Waktu berlalu begitu saja. Terbuang sia-sia hanya karena memikirkan bagaimana cara kembali untuk mengambil kendaraan roda dua yang kupunya, sementara di sisi lain aku juga ingin menyelamatkan harga diri. Kalau balik lagi setelah berusaha kabur tadi dari hadapan Vivi, alamat diolok olehnya.
“Ck. Coba lihat, udah jam berapa ini?” keluhku saat melihat jam di tangan.
Kepalaku celingukan, kemudian berhenti ketika melihat mentari semakin berangsur naik memperlihatkan cahayanya di langit.
Oh, shit! Ini sudah terlalu siang. Kembali mengambil motor hanya akan semakin cepat mempersingkat waktu. Sebaiknya aku pergi tanpa si merah.
Dengan kesal aku berbalik pergi. Memutuskan mengambil jalan tengah dari pada malu saat bertemu Vivi. Kuputuskan naik angkutan umum saja.