Di rumah, Budi menelepon teman-temannya. Dia menelpon Dino dulu setelah itu Mita, Tina, Roy dan Rudi. Setelah itu ia mandi dan makan.
"Lho Budi jam segini kamu rapi amat. Ayo mau kemana ya," tanya mama Budi.
"Ah mama bisa aja," ujar Budi yang digoda mamanya. "Aku cuma mau jalan-jalan sama temen-temen aja kok ma."
"Temen apa temen."
"Ya temen dong ma, masa jalan sama monyet," jawab Budi sambil makan.
"Ya udah jangan pulang malam ya."
"Oke bos."
Budi bersiap-siap berangkat. Ia minta uang jajan sama mamanya.
"Ma aku minta uang jajan dong."
"Lho uang jajan bulananmu sudah habis," tanya mamanya.
"Belum sih. Cuma aku kan nggak mungkin gunain itu buat pergi jalan-jalan. Nanti uang jajanku kan habis," jawab Budi.
"Ya udah ini," ujar mamanya sambil memberikan uang lima puluh ribuannya dua.
"Thank's ma. Sekalian aku pinjam mobilnya ya ma," ujar Budi sambil mengambil uang dari mamanya. Mamanya hanya tersenyum melihat kelakuan putra satu-satunya itu.
"Ya udah pakai sana."
"Mama baik deh," ujar Budi sambil mengambil kunci mobil dari tangan mamanya.
"Nggak usah ngrayu. Rayuanmu sudah basi tahu," ujar mamanya sambil tersenyum.
Budi hanya tertawa mendengar perkataan mamanya. Ia pergi ke garasi dan mengeluarkan mobil bersiap menjemput teman-temannya. Ia pergi ke rumah Mita yang paling dekat kemudian ke rumah Dino, Tina, Roy dan Rudi. Setelah itu ia pergi ke Mall Galaxy.
"Bud, benar yang ngajak Miki?" tanya Roy yang nggak percaya.
"Kalau nggak percaya turun aja disini," jawab Budi sambil menyetir.
"Iya aku percaya deh. Lebih baik percaya aja daripada diturunin ditengah jalan," ujar Roy dengan raut masam.
"Sudah lah Roy, sudah di ajak harusnya kamu senang," ujar Rudi menghibur Roy.
"Dia kan senangnya cuma diajak sama Miki bukannya sama kamu, Rud," ujar Tina.
"Kalau gitu kamu senangnya kalau aku yang ngajak kamu pergi kan," balas Rudi.
Mereka tertawa mendengar gurauan mereka berdua.
"Enak aja lu, lebih baik aku sama monyet daripada sama kamu," ujar Tina.
"Sudah…sudah. Kalian ini bisa nggak tidak bertengkar sehari saja," ujar Mita yang kesal melihat mereka berdua.
"Emangnya kamu sama Budi pernah nggak bertengkar," tanya Tina yang tersinggung dengan perkataan Mita.
"Aku sama dia memang sejak dulu sudah kayak kucing sama tikus. Kamu tahu kan Tin," jawab Miki. "Dia itu kalau nggak cari masalah sehari saja nggak bisa."
"Enak aja kalau bilang. Bukannya kamu yang selalu cari masalah sama aku," ujar Budi, membela dirinya sendiri.
"Aku nggak pernah cari masalah tapi masalah yang datang sendiri ke aku," balas Mita.
"Sudah aku pusing. Jangan ajak aku bertengkar saat aku menyetir nanti kalau terjadi kecelakaan seperti Loren dan adiknya dulu bagaimana," ujar Budi sambil tetap berkonsentrasi dengan jalanan.
"Sorry Bud. Bukan maksudku menganggu konsentrasimu," ujar Mita.
"Ya sudah kita hampir sampai nih," ujar Budi. Budi membayar uang parkir dan memakirkan mobilnya dekat pintu masuk Mall.
Mereka berenam keluar dari mobil menuju ke pintu masuk Mall. Di pintu mereka diperiksa dengan alat pendetektor bom.
"Memangnya tampang kita kayak penjahat ya sampai perlu diperiksa segala," ujar Roy.
"Tampangmu sejak dulu sudah mirip sama penjahat," ujar Rudi.
