddy," balasku sambil menatap David.
"Oh, sepertinya mereka akan kesini lusa karena besok ada acara penting di Amerika," kata David.
"Oh seperti itu!"
Aku tidak membahas apapun lagi karena malam ini seperti malas berbicara, namun sekilas aku menatap kearah kedua orang tuaku. Mereka seperti sudah tak saling bertatap satu sama lain.
"Apa percakapan itu benar-benar nyata? Apa aku sedang berhalusinasi?" tanyaku didalam hati.
Malam ini aku sangat galau karena mendengar percakapan itu, aku hanya bisa memastikan nanti saat besok merayakan ulang tahunku yang ke-20.
"Honey, besok selain mengundang Justin untuk perayaan ulang tahun kamu. Kamu mau mengundang siapa lagi?" tanya David sambil menatapku.
"Tidak ada dan jangan lupa sahabatku di undang juga," jawabku.
"Itu tentu!" David mengusap pipiku dengan lembut.
Aku dan David masih bertatapan namun tatapan mata David seolah menahan tangis, dan tatapan matanya juga tidak bisa di bohongi kalau saat ini dia seperti membutuhkan seseorang.
"Daddy, apa ada masalah dengan pekerjaan daddy di Bali?" tanyaku yang masih menatapnya.
"Tidak ada," jawab David yang perlahan-lahan melepaskan tangannya.
"Sudah ayo kita makan saja!" Dewi seperti sudah tidak respect lagi dengan suaminya.
Aku, Dewi dan David melanjutkan makan malam dan didalam ruang makan benar-benar hening. Sekilas bi Ani mengintip kearah ruang makan dan menatap kedua majikannya lalu menatap anak majikannya.
"Kenapa tadi nona Kylie bersikap seperti itu ya?" batin bi Ani.
"Sudah, ini bukan ranah aku untuk mencampuri urusan mereka," batin bi Ani yang langsung melangkah pergi entah kemana.
Kylie, Dewi dan David masih makan malam bersama. Didalam ruangan itu sangat sepi dan tidak ada suara percakapan apapun dan semuanya fokus pada makan malamnya.
***
Keesokan harinya.
Pukul 7 malam. Di sebuah hotel mewah di pusat kota Jakarta, ada sebuah acara perayaan ulang tahun putri tunggal dari keluarga Hernandez. Semua orang sudah berkumpul disana dan menunggu acara akan di mulai, namun sebelum acara di mulai disana benar-benar ada Justin Bieber. David benar-benar mengundang Justin Bieber untuk ulang tahun putri tunggalnya.
"Wah, pesta kali ini benar-benar meriah," bisik Lauren pada James.
"Benar, tapi kenapa Tante Dewi sama si anak songong belum nongol?" tanya James yang kembali berbisik pada Lauren.
"Mungkin Tante Dewi sibuk dengan make-up anti badai dan anak songong itu lagi sibuk pilih pakaian kali," jawab Lauren dengan suara pelan.
Aku masih setia berdiri di sampingnya David. Justin Bieber masih dengan stafnya disebuah sofa yang sangat mewah.
"Daddy, bagaimana bisa daddy mengundang Justin kesini?" tanyaku sambil berbisik pada David.
"Rahasia dong," jawab David yang sedang menggoda anaknya.
"Daddy pelit!"
"Hehe, jangan tanya bagaimana caranya. Karena yang terpenting saat ini adalah kamu harus bahagia di hari ulang tahun kamu kali ini," bisik David di telingaku.
Kami semua sudah siap memulai acara ini namun Dewi dan Feri belum juga datang. Aku juga tidak bisa memulai kalau ibuku belum datang. Namun tidak lama kemudian staf Justin datang menghampiri kami, stafnya langsung berbicara hal serius dengan David dan hanya berdua saja.
