BAB 16 : Cinta terkadang gila

Waktu ini adalah siang hari pukul 13:00, para murid sudah menyelesaikan pelajarannya, tiba saatnya bel pulang sekolah berbunyi, para murid mulai berhamburan keluar.

"Sak gimana enak di hukum?." Ledek Gara dengan ekspresi menyebalkan bagi saka

"Diem setan!." Saka berjalan kearah bangkunya untuk mengambil tasnya

Tadi selama tiga jam pelajaran bahasa, saka dihukum berdiri di depan kelas, karena saka tidak mengerjakan tugas.

Seperti biasa saka memang selalu mendapatkan hukuman, entah karena telat, tidak mengerjakan tugas, bahkan pr pun tidak.

Bagi saka dia tidak peduli dengan hukuman, jika diberi ya sudah maka terima saja dan jalani, begitulah pikir prinsip saka bersekolah.

"Woy sak gua pengen ke rumah lu dong, awal kita kenal sampai sekarang gua belum pernah datang ke rumah lu." Ujar Gara, ikut berjalan beriringan dengan saka

Jika bertanya di mana Ronal tentunya dia sedang bersama pacar barunya itu.

"Lain kali aja, gua gak akan di rumah bakalan sibuk." Balas Saka

"Alasan aja lu!."

"Emang lu mau maen ke rumah gua, karena apa?." Tanya saka, saat ini dia sedang berjalan ke prakiraan untuk mengambil motornya.

"Lu ada game gak?."

"Gak ada."

"Berarti kerjaan lu di rumah ngapain aja, emang lu gak ada PS gitu?."

"Gak main."

"Gak seru lu sak." Gara merasa kesal dengan jawaban saka yang selalu mengatakan tidak.

"Udah tahu, ngapain lu ngikutin gua?." Ucap saka yang sudah berada dekat motornya

"Yaudah gua mau balik!." Ketus gara, meninggalkan saka di parkiran

"Dasar ngambekan!" Sindir saka, lalu naik ke motornya dan ingin memakai helm tapi ada yang memanggilnya seperti ya kesal.

"Lu saka kan!." Ternyata dia seorang siswi, jika saka lihat mungkin kakak kelasnya.

"Hm."

"Gak usah sok akrab lu ya ama Evans, lu itu cuma anak brandal gak pantes bersanding ama Evans paham!." Tegas perempuan itu, memberi tatapan kesalnya pada saka

Wait bersanding?

Saka yang tidak percaya dengan ucapan orang di depannya ini, bersanding, apa yang orang ini katakan di pikir pasangan yang mau nikah!.

"Tunggu dulu, kak denger ya gua brandal gini tapi tahu sopan santun, gak kayak kakak yang tiba-tiba cari masalah ama orang, kenal kagak!."

Perempuan itu menggertak giginya, saka memancing emosinya ternyata.

"Lu itu orang rendahan, yang gak pantes sekolah di sini."

Apa lagi ini tiba-tiba mengalihkan topik, sungguh saka yang mendengarkan celotehan orang ini malas untuk meladeninya.

"Awes aja lu deket-deket lagi ama si Evans, dasar uke gak tau diri." Setelah mengatakannya perempuan itu langsung pergi.

Saka masih tetap diam dengan menatap kepergian perempuan itu.

Uke? Maksudnya orang itu mengira saka adalah gay, terus berada di pihak bawah memang sudah gila pikiran perempuan itu, sekali pun dia gay mana mungkin saka mau menjadi bottom ya.

"Cewe gak jelas.!" Cibir Saka, lalu naik ke motornya dan memakai helm, meninggalkan area sekolahan.

Sekitar pukul 15:10 sore!

Bertanya tentang saka, maka jawabannya dia sedang memasak di dapur saka sedang membuat puding buah, ia melakukan itu karena bosan saja, sekali-kali memasak tidak apalah walaupun ia seorang laki-laki, tidak apa juga.

"Kira-kira kalo papa di rumah dia akan melakukan apa ya, seperti sore hari ini ?." Guma saka sambil berkutat dengan aktivitasnya

"Aku rindu dengan masakan papa, bisa tidak ya jika aku memasak yang sama rasanya seperti masakan papa?."

Mungkin untuk orang lain sikap saka yang seperti ini, tidak mungkin ada, bedanya saat saka bersama temannya maka akan terlihat bar-bar, jika di hadapan gurunya saka memilih menjadi nakal, jika dengan orang yang lebih dewasa maka saka akan tahu bersikap dewasa juga, ada pun saat seseorang tidak tahu berbicara atau bersikap sopan santun pada dirinya maka saka juga akan mengikuti tindakan itu.

Saka bisa di kenal dengan sikap yang tidak peduli terhadap hal-hal yang terjadi padanya, jika seseorang membencinya saka tidak akan peduli, jika seseorang mencacinya saka tidak akan peduli, saat seseorang menghinanya saka akan memilih diam dulu jika sudah kelewatan maka saka akan membalasnya, apa bila kebaikannya di injak-injak saka akan lebih memilih membiarkannya dulu, baru bertindak.

