Agatha menutup pintu perlahan dan menuju ke arah Teja yang sudah tertidur lelap, barang belanjaan di letakkan di dekat meja rias. Bagian kaus yang Teja kenakan sedikit terbuka memperlihakan otot perut, sangat pas dengan otot tangan miliknya.
Di sana bisa terlihat sebuah luka jahitan berwarna ungu kehitaman yang dijahit tidak terlalu rapi, membuat Agatha mengurungkan niatnya dan melihat lebih dekat luka itu. Luka itu sangat panjang sekitar 30 cm. "Apa yang dia lakuin sampai bisa dapet luka begini besarnya?" tanya Agatha dalam hati, "apa jangan-jangan itu alasan dia gak meringis pas gue cubit di bagian perut kanannya ya?" Setelah terdiam agak lama Agatha langsung mundur beberapa lamgkah saat Teja mengubah posisi tidurnya ke arah miring.
"Gue biarin aja dia tidur dulu, biar kalau nanti malam gue jalani rencana gue gak merasa bersalah amat gitu," gumamnya, kemudian berjalan mengambil handuk di lemari dan membersihkan diri.
Saat sudah tinggal beberapa langkah masuk ke dalam kamar mandi langkah Agatha jadi terhenti, dia teringat sesuatu setelah mengatakan kata bersalah. Benar dia harus melakukannya karena sepertinya sudah keterlaluan.
***
Selesai mandi Agatha langsung pergi ke dapur. "BiMin, Agatha mau minta tolong buatin kue kering yang uwenak ya," pinta Agatha. BiMin berkerut dahi bingung dengan permintaan nona mudanya itu karena setau dirinya Agatha tidak terlalu suka makanan manis, takut gendut katanya.
"Kalau boleh BiMin tau buat apa, Non?" tanya BiMin masih sibuk memasukkan bumbu dapur ke makanan yang sedang dia buat di penggorengan.
"Ada, deh. Buatin aja pokoknya, ya." Agatha langsung pergi dari sana setelah menerima jawaban berupa anggukan dari BiMin. Sambil menunggu kue buatan asisten rumah tangganya yang sudah senior itu Agatha memutuskan untuk duduk di tepi kolam renang menikmati sore menjelang.
Pikiran Agatha melayang entah ke mana, dia mulai melamun. Segala kejadian beberapa hari ini berkelebat di pikirannya. Setengah jam berlalu dan Agatha masih bergeming di situ, sampai Agatha melihat pantulan seseorang yang tidak lain adalah asisten rumah tangganya yang masih muda.
"Non," panggilnya.
Agatha langsung mengeluarkan kakinya dari kolam renang, berbalik dan kemudian menyodorkan tangannya "Mana sini udah jadi 'kan?"
Asisten rumah tangga itu mengangguk kemudian menyerahkan kue kering yang masih terasa hangat saat di pegang. "Makasih," ucapnya sebelum pergi ke depan. Agatha mencari ke sana-ke mari sosok seseorang, dan akhirnya ketemu juga seorang lelaki paruh baya menggunakan baju seragam pak supir ala orang kaya, dia sedang bermain catur bersama security.
"Pak," panggil Agatha membuat kedua lelaki itu berdiri saat melihat nona muda mereka memanggil, mereka menghentikan permianan catur mereka.
"Iya, kenapa, Non?" tanya mereka serempak.
"Ini kue buat Pak supir, dimakan bareng pak satpam boleh." Agatha meletakkan kue itu di meja kecil yang ada di samping papan catur, di sana sudah ada kopi hitam juga. Agatha langsung masuk ke dalam, dia tersenyum kecil karena rasa bersalahnya saat membentak pak supir sudah hilang karena dia minta maaf dengan cara memberikan kue itu.
Agatha langsung ke kamar saat melihat Andre yang masih asyik dengan buku tebal di tangannya, dia masih sebal dengan ayahnya itu.
Saat masuk ke kamar Teja sudah tidak ada di tempat tidur, dengan rambut basah Teja ke luar dari kamar mandi. "Non," panggil Teja membuat Agatha melotot. Dia langsung ke luar kamar dan menutup pintu.
