Sore yang Mengubah Segalanya

Hari berlalu dengan cepat, kini langit berubah menjadi warna jingga. Kaori dan Misaki memutuskan berjalan-jalan di sekitaran rumah untuk mengenal bagaimana keadaan di sekitarnya.

Selain berkeliling, sebenarnya mereka akan pergi ke sebuah minimarket untuk membeli es krim yang tengah Misaki inginkan. Tadi siang, dia melihat sebuah iklan es krim yang begitu menggiurkan di televisi. Akhirnya ia menghampiri Kaori yang sedang di kamar lalu mengajaknya untuk membeli es krim.

Awalnya Kaori menolak karena malas bepergian, tetapi Misaki tetap memaksanya. Mau tidak mau, ia harus menuruti apa yang adiknya inginkan jika tidak mau Misaki menangis. Ia meminta izin kepada Seika untuk pergi keluar rumah sebentar, tentu ia mengatakan juga alasannya ingin keluar rumah bersama Misaki.

Seika mengizinkan sembari memberikan uang untuk jajan. Kaori yang merasa tidak enak hati menolak pemberian Seika dan berkata jika dirinya masih memiliki uang yang ada di tas. Akan tetapi, Seika meminta Kaori untuk tetap menyimpan uang tersebut dan menggunakan uang yang ia berikan. Dengan malu-malu, Kaori menerima uang pemberian Seika lalu berterima kasih kepadanya. Setelah itu, Seika memberitahukan dimana minimarket terdekat dari rumah. Kaori adalah anak yang pandai, tentu dia akan mendengarkan ucapan Seika dan mengingatnya.

Kini mereka berdua berjalan bergandengan menuju sebuah minimarket yang ada di ujung jalan. Setibanya di sana, Misaki segera memilih es krim yang dia mau. Sedangkan Kaori hanya menunggu di belakang tubuh adiknya itu.

"Onee-chan!" panggilnya.

"Ada apa?" tanya Kaori sembari mendekati Misaki dan berdiri di sampingnya.

Misaki menoleh ke arah kakaknya, kemudian bertanya, "Berapa es krim yang bisa ku ambil? Apakah hanya satu?"

Kaori terdiam beberapa saat, lalu ia mengambil uang pemberian Seika yang ia taruh di dalam saku. Ia melihat uang tersebut berjumlah cukup banyak, akhirnya dia tersenyum kepada Misaki dan membebaskan adiknya untuk mengambil es krim berapapun. Tentu saja Misaki sangat senang dan segera mengambil lima buah es krim. Setelah itu, Kaori segera membayarnya dan mereka pun kembali ke rumah.

Misaki yang sangat senang pun memakan es krimnya di ruang televisi. Sedangkan Kaori memutuskan untuk kembali ke kamar dan bersantai di sana. Sedari tadi, ia selalu berusaha belajar walaupun dia tidak tahu bisa melanjutkan sekolahnya atau tidak. Akan tetapi, dia ingat janji yang pernah Seika katakan jika wanita itu akan menyekolahkan dirinya dan sang adik. Tentu Kaori tidak boleh mengecewakan wanita baik itu, ia akan berusaha belajar dan membuatnya bangga.

Waktu belajar Kaori sudah cukup lama, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan membersihkan dirinya di kamar mandi. Namun, ketika Kaori hendak masuk ke kamar mandi. ia terkejut mendengar suara pintu yang terbuka dengan cepat. Ternyata, Kei baru saja selesai mandi.

Meskipun Kaori merasa sedikit canggung karena berada dalam satu rumah dengan Kei, dia berusaha untuk tetap tenang dan melangkah masuk ke kamar mandi.

Kei menyapa Kaori dengan santai. "Oh, kamu mau mandi juga?" tanyanya, tidak terlihat terganggu dengan keberadaan Kaori di sana.

"Iya," jawab Kaori singkat, sambil menatap Kei sekilas.

Kei mengangguk, lalu hendak pergi dari sana. Namun sebelum melangkah jauh, ia menoleh lagi dan berkata, "Oh iya, aku ingin kau menjadi pelayanku mulai sekarang."

"Kau bilang mulai besok," sahut Kaori, sedikit kesal.

"Sudahlah, turuti saja!" jawab Kei sambil tersenyum nakal. "Kau tahu kan konsekuensinya kalau menolak?

Kaori hanya bisa mendengkus, kesal dengan perkataan Kei yang mengganggu. Dengan berat hati, dia menganggukkan kepala, tanda bahwa dia tak punya pilihan selain menuruti permintaan Kei.