"Bener Roy penjahat aja kalah garangnya," ujar Tina.
"Masa sih," tanya Dino.
"Sudah jangan bercanda. Miki dan Loren mungkin sudah nunggu kita di Mc Donald," ujar Budi sambil berjalan ke escalator.
"Eh…Bud lebih baik naik lift aja," ajak Tina.
"Iya Bud, timbang naik escalator enakan naik lift," ujar Dino.
"Kalian aja yang naik lift aku naik escalator aja," ujar Budi.
"Aku ikut kamu aja Bud," ujar Mita.
"Kalau gitu kita ketemu di Mc Donald," ujar Budi. "Ayo Mit."
Mita dan Budi naik escalator dan teman-teman yang lain naik lift.
"Aneh tidak biasanya Budi tegang," ujar Tina.
"Masa sih tadi Budi tegang," tanya Dino.
"Masa kalian nggak lihat mukanya saat mendengar kata lift. Aku lihat dia tegang sekali," jawab Tina.
"Aku nggak lihat. Kamu lihat nggak, Rud," tanya Roy.
"Mana gue tahu," jawab Rudi.
Mereka berempat sampai duluan di Mc Donal daripada Budi dan Mita. Mereka melihat Miki dan Loren sedang makan es corn.
"Wah enak amat nih," ujar Roy. "Aku juga mau dong Miki."
"Beli aja sendiri," ujar Miki sambil makan es cornnya. "Mana Budi sama Mita kok nggak kelihatan."
"Mereka naik escalator," jawab Tina.
"Jadi Budi masih trauma naik lift," gumam Miki.
"Apa kamu bilang Mik?" tanya Tina yang kaget mendengar gumaman Miki.
"Lho kalian nggak tahu kalau Budi takut naik lift," tanya Miki.
"Aku nggak tahu," jawab Roy.
"Aku juga," jawab Dino. "Kalau kamu Rud?"
"Rasanya aku tahu. Aku pernah dengar kalau Budi pernah terperangkap di lift. Apa sejak itu Budi takut naik lift," ujar Rudi.
"Ya sejak itu Budi nggak pernah naik lift," jawab Miki.
"Kalian sedang bicarain aku ya," tanya Budi yang saat itu berdiri di belakang Rudi.
"Kamu gr amat sih jadi orang," ujar Tina. "Kamu tahu Bud kalau lagi santai kamu jadi ganteng. Aku jadi suka nih sama kamu."
"Jangan bercanda Tin. Nanti ada yang cemburu lho," ujar Rudi sambil melirik Mita.
"Sapa yang cemburu. Laki-laki seperti dia aku bisa dapat sepuluh dalam waktu 1 malam," ujar Mita.
"Yang bener?" goda Roy. "Kalau aku sih cukup Miki aja seorang yang ada di hatiku."
"Huek… aku jadi mau muntah dengar perkataanmu itu," ujar Miki.
"Kalian ini mau disini terus atau jalan-jalan sih," ujar Dino yang bosan melihat mereka bertengkar.
"Kalau gitu kita kemana dulu nih," tanya Rudi.
"Bagaimana kalau Time Zone dulu," usul Roy. "Aku lagi pingin main game."
"Pergi sana sendiri," ujar Miki. "Bagaiman kalau kita nonton, habis gitu kita ke Gunung Agung."
"Ngapain ke Gunung Agung," tanya Dino.
"Aku pingin beli buku sama lihat buku baru," jawab Miki.
"Ya udah kita nonton dulu aja. Nanti kita pikirin lagi mau kemana," ujar Budi.
" Nonton apa Bud?" tanya Roy.
"Bagaimana kalau Fantastic Four," usul Rudi.
"Emoh," jawab Miki dan Mita.
"Lalu kalian mau apa," tanya Budi.
"Bagaimana kalau kita nonton film Indonesia aja," usul Miki.
"Film "Vinna bilang cinta" itu ya," ujar Rudi.
"Iya memangnya kenapa?" tanya Miki.
"Bosen ah masa aktornya Delonnya Indonesian Idol," ujar Rudi.
"Lebih baik dia daripada kamu," ujar Tina.
"Kalau dia yang jadi aktor utamanya, Tin. Nggak ada yang bakalan nonton," ujar Miki.