Begitulah, saka bisa menjadi orang asik jika lawan obrolannya sefrekuensi dengannya, saka bisa asik pada siapapun tapi sebenarnya saka hanya berpura-pura, meiyakan lawan obrolan barunya, karena saka akan memperhatikan dulu, jika sesuai dengan kenyamanan dalam obrolan maka saka akan menjadi orang terbuka.

Lupakan tentang itu, beralih pada saka yang sudah selesai dengan pekerjaannya, tinggal menunggu saja.

Tok tok tok...

Saka yang baru selesai mencuci piring dan gelas, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, saka langsung melangkah untuk membukakan pintunya.

Orang yang ternyata berkunjung adalah Evans, seperti biasa menampilkan seulas senyuman, dan membawa sesuatu di tangannya.

"Ada apa lu ke rumah gua?." Tanya Saka

Evans terlihat gugup dan ragu, saka yang sedang menunggu langsung merasa kesal, lama sekali untuk menjawabnya.

"Ngomong atau gua tutup ini pintu!."

"Saya minta maaf karena sudah." Dengan penuh kegugupan Evans mejeda ucapannya.

"Minta maaf, karena apa?." Saka mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Evans.

"Semuanya..." Lirih Evans, langsung menjatuhkan tubuhnya dengan sigap saka langsung mendekap tubuh Evans agar tidak terjatuh.

"Woy lu ngapain segala pingsan gini!." Panik saka, langsung memapah Evans menuju sofa.

Dengan perlahan saka merebahkan tubuh Evans di sofa, Evans terlihat seperti sakit, saka mengambil sebuah tas belanja kecil di tangan Evans dan meletakkan di meja.

Saka menyentuh kening Evans, tidak panas itulah yang dirasa oleh tangan saka, tapi kenapa Evans terlihat kesakitan.

"Lu kenapa Vans, sakit kepala?." Entah dijawab atau tidak dengan Evans.

"Sakit!" Lirih Evans, memegang kepalanya dan mencoba bangun

"Aduh, kalo lu sakit ngapain ke rumah gua di pikir ini tempat kesehatan, sakit itu ke rumah sakit bodoh!." Saka mengacak rambutnya, bingung harus melakukan apa.

"Sakit."

"Gua gak punya obat sakit kepala lagi, gimana ini, lu sih Vans!."

"Saka" Dengan suara lemah, Evans meraih tangan Saka

Saka di tarik tangannya langsung terjatuh di atas tubuh Evans, saka menimpa bidang dada Evans, sedangkan Evans langsung mendekap erat tubuh saka.

"Woy woy, lu ngapain bangke!" Saka mencoba bangun tapi langsung di dekap oleh Evans, wajah saka menumbur bidang dada Evans lagi, dan mencoba menggeser kan kepalanya kesamping.

"Aku rindu saka!." Ucap Evans, dengan wajah sayunya

What?

Mendengarkan perkataan Evans barusan, membuat Saka langsung tersadar sesuatu.

"Heh ehh, gua gak gay ya lepasin Vans!." Berontak saka mencoba lepas dari dekapan Evans.

"Tidak mau!." Ucap Evans dengan suara terdengar manja, langsung memberi kecupan pada kepala saka.

Cup!

Bukannya salah tingkah seperti kebanyakan cerita, saka malah memberontak terhadap perlakuan Evans, segera saja saka meloloskan diri dari dekapan Evans.

"Lu gay Vans!." Saka terlonjak kaget dengan tindakan Evans itu

Evans bangkit dari sofa, dan duduk dengan ekspresi ngambeknya, mengerucutkan bibirnya dan juga tatapan tidak terima.

"Geli gua liatnya." Saka berada di posisi berdiri, dan menatap horor Evans

"Rindu saka!"

"Hah lu gay Vans, kalo lu bener gay jangan ama gua cari yang lain aja, jangan aneh-aneh lu arghhh!." Ucap saka lantang, dengan ekspresi tidak bisa di artikan, menunjuk-nunjuk Evans masih tidak percaya.

Evans tidak menjawab dia terus terdiam melihat tingkah saka, yang terlihat seperti kehilangan akal sehat.

"Apa jangan-jangan lu deket ama gua, karena berita di sekolah itu?."

"Berita itu memang kenapa, apa ada orang yang mempermasalahkannya?." Ujar Evans, masih dengan nada suara lemahnya.

"Lu pikir gak ada masalah, gua tadi di marahin gak jelas ama kakak kelas bangsat, cuma gara-gara gua di rumor deket ama lu terus ada di bilang pacaran, gua di cap murid brandal bisa deket ama Evans yang memiliki popularitas yang tinggi dan itu GAK PANTES!." Bentak Saka langsung emosi mendengarkan ucapan Evans itu.

Evans yang mendengarkan itu, mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar, dia bangkit dari duduk dan menghampiri saka yang terlihat begitu emosi.

