Bayangan Hutan

"Aku tak bisa melihat apa yang ingin kulihat,

Aku tak bisa mendengar apa yang ingin kudengar,

Dan aku tak bisa menyentuh apa yang ingin kusentuh.

… atau itu hanyalah mimpi belaka."

Di malam yang tak pernah berakhir itu, sang gadis hanya berdiri menunggu cahaya. Cahaya itu pun datang menjemputnya. Membawanya kembali ke malam yang hanya sementara.

"Dimana Rynn?" Faye terbangun dan itu kalimat pertama yang dia ucapkan di pagi hari ini.

Setelah ia memakai jubah hitamnya, ia menuruni tangga, menuju ruangan yang biasanya selalu ramai saat pagi, tetapi tak ada siapapun disana. Tak ada tanda kehidupan di dapur, atau di bengkel sihir yang pintunya masih tertutup rapat.

"Ini bukan mimpi," pikir dia. Karena jika ini mimpi, ia tak akan mengkhawatirkan teman-temannya sendiri. Jika ini mimpi, ia memilih untuk berdiri menunggu cahaya. Menunggu ibunya yang telah lama meninggalkannya. Menunggu untuk diberikan sebuah pelukan yang gadis itu telah lupa rasanya.

Pikirannya masih belum sepenuhnya sadar, tapi ia teringat kembali dengan momen sebelumnya. Ingatan saat malam, sebelum ia membaringkan tubuhnya di ranjang. Seorang ksatria berzirah hitam berkata ingin mencari makan di kota, seorang lelaki berjas biru berujar ingin mengamati bunga-bunga yang tumbuh di hutan ini, dan seorang gadis cerewet berseru dengan lantang bahwa ia akan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Suaranya begitu keras hingga membuat Rue terbang ke dalam hutan.

"Seharusnya gadis itu sudah melakukan tugasnya sekarang," pikirnya.

Gadis itu membuka pintu depan, bentangan pepohonan lebat yang mengelilingi rumahnya telah menyambutnya. Kanopi pepohonan perlahan terbuka, membiarkan cahaya masuk untuk menuntun sang gadis ke kedalaman hutan.

Hutan Burung Hantu. Begitulah para warga kota menyebut hutan misterius ini. Nama yang tak indah dan justru menonjolkan kengerian. Namun, sang penghuninya tak begitu mempedulikannya, selama mereka tak mengusik hutan ini.

Beberapa langkah setelah ia keluar dari rumahnya, perasaan tak nyaman langsung menggerayangi tubuhnya, terutama dadanya. Seketika ia pun langsung tahu jika ada sesuatu yang tak beres menantinya. Arahnya dari pintu masuk hutan. Dengan perasaan khawatir bagaikan seorang ibu, gadis itu bergegas menuju ke sumber kegelisahannya.

***

Asap membumbung dari api yang membakar daging seekor Serigala Hutan. Tidak seperti daging sapi atau rusa, daging seekor karnivora memiliki rasa dan tekstur yang benar-benar berbeda. Mereka yang membunuh serigala itu, menyadari akan hal ini.

Pria dengan luka di mata kirinya memiliki nama, Pembunuh Iblis sedangkan saudaranya yang memiliki luka di pipi kanan bernama Pembunuh Naga. Mereka berdua adalah pembunuh bayaran yang terkenal di negeri padang bunga, Aruindale. Semua orang membayar mereka untuk membunuh, menjaga atau mengancam pihak lain. Darah dan kematian sudah menjadi hal yang wajar dalam pekerjaan mereka.

"Kenapa lama sekali matangnya!? Aku lapar!" rengek pria lain dengan setelan jas mewah. Rambut pirangnya tampak licin dan berkilap, karena ia selalu mengolesnya dengan minyak rambut semenjak mereka memasuki hutan.

"Berisik! Jika kau bukan pedagang yang membayar kami, pedangku sudah pasti akan mendarat di lehermu," bentak Pembunuh Iblis yang sibuk membersihkan bilah pedangnya yang kotor akan darah serigala.

Sementara saudaranya, bertugas mengawasi sekitar jika ada serigala lain yang datang atau makhluk buas lainnya. "Tuan Rowley, kau ingat dengan perjanjiannya kan? Bayarannya dua kali lipat setelah menemukan hartanya."

Mendengar soal uang, Rowley langsung bangkit dengan penuh emosi. "Aku tak bilang dua kali lipat!"

"Hutan ini ditetapkan Kawasan Terlarang oleh raja, jadi tidak hanya Serigala Hutan saja, jika ketahuan, kami juga harus menghadapi pasukan kerajaan, tahu!"

