Bab 16 - Pemberkatan Pernikahan

Hamparan rumput terbentang luas menyejukkan mata seorang gadis yang tengah duduk di atasnya. Widya menatap ke bawah, sekumpulan air mengalir tenang, layaknya lukisan sebab seperti gambar yang tak menampakan pergerakan.

Menghirup napas sedalam-dalamnya, merasakan hembusan angin membuat suasana terasa sangat sejuk. Dinginnya angin menusuk kulit pada gadis berbaju tipis. Dia tersentak saat sesuatu menepuk pundaknya.

"Apa yang sedang Nona pikirkan?"

Ternyata suara Kenzi bertanya membuat Widya bernapas lega. Gadis itu menatap sebentar pada wajah pria berkulit putih bersih serta rahang tegas begitu kelihatan. Matanya berkedip-kedip saat Kenzi melambai.

"T–tidak ada…." jawab Widya gagap dan mencoba mengalihkan perhatian dengan cara menatap pemandangan serta menggigit bibir.

Kenzi menangkap sikap gugup milik Widya dan dia hanya tersenyum tipis lalu ikut duduk di sebelah. Dirinya juga mengarahkan mata pada hamparan gunung serta luasnya danau kemudian berujar, "Lalu mengapa melamun?"

"Hanya menatap indahnya ciptaan Tuhan," balas Widya menampilkan senyum.

Selintas Kenzi menatap wajah Widya yang tengah serius memandang lurus tak lama dia kembali mengarah ke danau. Pikirannya tiba-tiba mengingat sesuatu membuat ia bertanya.

"Nona, aku boleh bertanya sesuatu?"

Kepala Widya refleks menatap ke arah Kenzi kemudian menyunggingkan senyum lebar lalu menganggukkan kepala.

"Boleh, ingin bertanya apa?"

"Dirimu benar-benar siap untuk menikah? Maksudku, walaupun hanya kontrak tapi tetap saja aku ingin mengetahui bagaimana dirimu akhirnya menerima."

Mendengar pertanyaan dari Kenzi, Widya pun menghembuskan napas berat. Matanya hanya menatap lurus ke arah danau tanpa berkutik. Sedangkan Kenzi, dia tampak tak ingin melanjutkan pertanyaan dan saat mencoba menjelaskan, Widya lebih dulu memotong.

"M–maksudku bukan—"

"Sebenarnya siap gak siap aku tetap harus menikah, jadi untuk apa lagi memilih? Bila pada akhirnya keputusan yang kumau tak dapat terlaksana."

Kenzi mematung saat dengar jawaban yang Widya berikan. Menohok hati membuat Kenzi kembali bersuara. "Bila dikasih kesempatan memutar waktu, apa anda menginginkan hal ini terjadi?"

Tatapan Widya mengarah pada Kenzi, saling beradu pandangan membuat pria itu sedikit salah tingkah.

"Bila memutar waktu aku tak ingin hal ini terjadi, namun bila tak bertemu dengan tuan maka ayah dan ibuku harus mati dibuat algojo penagih hutang. Kesimpulannya, aku tak terlalu menyesali yang telah terjadi."

Keterkejutan Kenzi mendengar pernyataan yang dikatakan oleh gadis di sebelahnya membuat dalam hati sedikit terasa senang.

"Percayalah denganku, Nona. Anda tak akan merasa sedih bahkan menderita asal dengarkan saja aturan-aturan yang selama ini kulaksanakan."

••••

Ruangan terbuka sudah dihiasi oleh pernak-pernik pernikahan. Kini Kenzi serta Widya akan melaksanakan pemberkatan pernikahan di daerah Danau Toba, sekedar pemberkatan dan acara perjamuan akan dilaksanakan besok pasa gedung yang telah direservasi sejak awal.

Tamu undangan juga tak terlalu banyak, hanya teman dekat serta beberapa keluarga dari Kenzi saja yang menghadiri. Saat ini pengantin pria sudah berada di atas altar bersama pendeta dan tibalah MC membacakan nama pengantin wanita untuk segera naik.

Langkah demi langkah Widya lakukan, dia berjalan dengan anggun sontak sorakan riuh dari para tam terdengar heboh. Rasa gugupnya saat ini benar-benar berbeda dari yang ia rasakan selama ini. Entah ada rasa antara percaya dan tidak bahwa saat ini ia akan menikah, dengan seorang pria kaya raya.

Sampailah dia di samping Kenzi, rasa gugup itu semakin bertambah akibat merasa ditatap dengan lekat. Suara pendeta yang memulai acara pemberkatan membuat keadaan hening, hanya terdengar pengucapan ayat firman Tuhan. Hingga tibalah waktunya untuk kedua pengantin saling mengucapkan janji pernikahan.

