Percobaan Bunuh Diri

Salah seorang lelaki berlari cepat memasuki gedung kantor. Mendesak di dalam lift dan menuju lantai paling atas gedung perusahaan itu. Ia harus menyelamatkan remaja itu, mana mungkin remaja itu bisa bunuh diri di perusahaan ini. Ia akan dilihat banyak orang dan bisa membuat gempar Negara ini.

"Brengsek lo Dion … Lo gak tau betapa cintanya gue sama lo. Atau lo tau tapi lo gak pernah peduli sama gue. Udah berapa lama gue dikhianati sama lelaki brengsek kayak elo dan gue baru tau sekarang. Aakhhhh …, gue adalah cewek yang paling menyedihkan di dunia ini. Gue kehilangan Papa, kehilangan seluruh aset keluarga, juga kehilangan elo yang gue cinta," ujar Amanda terpukul, ia semakin terisak saja. "Gue cewek lemah, gue gak akan kuat dengan semua ini …."

Lelaki itu tidak mengatakan apapun atau mengajak Amanda berbicara. Ia langsung saja melangkah pelan menuju Amanda agar tidak ketahuan oleh wanita itu. Dengan gerakan cepat lelaki itu merengkuh pinggang Amanda menariknya ke belakang menjauh dari pinggiran gedung.

Amanda terkejut,kini ia berada di dalam pelukan lelaki itu. Pandangan mereka bertemu, dan sesuatu yang spesial itu terjadi lagi pada lelaki itu layaknya saat melihat Amanda pertama kali di toko roti tadi. Mata indah itu terlihat begitu sayu, memerah dan terluka. Hidung kecil mancungnya pun tak kalah memerah, remaja ini benar-benar terluka. "Kamu kuat …," katanya pelan.

Amanda tersandar, ia memberontak menjauh dari lelaki itu.

"Astaghfirullah," lelaki itu mengucap kata ampunan. Ia sadar akan perlakuan berlebihannya pada wanita yang ditolongnya.

"Kamu …," Amanda bingung mengingat siapa lelaki yang telah mengganggu kegalauannya di rooftop ini. "Ngapain Bapak narik-narik saya? Bapak mau ngapa-ngapain saya ya?"

"Kamu mau bunuh diri. Semua orang yang berada di bawah panik melihatmu," jawab lelaki itu jelas.

"Siapa yang mau bunuh diri? Saya? Duh, Bapak jangan ngaco deh, biar penampilan saya begini agama saya islam loh Pak."

"Jadi … bukan mau bunuh diri?"

"Amit-amit … saya masih mau sukses," jawab Amanda sebal. Padahal ia ke tempat ini karna ingin sendirian. Kenapa lelaki ini malah datang mengganggu kesendiriannya. Ia melangkah untuk turun dari gedung, sudah tidak berselera lagi berteriak dari atas gedung itu.

"Hai!!! Tunggu!"

Amanda menoleh, helaan nafas sebalnya menandakan ia bertanya 'Ada apa lagi?'

"Namaku Yusuf," kata lelaki itu tersenyum kaku.

Amanda tidak peduli, ia membalikkan pandangannya melanjutkan langkah turun dari gedung perusahaan itu dan pergi.

"Siapa namamu?" tanya Yusuf menyaringkan suaranya.

Amanda menarik nafas sebal, "Amanda," jawabnya datar tetap melanjutkan langkahnya.

Siapa sangka jika ternyata di bawah sana sudah banyak wartawan yang berkerumunan ingin mendesak masuk ke dalam kantor perusahaan. Para security sibuk menahan mereka agar tidak mengganggu karyawan yang sedang bertugas. Nantinya, para wartawan itu hanya akan menambah masalah saja jika ikut masuk ke gedung perusahaan.

Para wartawan berteriak histeris ketika menyaksikan Amanda diikuti oleh Yusuf di belakangnya datang menuju pintu keluar. Mereka pasti ingin mewawancarai terkait dengan perencanaan bunuh diri yang dilakukan Amanda tadi. Padahal semua itu salah paham, ia hanya sedang mencari kesendirian dan melepas segala masalahnya di sana.

Yusuf mendorong punggung Amanda untuk kembali memasuki lift. Tidak mungkin mereka akan terbebas dengan mudah melalui para wartawan itu. "Ikut aku dulu! Atau kamu akan terkenal dengan cara tidak baik secara mendadak di publik."