"Jangan lupa kasus orang hilang dan lupa ingatan juga terjadi di hutan ini. Tugas yang kau berikan ini sangat beresiko," tambah Pembunuh Iblis. "Kami tak ingin bayaran yang kau berikan tak sebanding dengan resikonya."

"Aku mengerti, aku mengerti!" ucap pedagang itu merajuk di depan daging yang hampir matang.

Atmosfer berubah menjadi suram dalam sekejap, memecah kericuhan antara pembunuh bersaudara dan pedagang. Udara menjadi setipis rambut kedua pembunuh bersaudara tersebut. Pembunuh Iblis dan Pembunuh Naga langsung menghunus pedang mereka dan mengelilingi Rowley. Baru kali ini mereka merasakan aura yang bahkan sampai menusuk ke tulang. Aura yang membuat mereka tidak tenang, seperti berada di kegelapan. Rasa takut sudah jelas reaksi paling normal saat ini. Ketakutan pada ketidaktahuan itu sendiri.

Mereka pun melihat ke sekitar, menunggu sesuatu muncul dari balik bayangan hutan yang tak tertembus sinar matahari.

Sebuah bayangan seperti tangan yang panjang melesat melalui tanah, mengikat kaki Rowley dengan erat lalu menariknya. Tangan Rowley berusaha menggapai apa saja yang ada di dekatnya, lalu dia berhasil berpegangan pada sebuah batu yang tertanam cukup dalam di tanah. "Tolong aku! Kalian berdua, cepat tarik aku! Dasar bodoh!" ia berteriak selagi bayangan tersebut berusaha menariknya.

Dua bersaudara itu hanya berdiam diri, menatap Rowley yang semakin lama semakin tak kuasa menahan tubuhnya. Lalu, bayangan tersebut menariknya dengan kekuatan yang luar biasa hingga membuat kuku jari Rowley terlepas dan meninggalkan jejak darah sepanjang tanah. Pedagang itu pun berakhir ditelan kegelapan yang tak berujung.

Sementara Pembunuh Naga dan Pembunuh Iblis hanya bisa menelan ludah dan melihat kengerian yang terjadi di depan mata. Mereka memasang kuda-kuda dan mengarahkan pedang di depannya. Kali ini bukan bayangan, sesosok gadis bermata biru berjalan menghampiri mereka dari balik pepohonan memakai jubah hitam yang dilengkapi dua bulu panjang di tudungnya yang menyerupai kepala burung hantu.

Saat cahaya mengungkapkan wajah gadis yang tersembunyi, tubuh kedua petarung itu menjadi kaku tak bergeming. Wajah yang indah juga mengerikan. Pembunuh Iblis memaksa dirinya untuk menerjang ke depan dan melayangkan pedangnya ke arah gadis tersebut. Sejumlah tangan bayangan sama seperti tadi muncul dari bayangan gadis itu sendiri, lalu menepis serangannya dan melemparkan tubuh Pembunuh Iblis ke pohon.

Selagi Pembunuh Naga mempersiapkan anak panahnya, Pembunuh Iblis bangkit kembali dan melancarkan tebasan berulang-ulang yang sia-sia. Gadis itu berhasil menghindari semuanya dengan mudah. Sekali lagi, tangan bayangan menghempaskan Pembunuh Iblis. Gadis tersebut terkejut, saat persis di depannya muncul sebuah anak panah.

Dalam sekejap, gadis itu menghilang dan anak panahnya justru tertancap di sebuah pohon. Mata Pembunuh Naga melebar saat melihat saudaranya yang tergeletak di tanah, namun ia tak melihat gadis tersebut.

Sebelum Pembunuh Naga sempat bereaksi, sebuah tangan mencengkeram kepalanya. Energi hitam keluar dari tangan itu dan menyesap masuk ke tubuh Pembunuh Naga, ke jiwanya. Seketika tubuhnya tak bisa digerakkan, seolah-olah tak ingin mematuhi perintahnya. Ia hanya bisa melihat ekspresi gadis tersebut yang dingin bagaikan es, tetapi juga dalam bagaikan kegelapan itu sendiri. Misi pencarian sebuah harta pun berakhir.

Beberapa hari setelahnya, para petugas kota yang sedang berpatroli menemukan kedua bersaudara itu tak sadarkan diri di padang rumput. Saat mereka ditanya kenapa bisa ada di tempat ini, mereka tidak mengingat satupun hal yang terjadi. Namun, catatan kejahatan mereka sudah tercatat dalam arsip dan mereka pun berakhir di letakkan dalam penjara. Saat kepala penjaga bertanya apakah masih ada yang lainnya, anak buahnya mengatakan dengan tegas, "Hanya itu saja, Pak. Kami tidak menemukan yang lainnya."