Di lain sisi, Mikaila dan kedua rekannya tak dapat untuk tidak terkejut. Niat baik untuk meringankan siswa baru itu malah ditolaknya mentah-mentah. Terlebih Sardi dan Arga yang tak menyangka apa yang baru saja mereka dengar, walaupun mereka memaafkan siswa itu semata-mata karena keinginan Mikaila, tetap saja itu merupakan tindakan yang tidak menghargai mereka sebagai kakak kelas.
Namun, pikiran licik Sardi mendengus angin segar saat sejenak memikirkan arah pembicaraan Andra yang justru merugikan dirinya sendiri. Walau tindakan siswa baru itu tidak menghargainya, tetap saja penolakan itu membawa keuntungan bagi Sardi yang sejak tadi menginginkan siswa yang menjotos perutnya itu mendapatkan sangsi.
"baiklah.. Aku menghargai rasa tanggung jawabmu nak" Haidir berkata pelan, matanya terlihat teduh nan karismatik. " namun, ini dunia pendidikan.. seseorang yang bersalah mesti di didik agar menjadi lebih baik" kalimatnya tenang, menunjukkan citra seorang pendidik yang telah makan garam dalam dunia pendidikan. Walaupun mulanya Haidir geram dengan tindakan siswa baru ini, tetapi karena melihat sikap Andra yang bertanggung jawab membuatnya berubah pikiran untuk tidak membawa masalah itu semakin rumit.
"maka.. untuk mempertanggung jawab kan perbuatanmu, saya minta Pak Tian untuk memberikan sanksi yang tepat" lanjut Haidir, sembari mengalihkan wajahnya mengarah ke arah guru muda yang sejak tadi terdiam.
Haidir sangat menghargai Tian, walau guru muda itu terpaut jauh dari usianya. Seperti kata pepatah, "orang muda punya semangat yang berapi-api", hadirnya Tian di sekolah SMA Pancasila sangat banyak membawa perubahan positif. Tian yang selalu berpartisipasi aktif dalam bidang pengembangan bakat dan minat, telah banyak memperoleh penghargaan dan membawa nama besar sekolah hingga kancah Nasional. Maka dengan memberikan tanggung jawab untuk memutuskan sanksi yang tepat untuk Andra, bukanlah suatu yang sulit. Juga, karena Haidir mempertimbangkan kemampuan Andra dalam dunia bela diri adalah suatu yang tepat jika di arahkan oleh seorang yang mengerti tentang itu. Seperti kata pepatah " sekali mendayung.. dua, tiga pulau terlewati", walaupun itu sebuah sanksi maka harus mempunyai nilai positif. Begitulah pikir Haidir, jika kemampuan silat Andra dapat di poles dengan baik maka tidak menutup kemungkinan Andra akan menjadi wakil sekolah pada ajang pertandingan silat Antar pelajar SMA se-kota Madara.
"terima kasih pak Haidir.. sudah mempercayai saya dalam hal ini" Tian berseru pelan, ia tahu betul maksud atasannya itu agar membantunya menempa bakat yang dipunyai Andra. Meski itu terlihat sebagai sanksi, ya.. bisa dikatakan sebagai sangsi yang menguntungkan.
" iya pak Tian, saya tahu anda dapat diandalkan dalam hal ini" Haidir mengangguk ke arah Tian, ia sangat percaya guru muda di hadapannya ini sangat memahami maksud darinya.
" baik pak.." Tian tersenyum tipis mendengar perkataan Haidir, akhirnya ia dapat dengan langsung mengasah kemampuan bela diri penerus utama padepokan silat Putu Silat ini.
Padepokan Putu Silat adalah perguruan silat yang didirikan oleh Kakek Maulana di dusun Ampas. Sejak berdiri pada tahun 1970-an, padepokan ini telah memiliki banyak murid dan Tian adalah salah satu dari ratusan murid yang pernah belajar silat di padepokan itu. Jadi ketika diberikan tanggung jawab untuk mengasah kemampuan penerus padepokan yang melejitkan namanya di kancah persilatan adalah suatu kehormatan yang luar biasa.
"Andra.. sebagai sanksi atas tindakanmu... kamu akan melakukan pelatihan fisik selama seminggu, namun karena sekarang masih ada MOS, maka pelatihan akan dilaksanakan setelah MOS usai" Tian berkata perlahan, matanya teduh kala melihat ke arah Andra.
" dengar tuh Andra.. 3 hari lagi usai MOS pastikan untuk bertemu Pak Tian yah!" Haidir menimpali.
" baik Pak Haidir.. baik Pak Tian" Andra mengangguk pada ke dua guru itu, badannya sedikit di bungkukkan sebagai penghormatan.