"Jangan bilang sembarangan ya. Gini-gini aku ini termasuk ganteng lho," ujar Rudi.
"Kalau kamu ganteng yang jelek kayak apa ya," ujar Budi.
"Mungkin kayak kamu," balas Rudi.
"Sudah kalian jangan bertengkar terus," ujar Mita. "Kalau kalian bertengkar terus kapan kita nontonnya."
"Kamu nggak belain pacarmu Mit," goda Roy dengan tersenyum nakal. "Kamu nggak dengar ya Rudi bilang kalau Budi itu jelek."
"Memang dari dulu Budi sudah jelek," ujar Mita.
"Wah Bud dasar nasib lu sial, punya cewek sadis banget," ujar Dino yang sejak tadi diam saja.
"Siapa bilang dia cewekku. Sampai mati aku nggak mau sama dia," ujar Budi yang merasa tersinggung dengan godaan mereka.
"Kalau kalian nggak berhenti bertengkar Loren bisa hilang tuh," ujar Tina yang baru sadar sejak tadi Loren tidak ikut dalam pembicaraan mereka.
"Apa maksudmu, Tin?" tanya Budi.
"Tuh lihat si Loren. Kita sedang asik bertengkar dia malah ngeloyor sendirian,"jawab Tina.
"Kalian sih bisanya cuma bertengkar saja," ujar Miki. "Kasihan kan Loren."
"Ya sudah kita samperin sih Loren," usul Budi.
Mereka bertujuh menyusul Loren yang sedang enak-enakan melihat lagu-lagu di Disc Tara.
"Hei Ren." Tina mengagetkan Loren yang sedang melihat lagu baru. Loren kaget melihat mereka semua.
"Sorry aku pergi tanpa pamit. Habis kupikir daripada melihat kalian bertengkar aku jalan-jalan dulu. Dan saat itu aku lihat tempat ini. Kupikir tidak ada salahnya aku pergi kesana. Nanti kalau aku sudah selesai aku tinggal kembali kesini. Nggak nyangka aku malah lupa kalu aku tadi datang sama kalian. Aku keasyikan sendiri disini," ujar Loren.
"Kami yang harusnya minta maaf sama kamu. Harusnya kami lebih memperhatikan kamu. Kamu kan sedang hilang ingatan," ujar Miki.
"Aku tidak apa-apa, yang hilang adalah ingatanku bukan kepintaranku.Aku masih mempunyai ingatan yang bagus. Aku tahu mana yang salah dan benar. Dan aku tahu jalan pulang ke rumah. Kalian jangan memperlakukanku seperti anak kecil saja aku sudah bersyukur," ujar Loren.
"Ya sudah kita enaknya nonton apaan nih," tanya Roy.
"Aku sih nurut sama kalian saja,"ujar Dino.
"Kalau kamu Rud," tanya Budi ke Rudi yang sedang melihat Loren dengan diam-diam. Rudi sudah sejak lama suka sama Loren. Sejak dia belum hilang ingatan, Rudi selalu ngejar-ngejar Loren. Tapi Loren tak kunjung membalas perasaannya. Loren yang dulu sering dipanggil Mikiman sudah punya dambaan hatinya. Rudi tahu pria idaman Loren adalah teman masa kecilnya.
"Aku terserah Loren saja," jawab Rudi.
"Rud…Rud sudah ditolak berapa kali masih tetap ngejar," goda Dino.
"Emangnya kayak lu yang sukannya gonta ganti pacar," ujar Rudi.
"Ya sudah, Ren kamu mau nonton apa," tanya Budi ke Loren yang tidak terlalu memperhatikan guyonan mereka.
"Aku terserah kalian saja," jawabnya.
"Kalau kalian bilang terserah terus, kita lebih baik nonton Miki nari aja ," ujar Budi kesal.
"Kalau gitu kita lihat "Vina bilang cinta" aja," usul Miki.
"Bagaimana teman-teman?" tanya Budi.
"Aku sih oke-oke aja kalau kamu bayarin tiket masuk gue," ujar Dino.
"Kok enak, memangnya sejak kapan aku jadi bapakmu," ujar Budi.
"Biar aku yang bayarin Dino," ujar Mita. "Beres kan."
