Hujan dan Air Mata

Felicia melihat ke arah bungkus tentengan Kaisar. Beberapa kotak bubur bayi dan popok sekali pakai. Hati Felicia bergemuruh, kenapa sih dia kesal sekali saat tahu kalau Kaisar sudah punya istri dan anak?

"Lagian, kenapa elo semobil sama perempuan lain? Sedangkan elo sudah punya anak dan istri?? Elo nggak malu sama diri lo sendiri, huh?? Oke, kalau elo emang nggak malu, setidaknya lo malukan sama Tuhan lo?! Dasar sampah masyarakat!!" cerca Felicia.

"Apa lo bilang?? Anak istri?!" Kaisar mencelos tak mengerti.

"Iya, elo beli bubur bayi buat siapa kalau bukan buat anak? Hla kalau elo punya anak lahirnya dari siapa kalau bukan dari rahim istri lo??" Felicia naik pitam, [enak saja masih mau mengelak. Bukti sudah di depan mata, dasar cowok brengsek.]

Kaisar semakin tercekat tak kala mendengar luapan emosi dari Felicia. Tapi dari situ dia tahu, ternyata Felicia adalah wanita yang suka menilai dan menghakimi orang berdasarkan penampilan luarnya saja.

"Cih, dasar. Pantas saja Pak Reyhan selingkuh." Kaisar menyahut barang belanjaannya dan keluar dari mobil Felicia.

"Tunggu!!" Felicia mencekal pergelangan tangan Kaisar sebelum pria itu keluar dari mobilnya, air hujan mulai masuk dan membasahi interior dalam mobil kerena Kaisar sudah membuka pintu separuh jalan.

"Apa?" Bentak Kaisar.

"Kasar banget sih?!" Felicia kaget.

"Gue kehujanan! Kalau mau ngomong cepetan!" Kaisar memperlihatkan separuh pakaiannya yang basah kuyup.

"Ka ... kalau gitu masuk dulu gih!" Felicia menarik lagi tangan Kaisar dan membuat tubuh tingginya terhenyak kembali ke dalam jog mobil.

"Ah, sial! Jadi basah kaos gue!" Kaisar menggerutu. Felicia jadi sedikit merasa bersalah, tapi rasa ingin tahunya jauh lebih besar di bandingkan keinginannya untuk meminta maaf.

"Sejak kapan lo tahu Reyhan selingkuh?? Dari cara elo ngomong, gue yakin, elo sudah tahu semuanya?!" cerca Felicia, matanya mulai berkaca-kaca.

Kaisar mendengus sebelum menghindari tatapan mata Felicia. Tatapan itu pula yang membuat Kaisar jatuh pada dosa indah semalaman. Matanya yang berair sungguh terlihat cantik di balik kaca mata tebal itu, dan hidung mancungnya yang memerah senada dengan bibirnya yang mungil tapi tebal sensual.

"Sejak pertengahan pembangunan rumah itu Pak Reyhan sudah sering datang dengan wanita lain." Kaisar menjawabnya dengan jujur, meski pahit dan menyakitkan setidaknya Kaisar tak lagi harus menyimpan kebenaran itu dan terus merasa bersalah telah menyembunyikannya dari Felicia selama ini.

"Hiks ... hiks...." Air mata Felicia langsung tumpah saat mendengar penuturan Kaisar. Hatinya bagaikan diperas-peras, sakit sekali. Nyerinya sampai ke ulu hati. Membuat napasnya tersenggal.

"Hiks ... kok elo jahat banget sih, Kai!! Elo kan tahu gue mau nikah sama Reyhan?!! Kenapa nggak dari dulu elo bilang ke gue kalau Reyhan itu bajingan?? Kenapa baru sekarang elo jujur?" Felicia menyalahkan Kaisar atas apa yang terjadi. Air matanya tumpah ruah sama derasnya dengan hujan di luar.

"Sory, Cia." Kaisar jadi merasa bersalah.

"Undangan sampai catering dan gedung semuanya sudah siap. Hiks ... gaun pengantin juga sudah selesai dijahit. Hiks, dan semua orang di circle gue sudah tahu kalau gue mau nikah sama Reyhan!! Kalau sejak dulu elo bilang, mungkin gue nggak akan pesan semua itu dan koar-koar pamer ke mereka semua kalau gue mau nikah." Felicia mengetokkan kepalanya di setir mobil, kepala mungilnya mau pecah rasanya saat membayangkan rasa malu dan juga omongan orang di belakangnya nanti.