Andra sama sekali tidak keberatan dengan sanksi yang baru saja ia dengar, selama tidak membuat kakeknya malu, pelatihan fisik bukanlah hal yang berat. Lagian Andra sudah terbiasa dengan pelatihan fisik sewaktu di padepokan. Meski cukup menguras tenaga, tetap saja itu suatu yang sudah pernah ia lalui, jadi itu bukanlah masalah.
Sementara itu, Arga dan Sardi tidak dapat menahan rasa senangnya ketika mengetahui sanksi yang akan diterima bocah ingusan itu. Rasanya, mereka ingin MOS cepat-cepat berakhir dan menyaksikannya menikmati satu minggu penuh derita.
Setelah menentukan sanksi dan hari pelaksaannya, ke empat siswa itu kembali ke aula diadakannya MOS. Dalam ruangan itu, ratusan siswa baru seperti Andra sedang bercakap-cakap tentang kejadian pagi itu dengan suara pelan, banyak dari mereka yang penasaran tentang sanksi yang akan diterima rekan seangkatan mereka yang tampan bak pangeran itu. Namun tidak satu pun dari mereka yang berani bertanya pada salah satu dari empat siswa yang telah kembali dari ruang kesiswaan itu. Kegiatan MOS pun berlanjut dengan lancar, tak ada lagi keributan sampai waktu pulang.
< Kos-kosan>
"wuuhff.. sungguh hari yang melelahkan" Andra mendengus saat sampai di depan pintu kos-kosan di pinggiran kota Madara, masalah yang ia lalui hari cukup membuat tenaganya terkuras. Kos – kosan yang ditempati Andra terbilang sederhana, atasan dindingnya terbuat dari papan kayu dan bagian bawah ditembok setinggi satu meter, terdapat satu ruang tamu seluas 3 meter persegi, satu kamar tidur dengan ukuran sama dengan ruang sebelumnya, dapur serta toilet kecil di sebelahnya.
Andra memilih tinggal di pinggiran kota Madara agar dapat menghemat pengeluaran bulannya, walaupun kakek Maulana sangat mampu memberi uang saku yang cukup untuk mencari kos-kosan di pusat kota dengan harga yang mahal sekali pun, tetap saja Andra tidak ingin menghamburkan banyak biaya untuk sesuatu yang memiliki kegunaan yang sama. Tinggal di tempat mewah atau pun sederhana tidak akan mengubah apa pun kecuali gengsi.
Toh tinggal di pinggiran kota banyak plusnya. Disini tempatnya jauh lebih tenang dibanding pusat kota yang bising, keseharian masyarakat disini juga sangat interaktif dengan sekitarnya, sangat mirip dengan karakter masyarakat di kampung Andra hanya saja masyarakat disini jauh lebih modern.
******
"pak Soleh... pak Soleh.. tunggu pak" Andra berlari menghampiri pintu gerbang sekolah SMA Panca Sila.
"rrrggh.. anak ini lagi" Pria Setengah baya itu hanya menggeleng-gelengkan kepala saat melihat Andra berlari ke arahnya, seketika tangannya yang hendak menutup pintu gerbang terhenti agar seorang siswa yang berlari ke arahnya itu dapat segera masuk.
"cepat.. apa kau tidak bosan selalu telat?" Soleh merepet pada pria tampan berkulit kuning langsat yang kini tengah memasuki gerbang sekolah.
Andra hanya melempar senyum tanpa dosa menyaksikan pria setengah baya itu yang tengah marah-marah, langkah kakinya tak dapat berhenti untuk sejenak menanggapi omelan Soleh dengan lelucon garingnya sebab sebentar lagi akan dilaksanakan apel hari senin dan Andra tidak ingin menjadi pusat perhatian bila telat masuk ke dalam barisan. Hari sabtu, tepatnya dua hari lalu Masa Orientasi Siswa (MOS) untuk siswa angkatan baru SMA Panca Sila telah usai maka selain hari ini adalah hari pertama dimulainya kegiatan belajar mengajar, hari ini juga adalah hari pertama Andra menjalani sanksi yang diberikan pak Tian hingga hari sabtu nanti.
"kawan.. kalau gak salah, hari ini kan si Andra bakalan menjalani minggu neraka?" seorang siswa baru yang tengah berjalan memasuki barisan bertanya pada rekan disampingnya. Sangsi yang di terima Andra sudah banyak diketahui siswa seangkatan. walau mereka tidak tahu betul apa sangsi yang akan diterima Andra, samar-samar mereka mendengar itu disebut minggu neraka.
Ya.. seperti sebutannya, minggu neraka adalah bentuk sanksi yang diterima siswa selama satu minggu penuh. Sebutan itu baru-baru ini muncul setelah pertikaian antara pengurus OSIS dengan siswa baru saat kegiatan MOS beberapa waktu lalu.