"Ayo pergi!" teriak Miki yang paling power full.
Mereka semua pada ke bioskop yang ada di dekat Time Zone.
"Mana uang kalian," minta Budi. "Biar aku yang beliin kalian tiketnya."
"Nih!" mereka memberikan uang mereka semua ke Budi kecuali Dino. Setelah itu Budi mengantri di loket penjualan.
"Mbak tiketnya delapan," ujar Budi pada si penjual tiket.
Setelah membeli tiket masuk ke gedung bioskop Budi dan teman-temannya membeli pop corn dan minuman untuk di bawa masuk.
"Bud, kapan kamu jadian sama Mita?" tanya Roy.
"Sapa yang bilang kami jadian?" tanya Mita heran.
"Aku," jawab Roy santai sambil melirik Miki yang sedang memperhatikan mereka.
"Kamu." Tanya Mita dengan melotot.
"Iya," jawab Roy lagi. "Habisnya kalian beli pop corn satu untuk berdua."
"Ini kan gara-gara Dino yang habisin uang jajanku jadi aku harus ngirit," jawab Mita.
"Siapa suruh kamu bayarin dia," ujar Budi. "Lebih baik kamu kan bayarin aku aja."
"Sudah, kalian jangan ribut disini. Ayo kita masuk ke dalam bioskop," suruh Tina yang mulai tidak sabar ingin menonton film.
Mereka semua akhirnya masuk kedalam bioskop. Lampu bioskop sudah dimatikan tanda film akan segera di mulai. Mereka menuju kursi mereka masing-masing sambil dibantu sama pegawai wanita yang menerangi tempat duduk mereka dengan senter. .Mita duduk di samping Budi. Disamping Budi duduk Loren, Miki, Roy, Rudi, Tina, dan Dino secara berurutan.
"Miki tukeran tempat duduknya dong," minta Roy yang ingin duduk di sebelah Loren dan Miki.
"Memangnya kenapa dengan tempat dudukmu?" tanya Miki sambil makan pop cornnya.
"Tidak apa-apa sih tapi aku malas duduk sama Rudi," jawab Roy sambil memasang muka memelas.
"Bilang aja mau duduk sama Loren, nggak usah pakai alasan bosan sama aku," ujar Rudi yang tersinggung.
"Duduk aja disana nggak usah pindah-pindah," ujar Miki yang sudah tahu maksud Roy yang ingin tukeran tempat duduk.
"Hus kalian nggak bisa diam ya,"perintah Tina yang sedang asyik makan pop corn. "Filmnya sudah dimulai tuh."
"Peduli amat," ujar Roy. "Mau mulai mau nggak mulai bukan urusanku."
"Kalau gitu pulang aja lu ke rumahmu kalau nggak bisa diam," suruh Tina.
"Ya …ya… aku diam," jawab Roy dengan muka cemberut. Roy akhirnya menonton film dengan serius.
Setelah beberapa jam akhirnya filmnya selesai.
"Akhirnya selesai juga. Aku pikir aku bakalan mati bosan," ujar Roy sambil meregangkan tubuhnya yang pegal karena duduk terus.
"Siapa suruh kamu nggak nikmati filmnya. Eman-emanin duit aja," ujar Miki sambil marah.
"Kamu kenapa marah sama aku sih?" tanya Roy.
"Ya Miki. Kamu terlihat bete amat," tambah Rudi.
"Tidak apa-apa, aku hanya marah sama orang yang nggak tahu perasaan orang," jawab Miki.
"Siapa yang nggak tahu perasaan orang?" tanya Mita.
"Orang yang duduk disampingku tadi," jawab Miki.
"Memangnya apa yang sudah aku perbuat?" tanya Roy yang tidak tahu salahnya.
"Masa kamu ambil pop cornku nggak bilang-bilang," jawab Miki. "Kalau habis beli sana sendiri. Jangan ngambil punya orang seenaknya."
"Sorry, gitu aja ngambek," ujar Roy sambil minta maaf. "Nanti aku traktir kamu deh."
"Gitu baru impas," ujar Miki senang. "Mudah sekali ya nipu kamu."
"Dasar tukang tipu," ujar Roy sambil berusaha mengejar Miki yang sudah lari saat melihat gelagat Roy.