"Saya, Kenzi Nicholas Sanjaya, berjanji di hadapan Tuhan, hamba Tuhan, dan saudara seiman, bahwa sesuai dengan kehendak Tuhan, saya menerima engkau, Widya Nathalie Alexandra , sebagai istri yang sah dan satu-satunya mulai saat ini dan seterusnya. Saya berjanji, akan bersungguh-sungguh mengasihi sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat-Nya dan seperti saya mengasihi tubuh saya sendiri. Saya berjanji, akan hidup kudus, bijaksana, setia, menghormati sebagai teman pewaris dari kasih karunia, dan selalu hidup dengan rukun dan damai dalam sepanjang hidup ini."

Pelafalan yang bagus membuat Widya saat itu terkesima. Kini gilirannya dan dengan tegas mulai mengucapkan.

"Saya, Widya Nathalie Alexandra, berjanji di hadapan Tuhan, hamba Tuhan, dan saudara seiman, bahwa sesuai dengan kehendak Tuhan saya menerima engkau, Kenzi Nicholas Sanjaya, sebagai suami yang sah dan satu-satunya mulai saat ini dan seterusnya. Saya berjanji, akan tunduk dalam segala sesuatu seperti kepada Tuhan, menghormati sebagai teman pewaris dari kasih karunia. Saya berjanji, akan hidup kudus, menjadi penolong yang setia dan selalu menaruh harap kepada Tuhan, dan selalu hidup dengan rukun dan damai dalam sepanjang hidup ini."

Setelah mengucapkannya tepukan riuh tamu menggelar, lalu pendeta kembali membacakan ayat suci. Tak lama menyuruh sepasang kekasih yang telah sah menjadi suami istri untuk saling bertukar kasih.

Widya sendiri merasa tak perlu, namun dia melihat Kenzi mendekat padanya dan saat itu juga dia melotot. Bibirnya telah dikecup oleh pria berstatus sebagai suami. Berkisar lima menit mengecup bibir ranum milik Widya, aksi tersebut banyak diabdikan oleh kolega-kolega.

"Santai saja, Nona. Ini belum seberapa dengan nanti malam."

Wajah merah padam tercetak di pipi Widya. Kekhawatiran tentang malam yang dimaksud pria itu membuat Widya sedikit gelisah.

Setelah selesai melaksanakan pemberkatan kini acara santai pun tiba. Banyak para tamu undangan datang ke depan untuk saling bersalaman maupun memberi kado.

"Selamat buat kalian!" ujar Stefanie dengan riang lalu buru-buru memeluk Widya erat, hampir membuat gadis itu sesak.

"Jangan membuat istriku mati akibat sesak napas!"

"Yaelah, sekarang sebutannya udah istri aja, nih!" goda Stefanie kembali sambil menaik-turunkan alis mata.

Kenzi merasa bodo amat, dirinya malah melingkarkan tangan di pinggang sang istri. Berbeda dengan Widya, dia menunduk malu dan menggigit bibirnya menahan gelisah.

"Halah, malu-malu aja kalian! Semoga langgeng, tetap happy terus pernikahannya, makin romantis, cepat dapat momongan–"

"Amin!"

Celotehan Stefanie langsung terpotong oleh suara Kenzi saat mengucapkan kalimat doa momongan. Pria itu pura-pura tak menatap wanita yang sedang membuka mulut akibat ucapan dipotong.

"Hahaha, kebelet ya? Kalau begitu gas aja nanti malam."

Kemudian wanita itu pergi menuruni podium, membuat sepasang pengantin saling menatap satu sama lain.

"Kenzi, selamat!"

Suara seseorang terdengar dan saat ini dia langsung menyergap Kenzi dengan pelukan. Sontak, Kenzi buru-buru melepas paksa pelukan itu, membuat wanita yang tadi memeluknya hampir terhuyung ke belakang.

"Callista?" Kenzi kaget saat mengetahui yang memeluk dirinya.

Wajah wanita itu berubah kesal dan semakin menunjukkan kekesalan saat melihat Widya berada di sebelah Kenzi.

"Kenzi, dirimu sangat tampan hari ini."

Sedangkan pria yang dimaksud malah menaikkan sebelah alisnya lalu mengeratkan pelukan di pinggang sang istri. Saat itu juga berujar, "Terima kasih, penampilanku sekarang disesuaikan oleh istri tercinta. Iyakan, Sayang?"

Seperti memanas-manasi, Kenzi sengaja menekan kata sayang. Berbeda sama Widya, dia hanya mengangguk canggung.

Langsung saja ekspresi Callista berubah seperti tertekan, buru-buru dia memberi kado lalu segera turun. Dari arah bawah, Callista mengepalkan telapak tangan erat-erat dan berkata, "Pernikahan ini sangat membuatku muak!"