"iya.. kedengarannya sih gitu, tapi soal bentuk sangsinya masih belum jelas" siswa baru yang lain menanggapi pertanyaan teman di sampingnya. "Gak ke bayang... pasti sanksi itu lumayan berat" pemuda belia itu melanjutkan perkataannya. Membayangkan sanksi yang diberikan pada Andra membuat ia tak dapat untuk tidak bergidik.
Senin pagi yang cerah itu, seluruh siswa kelas 1, 2, dan 3 berbaris rapi di pelataran sekolah SMA Panca Sila. Apel pagi itu berjalan dengan khidmat tanpa ada kendala apa pun. Diantara para petugas pembawa bendera merah putih di bagian depan, terdapat satu pemandangan mencolok hingga setiap mata yang memandang pasti akan tertegun pada keelokan rupanya. Gadis muda pembawa bendera itu adalah Nandini, seorang siswi kelas dua jurusan Ilmu Sosial. Kecantikan Nandini tak kalah jika dibandingkan Mikaila, teman seangkatannya yang duduk di kelas dua jurusan Tata Bahasa. Hanya saja, Mikaila jauh lebih unggul dalam bidang akademik sedangkan Nandini terlalu sibuk dengan memper cantik diri hingga banyak waktunya dihabiskan untuk bersolek didepan cermin sampai-sampai hanya sedikit waktu yang tersisa untuk belajar.
Seperti sepotong kalimat dalam novel "Maha Raja Beladiri Menguasai Langit", 'Setiap manusia menyukai keindahan' dan Andra adalah salah seorang yang tak luput dari pesona keindahan gadis muda tersebut. Hasrat mudanya meronta-ronta memandangi kemolekan tubuh gadis itu dari kejauhan.
"glukk.." Andra tak dapat untuk tidak menelan ludah, pesona gadis itu terlalu sia-sia untuk tidak dipandangi. Seketika pria muda berpostur tinggi dan berparas tampan itu terkesiap dari lamunan j*r*k yang menghampirinya. "Astagfirullah... nyebut Ndra.. nyebut" gumamnya pelan, Pria tampan itu mencoba untuk menenangkan diri dan memalingkan mata dari pesona yang tak tertahankan itu.
Beberapa waktu kemudian, Andra telah dapat menguasai diri sepenuhnya dan mengikuti apel dengan khidmat bersama ratusan siswa SMA Panca Sila lainnya. Tiba-tiba ia teringat dengan sanksi yang akan ia hadapi hari ini. Pada sabtu dua hari lalu, ia telah menemui guru muda yang tak lain kakak seperguruannya itu untuk mengetahui sanksi yang akan ia terima dan Tian telah memutuskan sanksi pertama yang akan Andra lalui setelah jam pulang nanti adalah berlari keliling lapangan sepak bola sambil memperagakan teknik pukulan silat sebanyak 10 putaran. Bagi orang biasa hal demikian sangat melelahkan, sedangkan bagi Andra yang telah terbiasa melakukan latihan fisik di padepokan persilatan sudah sangat terbiasa dengan latihan yang bahkan jauh lebih keras dari sanksi yang akan didapatnya siang nanti.
Apel pagi telah usai, ratusan siswa telah memasuki ruang kelas masing-masing untuk memulai pembelajaran. Penempatan ruang kelas telah diatur sekolah, terdapat lima ruang kelas untuk para siswa baru. Kelas-kelas itu berjejer dari kiri ke kanan, setiap depan kelas mempunyai papan abjad A, B, hingga E. Papan-papan abjad yang terpasang bagian atas pintu masuk ruang kelas itu untuk mempermudah siswa mengetahui kelasnya masing-masing.
"wah.. ternyata kita sekelas sama si tampan" seorang gadis muda dengan rambut di kepang dua yang sejak tadi duduk di bangku paling depan kelas 1 - E tak dapat menahan kegirangannya kala melihat seorang pria tampan berkulit kuning langsat muncul dari pintu kelas. Walau pria itu telah membuat kehebohan beberapa waktu lalu, tetap saja tidak dapat mengurangi keterkagumannya pada pria muda tersebut.
" ihh.. jangan keras-keras ngomongnya.. nanti dia dengar" seorang gadis berkaca mata yang tampak pemalu di sampingnya berkata setengah berbisik.
"biarin aja... kan itu kenyataan..blee" gadis berambut kepang dua itu, malah tak menghiraukan suara setengah berbisik rekan di sampingnya. Malah ia meledek temannya itu dengan mengeluarkan lidah.
"hadeeh.. terserah kamu deh Tata" gadis muda berkaca mata itu tak menghiraukan ledekan sahabatnya itu dan malah mencari kesibukannya sendiri.