"Dasar mereka ini sudah sebesar ini masih seperti anak kecil aja," ujar Tina.
"Eh Bud itu bukannya temanmu," tanya Mita yang tiba-tiba melihat Peter bersama keluarganya.
"Temen yang mana," tanya Budi yang tidak maksud dengan pertanyaan Mita.
"Temenmu yang tadi bareng kamu ke UKS," jawab Mita sambil menunjuk ke arah Peter.
"Mana sih," ujar Budi sambil melihat ke arah yang ditunjuk Mita.
"Itu tuh yang pakai baju warna merah," ujar Mita sambil menunjuk.
Loren melihat ke arah yang ditunjuk Mita dan melihat Peter yang sedang berjalan dengan ibunya dan ayahnya. Loren merasa pernah melihat ibu Peter tapi dia tidak tahu dimana.
"Kalian sedang ngapain sih," tanya Tina dan Dino yang heran melihat Mita nunjuk-nunjuk sesuatu pada Budi.
"Ya benar itu Frans," ujar Budi yang melihat Peter sedang berjalan menuju tempat makanan.
"Frans…mana Frans," tanya Miki yang saat itu sudah sampai ke tempat Budi dengan berlari.
"Kamu habis dikejar anjing," tanya Budi yang heran melihat Miki yang susah bernafas. "Atau asma kamu kumat."
"Enak aja kalau bilang. Ini gara-gara anjing liarmu kamu lepas," ujar Miki sambil nunjuk Roy yang juga sedang berusaha bernafas normal.
"Enak aja kalau bilang. Sejak kapan aku jadi anjingnya Budi. Kalau Budi yang jadi anjingku baru pantes," ujar Roy membela diri.
Budi hanya tersenyum mendengar gurauan mereka yang kekanak-kanakan.
"Bud tadi kamu bilang ada Frans, sekarang dia dimana," tanya Miki sambil melihat ke kanan dan kiri.
"Kamu sudah ketinggalan kereta," ujar Budi. "Keretanya sudah pergi saat kamu datang."
"Kereta apa sih Bud?" tanya Dino yang merasa di acuhkan oleh mereka.
"Kereta itu hanya kiasan, Din," ujar Budi. "Ayo kita makan, aku sudah lapar nih."
"Ayo," ujar Tina senang.
"Kamu kalau sudah menyangkut makanan cepetnya setengah mati," ujar Rudi.
"Tina kalau belum makan dia nggak bakalan jalan," ujar Miki.
"Habis perutku ini kan beda dengan perut kalian. Dia selalu minta diisi," ujar Tina.
Mereka berjalan ke arah makanan.
"Mit, kamu mau makan apa?" tanya Budi pada Mita.
"Aku makan nasi goreng aja," jawab Mita sambil melihat ke sekeliling.
"Aku makan pangsit mie aja Bud," ujar Dino.
"Beli sana sendiri," goda Budi. "Masa kamu minta di traktir lagi."
"Ya nggak dong. Aku kan malu kalau minta traktir melulu. Kali ini aku bayar sendiri tapi minumannya bayarin ya," ujar Dino. "Aku lagi bokek Bud. Habis bapakku belum ngirimin duit ke ibuku."
"Bukan urusanku bapakmu nggak ngirim duit," ujar Budi.
"Jangan gitu dong Bud," ujar Dino dengan nada memelas. "Kamu kan sohib ku, masa tega sih kamu lihat sohibmu kelaparan."
"Masa sih kamu bisa kelaparan," goda Roy.
"Aku juga manusia. Punya perut punya mulut. Jangan samakan aku dengan benda mati," ujar Dino sambil menyanyi lagunya Roker juga manusia.
"Dasar lo Din. Ada-ada aja idemu kalau ngubah lagu,"ujar Rudi.
"Sudah ayo kita makan dulu. Aku sudah laper nih," ujar Tina sambil memegang perutnya.
"Iya Bud, aku juga laper nih,"ujar Mita.
"Kamu nggak laper Mik,"ujar Roy penuh perhatian.
"Mik…Mik memangnya sejak kapan aku jadi microphone,"ujar Miki marah.
"Sorry ya," ujar Roy. "Habis kalau nggak dipanggil Mik mau dipanggil apa dong sayang."