"Kenapa ya?" Perasaan aku kali ini seperti tidak enak, sekilas aku melirik kearah Justin. Justin sepertinya sedang gelisah dan mondar-mandir disekitar sofa mewah itu.
Tidak lama kemudian. David kembali menghampiriku dengan staf Justin tadi.
"Sayang," panggil David yang mencoba merangkul pundakku.
"Kenapa?" tanyaku sambil menatap mereka.
"Justin harus kembali ke Amerika karena istrinya tiba-tiba saja jatuh lalu ..."
"Just go back to America, because his wife is more important than my birthday," ucapku sambil menatap stafnya Justin.
"Thank you very much, hope your birthday event goes well and happy birthday," balas stafnya Justin dengan mata berkaca-kaca.
Tiba-tiba saja Justin menghampiriku dan memelukku, lalu aku tersenyum dan membalas pelukannya.
"I'm sorry I can't fill your event, happy birthday to you and always be happy," kata Justin dengan tangan yang menyeka air matanya.
"No problem," balas aku sambil tersenyum.
""I promise, when you come to America. I will meet you and invite you to dinner," ucap Justin.
"Okey!"
Tidak bisa berlama-lama lagi, Justin dan seluruh stafnya langsung pergi dari hotel mewah ini dan kembali ke Amerika.
"Maafkan daddy!" David merasa bersalah dan menatapku.
"Daddy tidak salah, itu hanya sebuah musibah saja," aku memberikan senyuman agar David tidak merasa bersalah.
Karena Dewi dan Feri tidak juga datang ke acara pesta ini lalu di hubungi nomornya tidak aktif, aku dan David memutuskan memulai acara ini tanpa mereka.
"Kenapa mereka jahat sekali," batinku yang berharap mereka datang dalam perayaan ulang tahunku kali ini.
Setelah acara di mulai dan aku ingin meniup lilin. Tiba-tiba saja Dewi datang dan langsung menghampiriku, melihat mommy datang kesini membuatku tersenyum kembali setelah cemberut beberapa saat. Lalu tidak lama kemudian Feri juga datang dengan jas hitam yang ia kenakan.
"Akhirnya mereka datang juga," gumam aku sambil tersenyum.
Ternyata Dewi dan Feri tidak datang sendirian melainkan membawa seseorang. Ada seorang laki-laki tua dan seorang gadis. Laki-laki tua itu melangkah menghampiri Dewi dan merangkul pinggangnya. Lalu gadis itu melangkah menghampiri Feri dan Feri tersenyum manis pada gadis itu.
"A ... apa maksud semua ini?" Tiba-tiba tubuhku gemetar dan suaraku gelagapan.
David merangkul pundakku. "Kita akhiri perayaan ini disini," ucap David yang ingin menuntunku pergi.
Namun aku menepis tangannya dan bertahan didekat meja yang berisikan kue ulang tahun. James dan Lauren langsung melangkah menghampiriku.
"Selamat ulang tahun anakku sayang," ucap Dewi dengan wajah tanpa malu setelah dirinya sudah berdiri di hadapanku.
Sekilas aku melirik kearah David yang matanya sudah memerah dan tangannya sudah ia kepal. Lalu aku menggenggam tangan David.
"Lie, selamat ulang tahun ya. Kenalkan ini Fifi tunanganku," kata Feri yang memperkenalkan gadis itu padaku.
Aku menatap Feri dan Fifi dengan tatapan datar dan tidak bisa bicara apapun, tubuhku kali ini benar-benar lemas dan seperti ingin pingsan. Mataku sudah memerah menahan tangis namun air mataku tidak bisa menetes.
"Om, sepertinya kita tutup saja acara ini," sambung James sambil menatap David dan sekilas menatapku.
"Lauren, tolong tutup acara ini ya!" titah David sambil menatap sahabat putrinya.
"Tidak, aku tidak akan mengakhiri acara ini," ucapku sambil menatap semuanya.
"Tapi, sayang ..." David menyentuh pundakku.