Kaisar sedikit tertunduk, ia juga merasa bersalah, namun tak tahu lagi harus berbuat apa. Yah, harusnya ia utarakan saja masalah itu sejak pertama kali Kaisar menemukan Reyhan berselingkuh dengan Fiona. Sikap cuek dan tak mau ikut campurnya justry membuat Felicia tersakiti.

"Elo tahu nggak Kai, siapa wanita selingkuhan Reyhan?" Felicia mengusap wajahnya dengan kasar, ia melepaskan kaca mata tebal dan menatap netra Kaisar lamat. Kaisar lagi-lagi menghindari tatapan Felicia karena wajahnya yang begitu sensual saat menangis.

"Si ... siapa?"

"Dia adik gue, Kai!! Adik gue Fiona!!" Ucapan Felicia membuat Kaisar melongo tak percaya. Bajingan itu ... kok bisa sih?!

"Sory ... beneran sorry, Cia. Gue bener-bener nggak tahu dan nggak nyangka kalau selingkuhan Reyhan adalah adik lo sendiri." Kaisar terhenyak di sandaran kursi saat mengetahui kalau wanita yang sering di bawa Reyhan adalah adik Felicia. Ya ampun Kaisar sungguh tercengang dengan penuturan Felicia.

"Huwwaaa!!" Tangis Felicia kembali pecah, membahana di dalam mobil, beradu dengan suara hujan deras di luar sana.

Kaisar pasrah saat melihat Felicia menangis sesunggukan. Pria itu tak tahu bagaimana caranya menghibur wanita yang sedang patah hati, ia hanya tahu caranya bertarung di atas ring, juga mengaduk semen dan cet. Mending Kaisar disuruh mengangkat semen satu coli dari pada menghibur wanita. Kaisar menggaruk kepala, pusing, mulutnya sama sekali tak bergerak, lidahnya kelu karena tak tahu harus berkata apa?

Felicia menangis cukup lama, sangat menyiksa indra pendengaran Kaisar. Tapi sebagai pria yang bertanggung jawab, Kaisar diam dan mendengarkan semuanya.

.

.

.

"Sorry, gue nangis di depan elo." Felicia mengusap pipi mulusnya dengan tisu. Sudah hampir satu pak ia habiskan sendiri untuk meratapi nasib percintaannya yang menyedihkan. Kaisar hanya mengangguk tanda tak masalah, eh ... masalah sih kalau di suru dengerin lagi.

"Dih, kok gue jadi curhat sih sama elo?" Felicia menggigit bibir bawahnya.

... hening.

"Kok elo diem aja?" Felicia menengok ke arah Kaisar. Entah pendiam atau memang nggak tahu harus bilang apa. Tak ada suara.

"Eh ... elo mau apa?" tanya Felicia. Tiba-tina Pria itu kedapatan sedang membuka kaosnya. Mata Felicia membulat saat melihat tubuh atletis Kaisar yang penuh dengan tatto. Roti sobeknya benar-benar menggiurkan, oh, benarkah Felicia telah menyentuhnya semalaman.

"Kaos gue basah! Seperti yang elo bilang, ada anak yang mesti gue jaga, gue nggak boleh sampai masuk angin. Apa lagi selasa ini gue ada pertandingan. Nggak lucu kalau gue kalah sebelum bertanding." Kaisar menggelar kaosnya di dasboard mobil supaya lekas kering. Setidaknya tak lagi kuyup.

Wajah Felicia menghangat saat melihat banyak bekas cakaran kuku di punggung dan tengkuk Kaisar. Semalam entah bagaimana permainan mereka sampai bisa menghasilkan banyak bekas luka di tubuh pasangan masing-masing. Kaisar dengan luka cakaran dan Felicia dengan bekas cupang, membayangkannya saja sudah membuat jantung Felicia meloncat-loncat hebat ingin pergi dari tempatnya. Perutnya berdesir-desir geli seakan ada jutaan kupu-kupu yang terbang di dalam sana.

"Curang, masa cuma elo yang ingat semua rasanya," lirih Felicia terbawa suasana.

"Apa?" Kaisar menoleh. "Apanya yang curang? Apa yang gue inget?" cerca Kaisar.

Wajah Felicia memerah karena Kaisar mendengar gumamannya, [Dih, goblok, Cia!! Goblok!! Kenapa sampe keceplosan sih? Mau di taruh di mana muka lo kalau badboy ini tahu elo ngarepin buat inget rasanya?]

"Enggak, gue nggak bilang apa-apa kok!!" ketus Felicia menyembunyikan kemaluannya ... eh ... rasa malunya.

"Oh, gue kirain elo pengen gue cerita kayak apa rasanya semalam biar elo inget lagi!" Kaisar dengan polosnya menjawab.

"KAISAR!!" jerit Felicia malu setengah mati.

—******—