3- Draco

Draco mengepulkan asap sigaret begitu selesai menghisapnya.

Selepas upacara tadi ia langsung pergi dan tak ikut ke kantin bersama teman temannya. Mulutnya sudah terlalu pahit untuk menahan diri agar tidak nyebat di pagi hari.

Karena ada upacara pagi ini ia harus rela mengundur jam nyebatnya karena ia tidak ingin ketahuan guru piket bahwa dirinya berbau asap sigaret.

Ponsel berlogo Apple itu bergetar, menandakan adanya panggilan masuk. Draco mengangkat teleponnya dan melihat nama Castor di layar ponselnya.

Draco melepaskan sebatang sigaret yang tadi ia apit dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, kemudian menginjak sigaret itu hingga baranya padam.

"Hmm?" Jawab Draco begitu panggilan tersambung.

"Lo dimana?" Tanya Castor di seberang sana.

"Kenapa?" Tanya Draco tak mengindahkan pertanyaan Castor.

Meskipun ia dan teman temannya terkenal nakal, sampai tahun kedua SMA ini Draco tak pernah melihat teman temannya menghisap nikotin atau menyicip alkohol.

Hanya dirinya yang melakukan itu, dan dirinya tidak ingin membuat teman temannya mengikutinya dengan kecanduan nikotin dan alkohol.

"Gue mau bilang, klo ntar si Shaka sama Andra berantem lo pisahin ya! Keknya si Shaka lagi ngerencanain sesuatu tadi" Jelas Castor membuat kening Draco mengerut.

"Emang mereka ngapain sampe berantem?" Tanya Draco bingung.

Castor pun menceritakan kejadian waktu di kantin tadi dan sikap Shaka serta Andra waktu meninggalkan kantin.

Dan Draco paham dengan cerita Castor.

"Ok" Ucap Draco mengakhiri panggilan telepon dengan Castor.

Draco kemudian berjalan keluar dari halaman belakang yang jarang diketahui orang, ia masuk ke kamar mandi sekedar untuk mencuci mukanya.

Draco Rasalas Calypso, si penengah masalah yang selalu bisa diandalkan. Sama seperti Juno, ia tak masalah sebutan itu.

Draco sendiri memang sadar diri, diantara mereka berenam, hanya dirinya yang berani menghajar Angkasa ataupun Andromeda.

Badan Draco memang tak sebesar Castor, namun untuk adu tinju, Draco bisa saja mengalahkan Castor, namun ia tak pernah melakukan itu karena Draco menghargai apa yang menjadi kesukaan Castor.

Dia tak ingin pamer dengan mengalahkan Castor, karena ia sendiri tak begitu suka dengan dunia tinju. Dia hanya suka bertengkar atau adu jotos tanpa ring.

Wajah Draco sangat tampan sejujurnya, namun sifat dinginnya membuat beberapa orang menjauh dari Draco.

Belum lagi bekas tawuran, pukulan atau apapun itu yang selalu menghiasi wajah Draco, membuat wajah Draco terkesan seram hingga menakutkan.

Berbeda dengan Castor yang tak sungkan mengumbar senyum dengan wajah sangarnya.  Draco tak pernah sedikit pun terlihat tersenyum selain hanya menyeringai.

Draco dengan wajah sangar, sikap dingin, dan kelakuan minus banyak. Jadi tidak heran jika dia juga disebut sebagai pentolan sekolah.

Bahkan menurut Draco sendiri, diantara dia da teman temannya, yang paling nakal adalah dirinya.

Draco berjalan keluar kamar mandi setelah membasuh wajahnya. Beberapa tetes air masih menetes dari wajahnya.

Dan itu menambah kesan tampan begitu melihat wajah tampan, sangar dan dinginnya itu.

Draco melihat Atlas yang baru selesai mengawasi siswa siswi yang kena hukum oleh guru piket.

Draco pun menghampirinya dan menyapa Atlas.

"Yo!" Sapa Draco.

"Dari mana lo?" Tanya Atlas menghampiri Draco.

"Lo nggak capek?" Tanya Draco membuat Atlas langsung menoleh kaget kearahnya.

Melihat tahapan aneh Atlas, Draco langsung menonyor kepala Atlas dan berdecak.

"Ck! Maksud gue nggak capek jadi babu sekolah?" Jelas Draco.

