Suara derap langkah kaki terdengar di dalam sebuah gedung terbengkalai, mereka berjalan lebih dalam memasuki gedung tersebut. Hingga tepat di dalam tengah gedung, di depan sana sudah berdiri beberapa orang dengan tubuh tinggi besar. Dan di sebuah sofa yang sedikit usang, duduk seorang pria paruh baya dengan angkuhnya.
"Oho akhirnya anda tiba juga Mr. Ortega." sapa seorang pria paruh baya tadi, saat melihat beberapa orang yang barusan tiba.
"Hm, aku membawa apa yang ku janjikan." seseorang yang disapa Mr. Ortega tadi memberikan kode pada para bawahannya yang masing-masing tengah menggendong dua orang gadis yang dengan keadaan terikat, mata tertutup kain hitam dan bibir terdapat lakban hitam yang menempel.
"Taruh di bawah." perintah Mr. Ortega pada bawahannya, mereka menurut. Dengan perlahan meletakkan dua gadis tadi di lantai, pria paruh baya itu menyeringai.
"Hm, kelihatannya ini lebih special dari sebelum - sebelumnya." pria paruh baya tadi menyilangkan kakinya dengan angkuh, menatap menelisik ke arah barang spesial itu.
Mr. Ortega mengangguk, ia menatap datar orang dihadapannya yang mulai berjalan menuju barang yang ia bawa. Dapat ia lihat pria paruh baya itu berjongkok di hadapan barang - barang yang ia bawa.
"Oh, ini jauh lebih cantik dari sebelum - sebelumnya Mr. Ortega." pria paruh baya tadi menarik dagu seorang gadis yang Mr. Ortega bawa, benar barang - barang yang dimaksud adalah dua orang gadis cantik.
Pria paruh baya tadi terdiam, kedua alisnya menukik tajam menyiratkan sesuatu "T-tunggu-"
"Oh anda sudah sadar tuan." Mr. Ortega menyahut dengan senyum mengejek yang tersemat di bibir tipisnya, bertepatan dengan itu muncul banyak orang berpakaian hitam dengan sebuah penutup wajah yang menutupi sebagian wajah mereka.
Pria paruh baya itu terkejut bukan main, wajahnya memucat menampilkan raut ketakutan. Ia terduduk, kedua gadis tadi berdiri melepaskan ikatan tali yang menjerat mereka dengan mudahnya. Keduanya merenggangkan tubuhnya karena merasa sedikit sakit dikarenakan terlalu lama duduk.
"Ah sangat melelahkan ne, Yena." gadis berambut silver kekuningan itu menatap gadis berambut merah jambu keunguan di sampingnya.
"Heum, kamu benar Daphne." gadis merah jambu keunguan yang dipanggil Yena atau Cayena itu menatap pria paruh baya di depannya dengan malas "kenapa anda terlihat ketakutan sekali tuan Weber? Bukankah anda sama sekali tidak takut pada apapun bahkan Tuhan sekalipun." Cayena menyeringai setelah menatap wajah pucat pria dihadapannya.
"Jangan bermain - main dengannya Yena, kamu tidak lihat seberapa takutnya dia." seorang berambut pirang kehijauan panjang dengan pakaian yang sama seperti orang - orang yang mengepung itu, berjalan mendekati rekannya tadi "oh lama tak berjumpa Daria."
"Ya ya, lama tak jumpa juga Yena. Aku bawakan senjata kalian." Daria melempar dua buah senjata ke arah masing - masing rekannya "terimakasih." ucap Yena tulus.
"Aish sudahi basa - basi kalian, tidak lihatkah wajah ketakutan si Weber itu." gadis berambut coklat kehitaman yang diikat dua itu berteriak dari arah belakang mereka.
"Caroline pelan kan suaramu, bisa - bisa penjaga si Weber datang lagi, kita tidak tahu pasti berapa jumlah mereka." Caroline memutar bola matanya malas "ya ya ya baiklah nona Dorothy."
Dorothy menggeleng pelan, ia menatap ke depan dimana sekarang tuan Weber sudah berdiri tegak "heh, kalian fikir aku takut? Ahahahaha lucu sekali. Tentu saja tidak." pria itu mengangkat salah satu tangannya seperti membuat sebuah tanda.
"Kurasa pria tua itu punya rencana." Caroline berbisik kepada Dorothy yang diangguki oleh gadis berambut indigo kemerahan itu "yah....apapun itu tidak akan berhasil."
Tuan Weber menjentikkan jarinya, kemudian muncul puluhan orang bertubuh tinggi besar dengan sejata lengkap yang mereka bawa "yah, sekarang siapa yang dikepung siapa heh." tanyanya dengan disertai nada mengejek tentu saja.