"Eh kurang ajar kamu panggil aku sayang. Sejak kapan aku jadi sayangmu," ujar Miki sambil memukul bahu Roy.
"Sejak hari ini kamu kan yayangku," jawab Roy sambil mengedipkan mata.
"Suit…suit…hebat benar lo bisa gaet Miki," ujar Rudi. "Miki apa kamu nggak salah milih cowok? Memangnya nggak ada ya cowok di dunia ini selain dia sampai-sampai kamu mau jadian sama dia?"
"Seandainya benar nggak ada cowok lain di dunia ini selain dia, aku nggak bakalan milih dia jadi cowok gue. Lebih baik aku pacaran sama monyet daripada sama dia," jawab Miki sehingga membuat semua anak tertawa selain Roy yang cemberut mendengar perkataan Miki.
Roy yang merasa sakit hatinya membacakan puisi bikinannya kepada Miki.
Kau telah menyakiti hatiku yang seputih salju.
Kau telah hancurkan hatiku berkeping-keping.
Aku tak tahu apa salahku.
Aku hanya mencintaimu sepenuh hatiku.
Mengapa harus aku yang kau sakiti
Apa karena aku mencintaimu sepenuh hati ini?
Apa karena aku hanya seorang pujangga kesepian?
Sehingga kau menyakitiku sedemikian rupa
"Roy hebat benar kamu bisa buat puisi sehebat itu," ujar Rudi yang kaget mendengar puisi Roy yang membuat siapa yang mendengar ingin menangis.
Miki yang tidak menyangka Roy bisa bikin puisi dibuatnya melongo mendengar puisi Roy yang begitu bagus.
"Roy kamu berbakat jadi pujangga. Kalau kamu mau aku kenalin ke paman gue,"ujar Dino.
"Ngapai ke paman lu?" tanya Roy heran.
"Ya biar nanti kamu bisa seperti Tom Cruise," ujar Dino.
"Bukannya Tom Cruise itu Aktor," tanya Miki yang heran.
"Masa sih seingatku dia itu penyanyi," ujar Dino.
"Lalu apa hubungannya pamanmu sama puisi gue?" tanya Roy heran juga.
"Ya biar puisimu diterbitkan sama paman gue gitu lho," jawab Dino.
Mereka semua bingung dengan pembicaraan Dino yang nggak nyambung. Masa puisi Roy mau diterbitkin sama penyanyi bukannya penerbit.
"Maksudmu?"
"Paman gue kan seorang yang suka bikin lagu…"
"Terus…"
"Ya puisi lo dibuat jadi lirik musik gitu lho," jawab Dino.
"Ya lah cuma gitu doang. Kupikir aku bakalan kau tarik jadi penyanyi," ujar Roy.
"Kamu jadi penyanyi…Masya Allah, lebih baik aku mati dulu sebelum mendengar nyanyianmu," ujar Miki.
"Kalian kapan selesainya?" tanya Tina yang sudah kelaparan. "Kalau masih lama selesainya lebih baik aku sama Loren pergi makan dulu."
"Sorry…sorry…gitu aja ngambek," goda Rudi. "Nanti Dino nggak mau lho sama kamu."
"Peduli amat," ujar Tina sambil mengajak Loren pergi dulu.
"Ya udah ayo kita makan," ujar Rudi memberi komando.
Mereka memesan makanan yang disukainya. Loren memesan gado-gado, Miki pesan ayam goreng, Budi pesan Nasi goreng buat Mita dan pangsit mie untuk dirinya, sedangkan Rudi dan Roy memesan Mc Donald. Rudi dan Roy terpaksa jalan ke Mc Donal demi membeli makanan mereka.
"Lho Tin kamu nggak makan," tanya Budi. "Kamu juga nggak makan Din." Setelah melihat Tina dan Dino belum memesan makanan.
"Aku bingung mau makan apa," jawab Tina.
"Kalau kamu Din," tanya Mita.
"Sama tapi aku bukannya bingung mau makan apa…"
"Lalu?"
"Aku bingung karena nggak ada makanan yang murah," jawab Dino sambil melihat harga makanan.
"Ya udah biar aku yang traktir deh," ujar Mita dengan geleng-geleng kepala.