"Ck! Lagian lo tanya gue capek enggak, kan serem pertanyaan lo!"

"Kenapa lo tanya tanya? Mau gantiin gue?"

"Males banget" Ucap Draco meninggalkan Atlas di belakangnya.

Tidak sulit meninggalkan Atlas karena kaki Draco yang lebih panjang dari Atlas membuat Draco sesuka hati melangkah lebar lebar meninggalkan Atlas.

"Tumben tanya begituan?" Tanya Atlas heran.

"Shaka sama Andra, berantem lagi" Jelas Draco singkat.

"Gara gara gue?"

"Bukan gara gara lo, tapi ya emang mereka nggak pernah ngerti posisi lo aja"

Sejujurnya Draco tidak ingin membicarakan ini dengan Atlas. Namun tidak kali ini saja Angkasa adanya Andromeda bertengkar karena permasalahan yang sama.

Dan jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan, Draco berpikir kemungkinan terburuknya persahabatan mereka bisa merenggang seiring berjalannya waktu.

"Gue pernah kepikiran buat ninggalin osis, toh disana walaupun gue ketua gue nggak pernah dihargain" Adu Atlas pada Draco.

Selain Angkasa, Draco adalah diary terbaik yang Atlas miliki untuk menyalurkan emosinya. Jika Angkasa akan bertingkah layaknya sahabat yang selalu mendukung apapun keputusan Atlas selagi keputusan itu membuat Atlas  bahagia.

Maka Draco adalah sosok orang tua yang selalu mendengarkan Atlas dan menenangkan Atlas dengan saran saran yang terbaik menurutnya.

"Gue samperin ruang osis ya?" Tawar Draco.

"Ngapain?" Tanya Atlas heran.

"Gue obrak abrik tuh ruangan!" Kesal Draco.

Menurut Draco, Atlas adalah sahabatnya yang paling lemah lembut dan terlalu baik hati. Dan dia tidak suka jika ada yang menyakiti Atlas ataupun sahabatnya yang lain.

"Dih! Sok sok an banget lo!"

"Nggak usah nantangin, lo tau gue mampu obrak abrik tuh ruangan sendirian"

"Iye iye tau"

Mereka berdua diam, sampai perkataan Draco membuat Atlas terdiam ditempatnya.

"Lo kenapa mau deh temenan sama berandal macem kita kita?" Ucap Draco.

Atlas diam membuat langkahnya jauh dari Draco yang sudah berjalan didepannya.

Namun sebuah senyum manis langsung terpatri di bibirnya begitu Draco mengucapkan itu.

Atlas berlari kemudian merangkul bahu Draco yang lebih tinggi dirinya. Membuat Darco harus menunduk untuk menghargai Atlas.

"Sebelum gue jadi osis juga gue temenannya sama kalian! Kenapa juga lo tanya begituan deh! Lo malu temanan sama ketos?"

"Bukannya malu, tapi- tau ah! Minggir lo" Draco mengenyahkan tangan Atlas yang bertengger di bahunya. Kemudian mempercepat jalannya.

Bagi Draco, sangat disayangkan jika Atlas harus berteman atau bahkan bersahabat dengan brandal seperti dirinya.

Atlas sebenarnya mampu berteman dengan seseorang yang lebih baik dari mereka. Jadi kenapa Atlas masih mau berteman dengan mereka? Pikir Draco.

Sedangkan Atlas yang mengetahui apa maksud Draco hanya tersenyum tipis. Atlas tau maksud Draco yang menyuruhnya untuk mencari teman yang lebih baik dari mereka.

Namun menurut Atlas, mereka adalah tan terbaik yang Atlas miliki. Mengenal mereka adalah pengalaman terbaik yang Atlas miliki.

Dan Atlas tak pernah malu berteman dengan mereka. Justru Atlas bersyukur karena mereka mau berteman dengan Atlas yang sangat bertolak belakang dengan mereka.

Bahkan mereka tak segan untuk menunjukkan kasih sayang mereka dengan cara cara aneh menurut Atlas namun sayangnya Atlas sangat menyukai mereka. Dan Atlas tak ingin kehilangan mereka.

Draco dimata Atlas adalah sosok tsundere yang menyayangi orang lain namun enggan menunjukkan kasih sayangnya. Dan sosok itu selalu berhasil menghangatkan hati Atlas.