"Mau NGAPAIN, lu itu ngeselin tahu, tadi pas di sekolah lu juga bikin gua emosi sekarang lu lagi bikin gua emosi, dah beberapa kali lu bikin gua kesel karena SIKAP LU!." Saka berjalan mundur, masih dengan kekesalannya.

"Siapa yang memarahi mu?." Ucap Evans dengan suara berat dan mendominasi

"Ya gua gak tahu lah, yang penting dia cewe, jangan deket-deket lu!."

"Beritahu tahu namanya?" Evans terus menerus mendekati saka secara perlahan.

"Aduh!" Saka terus berjalan mundur sampai menumbur meja Televisi

"Siapa?." Saat sudah begitu dekat Evans menutup pergerakan saka.

Wajah antara mereka berdua semakin dekat, sampai-sampai hembusan nafas keduanya terasa, saka yang menghirup bau alkohol dari Evans, lalu menatap Evans dengan tatapan diamnya.

"Lu mabuk Vans, hahhh." Saka yang menyadari itu, menghembuskan nafasnya panjang, mencoba mengatur emosi, dan pikirannya.

Evans tidak berbicara, dia terus menatap lekat wajah saka yang tampan-tampan manis itu.

"Lu mabuk kenapa ke rumah gua hah?." Ujar saka, kembali terlihat biasa

"Aku merindukanmu."

"Jangan ngomong aneh-aneh, lu lagi mabuk jadi ayo duduk lagi." Saka mencoba menggeser tubuhnya, tapi langsung di peluk oleh Evans.

"Aku ingin bersamamu."

"Iya ya, sekarang kita duduk dulu gua ambil air minum dulu, lepas." Sambil menepuk-nepuk punggung Evans

"Tidak mau!." Mengeratkan pelukannya

"Vans nurut ama gua, asal lu tahu sikap lu yang kayak gini selalu bikin gua kesel ngerti!."

"Aku tidak mabuk, aku hanya ingin melihat saka."

"Vans gua bisa bikin lu mati pas keadaan mabuk kayak gini, jadi lepasin!." Dingin saka

Entah kenapa seperti beberapa hari lalu dan kemarin, Evans dengan refleks melepaskan pelukannya dan melangkah mundur, menatap saka yang memberikan tatapan yang ingin benar-benar membunuh, padahal Evans sering melihat hal seperti ini tapi ke saka malah membuat dia tidak bisa bertindak apa-apa dan hanya menurut, ada apa dengan dirinya?.

"Sekarang lu duduk, gua ambilin puding buat lu yang tadi gua buat, setelah ini lu lebih baik pulang buat istirahat, gua gak bisa ngurus lu."

"Entah kenapa kayak gini jadinya, tiba-tiba." Lanjut saka

Setelah berbicara seperti itu, saka melangkah pergi dari ruang tamu dan menuju dapur.

Evans menatap kekosongan, ada apa dengan dirinya, ada yang berubah, tiga sahabatnya mengatakan itu adalah cinta, tapi bagi Evans Cinta tidak penting semuanya akan datang saat kita memiliki segalanya seperti uang?.

"Bodoh!." Kata itu yang keluar dari mulut Evans, dia memukul kepalanya karena ada perasaan yang kecewa, itu membuatnya bingung.

Karena bingung Evans langsung melangkah pergi dari ruang tengah, keluar dari rumah saka dia merasa bingung, dan menghidupkan mobil lalu mengendarai mobilnya pergi dari perkarangan rumah saka.

Ini tidak mungkin, mana mungkin dia jatuh cinta apa lagi itu ke seorang laki-laki, Evans bimbang dia tidak pernah merasa hal seperti ini, saat mendengar ucapan dingin saka Evans langsung terdiam, pikiran dan kelakuannya tidak sejalan.

Lalu ke Saka!

Saka yang mendengar pintu yang tertutup lagi, dan suara mobil menjauh dari perkarangan rumahnya, berjalan kearah ruang tengah melihat ternyata Evans sudah pergi, ternyata tadi itu dia.

"Gua tau lu pasti bingung ama diri lu sendiri Vans, tapi gua harap lu gak akan terjebak karena keinginan lu." Guma saka

Dia berjalan ke arah sofa, duduk dan mulai memakan puddingnya, matanya tiba-tiba tertuju pada tas belanja kecil di meja, karena penasaran saka membukanya ternyata isinya sebuah jam?

"Apa buat gua?."

Saka kembali menutup kotak kecil itu, dan memasukkannya ke tas belanja itu lagi.

"Gua gak tertarik dengan hal cinta bahkan perasaan dan hubungan!." Guma saka

"Itu orang jadi aneh lama-lama, tiba-tiba muncul terus jadi gay astaga."

Mungkin benar saka tipe orang yang tidak mementingkan tiga hal itu, saat ini dia hanya ingin bersenang-senang tanpa ada, yang mengganggu waktu berharganya.