"Thank's ya Mit," ujare Dino senang
"Dasar lo Din, bilang aja minta dibayarin nggak usah cari-cari alasan yang lain," ujar Rudi sambil tertawa.
Setelah selesai makan mereka bingung mau kemana.
"Habis ini kemana ya enaknya," ujar Rudi.
"Kami mau ke Toko Gunung Agung," ujar Miki.
"Wah aku males kesana," ujar Roy.
"Ya udah sapa yang suruh kamu ikut," ujar Miki.
"Kamu mau kemana Rudi," tanya Roy.
"Aku sih terserah kamu aja deh," jawab Rudi sambil menghabiskan minumannya.
"Ya udah kita ke Time Zone aja," ujar Roy.
"Ya udah kita pisah aja. Aku dan anak laki-laki pergi ke Time Zone. Sedangkan kalian pergi ke Toko Gunung agung. Nanti kalau sudah selesai kalian nyusul kesana," suruh Budi.
"Setuju." Ujar mereka semua.
.................
"Apa tidak apa-apa kita biarkan mereka," ujar Dino saat mereka naik escalator.
"Memannya kenapa?" tanya Rudi.
"Tidak, aku cuma takut kalau mereka digangguin orang," jawab Dino.
"Tenang aja mereka bisa jaga diri," hibur Rudi. "Tina pasti aman sama Miki."
"Apa hubungannya sama Tina?" tanya Dino heran.
"Bukannya kamu khawatir sama Tina?" jawab Rudi.
"Sapa yang bilang?"
"Lho bukan toh. Kupikir kamu ada feeling ke Tina," ujar Rudi.
"Aku nggak suka sama Tina kok. Memangnya selama ini kalian pikir aku dan Tina ada apa-apa ya," ujar Dino.
"Bukan begitu cuma kami pikir kamu suka sama dia," ujar Rudi. "Ya kan Bud."
"Mana aku tahu," jawab Budi sambil mengisi kartunya.
"Aku juga tolong isi kan Bud. Nih uangnya sama kartuku," ujar Roy sambil menyerahkan uang dan kartunya.
"Rudi kamu nggak ngisi kartumu," tanya Roy.
"Aku lagi bokek jadi nggak punya duit," jawab Rudi.
"Ya udah nanti main sama gue aja," ujar Roy.
"Nih kartumu," ujar Budi sambil menyerahkan kartu yang ada ditangannya kepada Roy.
"Kamu ikut aku aja Din,"ajak Budi.
"Aku dan Dino main disana," ujar Budi sambil menunjuk ring basket.
Mereka berpisah. Rudi sama Roy dan Dino sama Budi. Sementara itu Miki dan teman-temannya sudah berada di Gunung Agung. Saat itu Loren sedang melihat gambar-gambar rumah. Pelahan-lahan Loren mengingat sesuatu. Ia melihat ke dalam ingatan yang dalam. Di sana ada sepasang anak kecil yang sedang menggambar rumah. Anak yang laki-laki berkata sama anak yang perempuan.
"Jika aku sudah besar aku akan buat rumah impian kita berdua," ujarnya.
"Kamu pasti bohong," ujar anak perempuan itu.
"Aku tidak akan berbohong padamu. Aku pasti akan buat rumah impian kita. Nanti kita bersama-sama tinggal disana," ujarnya dengan semangat. Sedangkan anak perempuan itu hanya tersenyum bahagia.
"Kamu janji," ujar anak perempuan itu.
"Aku janji."
"Kalau gitu kita saling mengaitkan tangan," ujar anak perempuan itu.
"Oke." Mereka saling mengaitkan jari kelingking mereka sebagai tanda perjanjian.
"Loren kamu tidak apa-apa kan," tanya Peter yang sejak tadi mencoba menegur Loren.
"Apa?" Loren terbangun dari lamunannya. "Kamu kok ada disini?"
"Aku tadi sedang lihat-lihat buku dan tiba-tiba aku lihat kamu lagi melamun. Memangnya kamu ada masalah ya," tanya Peter.
"Tidak apa-apa kok Frans. Aku cuma sedikit pusing. Mungkin ini efek dari kecelakaan itu," jawab Loren.