"Hah, bagaimana pun itu kami tidak peduli." Cayena menghendikan bahunya acuh sebelum menerjang salah satu bawahan tuan Weber. Ia menancapkan pedang flammard miliknya tepat di leher orang itu.
Melihat kejadian itu tentu saja bawahan lain dari tuan Weber tidak tinggal diam, pertarungan di bawah kegelapan malam itu tidak dapat dihindari. Suara tembakan juga sayatan dari bilah pedang terdengar nyaring di dalam gedung terbengkalai itu.
Daphne berdiri tegak saat dirasa dirinya terkepung oleh sekitar sepuluh orang dengan masing - masing membawa sebilah pisau "ah...pisau sekecil itu tidak akan bisa melukaiku." Daphne menerjang salah satu pria itu kemudian menebas lehernya dengan sekali tebasan. Setelah pria itu tumbang ia kembali berdiri, mengusap wajah cantiknya yang terkena cipratan darah "let's stop it right now bastard."
Dorothy memiringkan badannya saat sebuah peluru hampir mengenai dirinya "aku paling benci dengan darah di tubuhku, jadi kita akhiri ini sekarang." Dorothy berlari sangat cepat ke arah pria yang baru saja mengarahkan tembakan kepadanya. Dengan sekali tebasan katana miliknya, pria itu sudah tidak bernyawa lagi.
Caroline dan Daria saat ini tengah di kepung keduanya saling melirik seolah memberi sebuah kode, mereka berhadapan. Daria menembak salah satu pria di belakang Caroline dengan senapan Colt 1911 miliknya, ia menarik Caroline mendekat seolah tengah berdansa.
Caroline menendang tangan musuhnya hingga senapan yang dibawa pria itu terjatuh, ia memanfaatkan keadaan itu dengan menembakkan peluru smith & wesson 500 magnum miliknya "tidak buruk juga kita selalu berlatih berdansa bersama Daria."
"Benar, ini sangat berguna hahaha."
.・゜-: ✧ :- 𝕄𝕀𝕊𝕊𝕀𝕆N -: ✧ :-゜・.
"Tuan Weber telah tiada Utsukushī oni - sama." seorang pria berjas mendunduk kepada seseorang di balik tirai yang ia panggil Utsukushī oni - sama itu.
"Oh? Itu bagus, aku memang berencana akan membunuhnya. Tapi karena dia sudah mati itu mempermudah diriku, aku paling tidak suka penjilat dan pedagang manusia. Habisi keluarganya sampai tidak tersisa satupun, kejar mereka bahkan sampai ke liang kubur sekalipun." suara merdu dari seseorang yang dipanggil Utsukushī oni - sama itu mengalun bagaikan lonceng kematian.
Pria itu membungkuk memberi hormat sebelum pergi dari hadapan pemimpinnya "ngomong - ngomong panggilkan tim Teivel kemari."
"Baik Utsukushī oni - sama."
Setelah pria tadi menghilang dari balik pintu, seseorang di balik tirai itu menghela nafas panjang sebelum menatap lurus kedepan dengan pandangan menusuk.
Tak lama, dari balik pintu muncul 10 orang pemuda dengan rambut yang berbeda warna. Ke sepuluhnya menunduk sedikit memberi salam "apa kalian sudah mengerjakan apa yang aku perintahkan minggu lalu?." suara merdu tadi mengalun kembali di dalam ruangan itu.
"Maaf Utsukushī oni - sama. Kami mengalami sedikit masalah, karena target kita juga cukup cerdik" si rambut pirang kehitaman menundukkan kepalanya seolah menyesal atas kesalahan yang mereka perbuat.
Seseorang dibalik tirai itu melempar gelas berisi ocha panas ke arah depan, tepat mengenai kepala si rambut perak yang kebetulan berada di tengah "baru kali ini kalian hampir gagal menjalankan misi, bukankah aku sudah memberi tahu kalian apa saja kelemahan bajingan itu dan bagaimana cara mengelabuinya."
"Maaf Utsukushī oni - sama, kami lalai dalam mendengarkan nasihat anda." giliran pemuda berambut putih lurus yang menunduk dalam.
"Kali ini aku maafkan, lain kali kalian akan menyesal karena tidak mendengarkan nasihat ku. Pergi untuk membuat strategi lagi. "
"Baik Utsukushī oni - sama, kami permisi."
Seseorang di balik tirai hanya diam, setelah memastikan kepergian 10 orang tadi dirinya berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan keluar dari balik tirai, membuka kain penutup yang menutupi sebagian wajahnya. Menampilkan seorang wanita cantik dengan surai merah jambu kehitaman indah miliknya.
"Sejauh ini berjalan sesuai rencana."