Kei tersenyum puas melihat reaksinya, lalu memberi perintah terakhir, "Setelah mandi, datanglah ke kamarku!"

Kaori mengangguk terpaksa, sebelum Kei melangkah pergi meninggalkannya. Setelah Kei pergi, Kaori hanya bisa menghembuskan napas pelan. Air hangat yang menyentuh kulitnya saat mandi tak cukup untuk meredakan rasa jengkelnya yang mengendap di dada.

Selesai mandi, Kaori bergegas memakai pakaiannya. Lalu dia melangkah pelan menuju kamar Kei yang berada di lantai dua. Langkahnya terasa berat, sesungguhnya ia sangat enggan untuk pergi ke sana.

Pintu kamar Kei terlihat sediki terbuka, seakan sudah menantinya. Ia mengetuk pelan.

"Masuk saja." Suara Kei terdengar dari dalam.

Dengan enggan, Kaori membuka pintu dan masuk. Kamar itu jauh lebih rapi dan teratur dari yang ia bayangkan. Kei sedang duduk di depan chabudai (meja berkaki pendek yang biasa digunakan di rumah tradisional Jepang), dikelilingi beberapa kertas gambar dan pensil warna. Ia menoleh dan tersenyum kecil begitu Kaori masuk.

"Duduk sini," suruhnya sembari menunjuk sebuah zabuton (bantal duduk). "Bantu aku mewarnai semua gambar ini."

Kaori mendekat, lalu duduk di zabuton yang ada di dekat Kei. "Ku kira kau akan memintaku untuk menjadi pelayan sungguhan," katanya sambil cemberut.

Kei terkekeh pelan. "Tentu saja tidak, tetapi terima kasih, kau sudah memberiku saran. Bisakah kau ambilkan aku segelas susu dan sepiring camilan?" balasnya menggoda Kaori.

Wajah Kaori semakin cemberut. Itu membuat Kei tertawa keras.

"Aku hanya bercanda," ucap Kei yang tidak ingin membuat Kaori marah. "Aku hanya ingin kau membantuku menyelesaikan tugas sekolahku, dan aku ingin hasilnya rapi."

Kaori mengangguk perlahan. Raut wajahnya sudah tidak kesal, dia sedikit lega. Lalu dia mengambil satu pensil warna. "Baiklah. Tapi bolehkah aku menambahkan sesuatu di gambar ini?"

"Tentu. Asalkan sesuai dengan temanya," jawab Kei.

"Aku ingin menggambar seekor kucing kecil di dekat pohon," katanya sambil mulai menggambar.

Kei memperhatikan dengan saksama, lalu tersenyum kecil. "Gambarmu cukup bagus. Sepertinya kita akan mendapatkan nilai bagus jika ini dikumpulkan."

Kaori menoleh padanya dan tersenyum malu. "Terima kasih. Aku akan berusaha agar hasilnya bagus."

Mereka melanjutkan pekerjaan itu bersama dalam keheningan yang nyaman, saling berbagi warna dan sesekali bertukar pandang. Meski Kei agak suka memerintah, Kaori merasa sedikit lega karena kali ini perintah Kei tidak memberatkannya.

Tanpa Kaori sadari, diam-diam Kei memandang wajahnya. Dia baru menyadari jika wajah Kaori sangatlah cantik. Tiba-tiba saja, dia merasakan perasaan aneh. Perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya kepada seorang anak perempuan. Namun Kei tidak berani mengatakan apapun, dia tidak ingin mengganggu Kaori yang terlihat tidak ingin diganggu.

Tidak lama kemudian, terdengar suara Haru yang baru pulang bekerja. Tanpa berbicara, tiba-tiba saja Kei berlari keluar kamar. Dia menyambut kedatangan ayahnya dengan semangat. Kaori mengikutinya tanpa banyak bicara. Dia hanya tersenyum saat Haru menatap dan mengusap puncak kepalanya.

Mereka melangkah bersama ke ruang makan. Kebetulan, Seika sudah selesai menyiapkan makan malam untuk keluarganya. Malam ini ia membuat Gyu-don, Sup Miso, Tamagoyaki, dan semangkuk kecil salad. Haru terlihat senang melihat masakan istrinya. Dia dan anak-anak segera duduk di kursi dan menunggu Seika mengambilkan semangkuk nasi untuk mereka.

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.