"Gak malu loe pakai baju dong! Jangan mentang-mentang perut kotak-kotak dipamerin!" teriak Agatha dari luar kamar. Dia merosot ke lantai sambil memegang jantungnya yang tidak aman, dia memang sering melihat perut kotak-kotak di internet tapi tidak Agatha sangka bahwa melihatnya secara langsung terasa berbeda. Apalagi dia sama sekali tidak punya pengalaman percintaan kecuali cinta monyet semasa SMA dulu.
"Gila, ngapain juga gue deg-degan gue 'kan benci sama dia!" Agatha mencoba membuat dirinya sadar. Dia langsung berdiri kembali, "perut kotak-kotak sialan!" umpatnya karena memang dia suka pria berperut six pack.
***
Malam menjelang, semua makan di meja makan termasuk para pekerja di rumah Agatha. Andre memang tidak membeda-medakan orang, lagi pula hal ini membuat meja makan mereka terasa ramai. Dalam diam mereka makan, hanya dentingan sendok dan garpu yang berpadu dengan piring terdengar.
Sesekali Agatha melirik Teja, baju yang kebesaran di tubuhnya tidak mampu menyembunyikan otot lengannya membuat lengan baju berwarna kuning gading itu menjadi padat.
"Cih," cicit Agatha sambil menusuk-nusuk sendok garpu ke daging ayam yang sedang dia makan dengan sadis. "Liat aja malam ini gue buat loe menderita!"
Usai makan malam Agatha melihat ponselnya dan menelepon sekretarisnya--Aqilla untuk membicarakan pekerjaan. Setelahnya dia celingukan dari bingkai pintu melihat belum ada tanda-tanda Teja datang. Segera Agatha mengunci pintu dan kemudian menyiapkan seluruh persiapan untuk rencananya malam ini.
"Non." Tiga kali suara ketukan pintu terdengar membuat Agatha membukanya dengan cepat.
"Teja, minta tolong carikan ikat rambut gue di balkon dong. Tadi gue liat pemandangan di sana eh hilang lagi ikat rambut gue," pintanya saat melihat wajah Teja. Teja mengangguk, kemudian langsung menuju ke balkon tanpa melihat hal lain saat berjalan ke sana.
Setelah merasa posisinya pas, Agatha menarik tali panjang dan ember di pintu balkon membasahi Teja. Pintu juga tertutup bersamaan dengan itu, dia langsung menguncinya saat Teja masih berdiam diri di tempat karena masih kaget.
"Selamat malam pertama di luar," ujarnya sambil tertawa. Teja hanya menandang Agatha dengan wajah datar. Dia tidak terlalu merasa bersalah karena sudah membiarkan Teja ikut perawatan dengan alasan agar tidak malu-maluin, tidak hanya itu baju formal berupa jas juga dia yang membelikannya.
Teja hanya diam, dia mencari cara turun dari balkon lantai dua itu tapi terlalu tinggi dan tidak ada sesuatu yang bisa membantu. Akhirnya Teja terpaksa tidur di lantai dingin balkon dalam keadaan basah kuyup.
Udara malam yang menusuk menemani Teja tidur di balkon itu. "Mungkin karena aku ini berharap terlalu banyak kali ya, jadi ini hukumannya," gumam Teja sambil mencoba memejamkan mata.
Saat tengah malam Agatha terbangun karena panggilan alam, selesai dari kamar mandi dia melihat Teja yang sudah tertidur dengan memeluk dirinya sendiri dan gigi bergemeletuk. "Rasain, yang penting gue dah kasih barang buat loe buat minta maaf," lirihnya kemudian kembali tidur.
Menjelang subuh barulah Agatha kembali membuka pintu balkon itu. "Bangun, Teja bangun!" serunya. Teja membuka mata perlahan karena mendengar suara itu.
"Iya, kenapa, Non?" tanyanya sambil mengucek mata.
"Udah sana tidur di bawah udah gue siapin tempat tidur lipet di bawah." Agatha agak mundur saat Teja melangkah ingin menuju ke dalam, "inget ya, jangan kasih tau hal ini sama siapapun terutama ayah, awas aja kalau gak!" ancam Agatha tepat di kuping Teja. Teja mengagguk dan menuju ke kamar mandi.
Rencana Agatha malam ini sukses, malam pertama yang tertunda menjadi sangat kacau.