"Emangnya Bapak mau bawa saya ke mana?"

"Ke ruanganku untuk beberapa waktu ke depan. Setelah itu kita akan keluar gedung ini."

"Gak. Nanti Bapak malah ngapa-ngapain saya."

"Tidak akan," jawab Yusuf tegas. Tetap membawa Amanda ke ruangannya.

"Tapi saya harus pulang Pak. Saya masih harus masak dan beres-beres rumah, kasihan kalau mama saya pulang harus mengerjakan pekerjaan rumah lagi nantinya. Saya mau pulang saja …," kata Amanda menolak tawaran Yusuf, kembali menekan tombol lift ke lantai bawah.

"Baiklah, sebaiknya kita lewat pintu lain saja."

Amanda mengerutkan keningnya. Tapi tawaran ini lumayan bagus, ia bisa terbebas dari wartawan-wartawan itu.

Amanda dan Yusuf melangkah pelan bak maling yang ingin mencuri barang-barang berharga. Para staf karyawan tidak mengatakan apa-apa, mereka malah panik takut bos mereka ketahuan oleh para wartawan itu.

"Aku izin pegang tangan kamu, ini darurat," kata Yusuf menarik tangan Amanda berlari menuju mobilnya yang terparkir sembarangan saat tadi terburu-buru menyelamatkan Amanda.

"Itu … Itu remaja yang mau bunuh diri …."

Amanda panik. Yusuf segera membuka pintu mobil menyuruh Amanda untuk masuk. Dengan cepat ia menyusul masuk, menekan pedal gas mobilnya melaju meninggalkan gedung perusahaan itu. Para wartawan kecewa, mereka tidak dapat mengimput berita hebat hari ini. Seorang siswi SMA ingin bunuh diri dan ditolong oleh CEO pemilik gedung perusahaan tempat kejadian itu terjadi.

Di dalam mobil Amanda hanya terdiam tanpa mengatakan apa-apa. Dalam suasana yang sunyi membuatnya kembali mengingat kehidupannya. Papanya yang meninggalkannya, mamanya yang kesulitan mencari penghasilan dan Dion yang diam-diam ternyata berselingkuh darinya. Semua kembali lagi berputar begitu menyakitkan.

"Di mana rumahmu?"

Amanda menoleh kea rah Yusuf. "Eh, ga perlu Pak. Saya bisa pulang sendiri."

"Kamu sudah di mobilku, biar sekalian saja."

Amanda tampak berfikir, "Jalan Soeharto, perumahan Anggrek Putih nomor 51."

Yusuf mengangguk mulai melajukan mobilnya ke alamat yang dikatakan Amanda. Ia tidak perlu menanyakan kembali detail alamat pada Amanda karna Yusuf mudah saja menghafal ucapan Amanda.

"Menangis saja kalau kamu ingin menangis Amanda."

Amanda menatap Yusuf bingung. Untuk apa lelaki itu ikut campur dengan urusannya sejak tadi, ia tidak perlu sok peduli karna ia bukan siapa-siapa bagi Amanda. Hanya orang baru dikenalinya saja tidak lebih. Tapi pernyataan Yusuf benar-benar malah membuatnya tidak bisa menahan air matanya. Ia terisak berkali-kali mengeluarkan segala perasaan luka di hatinya.

"Gue benci sama lo Dion …, gue janji lo bakalan nyesel seumur hidup karna udah mengkhianati gue," teriak Amanda di dalam mobil. Untung saja jendela mobil tidak ada yang terbuka jadi suara teriakan Amanda hanya mengejutkan Yusuf saja. "Hiks … hiks … kenapa nasib gue malang banget sih."

Yusuf menyerahkan kotak tisu pada Amanda. Amanda menerimanya dan melempar sembarangan tisu yang ia gunakan. Benar-benar tidak tau sopan santun, sudah menumpang di mobil orang lain malah mengotorinya pula.

"Terimakasih," ucap Amanda dengan muka datar langsung melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Yusuf tersenyum menyaksikan punggung Amanda yang hilang di balik gerbang rumahnya. Remaja itu sangat menggemaskan, bahkan ketika cemberut pun ia tetap terlihat begitu menggemaskan. "Aku sudah jatuh cinta padamu bahkan saat pertama kali kita bertemu di toko roti itu Amanda, dan aku tidak akan melepaskanmu permaisuri kecilku," ujar Yusuf tersenyum lebar.