"Kamu pernah kecelakaan," tanya Peter heran.
"Iya, belum lama ini. Karena kecelakaan itu aku jadi kehilangan ingatanku dan adikku," jawab Loren sedih.
"Sorry aku membuka luka lamamu," ujar Peter.
"Tidak apa-apa kok," jawab Loren.
"Gini aja kamu kalau butuh temen aku bisa jadi temenmu kok," ujar Peter.
"Terima kasih atas perhatianmu. Tapi aku sudah ada temen yang bisa aku percaya," ujar Loren. Loren merasa aman saat bersama Peter. Ia merasa Peter membuatnya tenang.
"Hei Ren kamu kemana aja sih," tegur Miki dari kejauhan yang saat itu tidak melihat ada Peter di sana.
"He Miki," sapa Peter.
"Lho kamu ada disini juga," ujar Miki yang kaget melihat Peter.
"Iya aku lagi belanja sama mamaku," ujar Peter.
"Kalian sendiri ngapain disini," tanya Peter.
"Aku lagi nyari buku," jawab Miki.
"Kamu suka baca buku ya," tanya Peter lagi. Peter ingat kalau Miki dulu juga suka baca buku.
"Kamu sekarang suka baca buku apa," tanya Peter.
"Aku lagi seneng sama novel Indonesia," jawab Miki seneng karena Peter ada perhatian sama dia.
"Oh, aku juga suka novel Indonesia," ujar Peter.
"Masa?" tanya Miki heran.
"Aku pergi dulu ya," ujar Loren yang merasa dia sebagai penganggu. Loren merasa sakit hatinya saat Peter lebih memperhatikan Miki. Tiba-tiba Loren sadar kalau dia sudah jatuh hati sama Peter.
"Loren kamu nggak apa-apa?" tanya Mita yang saat itu melihat Loren yang sedang sedih.
"Tidak aku nggak papa," jawab Loren.
"Mana Miki bukannya tadi dia nyari kamu. Kamu nggak ketemu sama dia," ujar Mita.
"Dia lagi sama Frans," jawab Loren.
"Oh anak baru itu toh," ujar Mita.
"Ada apa Mit?" tanya Tina.
"Kamu ini mau tahu aja. Sana cari aja buku yang mau kamu beli," suruh Mita.
"Mita jahat deh. Sama sohibnya kok gitu. Nanti aku bilang sama Budi kalau kamu punya feeling ke dia," goda Tina.
"Eh kamu jangan bicara sembarangan ya. Sapa yang bilang aku suka sama Budi," ujar Mita.
"Kalian ini kenapa sih ribut-ribut disini," tegur Miki yang sudah kembali. "Kan malu dilihat orang. Nanti kalian dikira anak nakal lho."
"Habis Mita sih main rahasia-rahasiaan sama aku," ujar Tina.
"Rahasia apa sih Mit," tanya Miki yang penasaran.
"Tidak dia cuma mau tahu aja. Aku tadi lagi bicarain anak baru yang ada di kelas kalian sama Loren tapi tiba-tiba dia nyeruduk kayak sapi aja," jawab Mita. "Oya Miki kamu ada feeling sama anak baru itu ya."
"Nggak kok," jawab Miki dengan muka merah padam. "Sapa yang bilang?"
"Halah jangan pura-pura, kamu suka sama dia kan," tanya Mita.
"Kalau iya kamu mau apa," jawab Miki.
"Lalu Roy mau kamu kemanain," tanya Mita lagi.
"Ya taruh di gudang aja," jawab Miki.
"Kamu kok tega sih," ujar Mita.
"Habis pertanyaanmu aneh. Memangnya apa hubungannya sama Roy. Aku dan dia kan nggak ada apa-apa," jawab Miki.
"Lho kamu nggak tahu ya kalau dia suka sama kamu," tanya Mita.
"Masa sih bukannya dia suka sama anak kelas 3 yang namanya Lisa," jawab Miki. Gara-gara anak itu Miki sampai harus melepas perasaan sukanya sama Roy.
"Dia kan hanya tertarik sama anak itu tapi bukannya dia suka," ujar Mita.
"Aku tahu kamu juga suka sama dia kan," ujar Mita.
"Dulu aku suka tapi sekarang aku lagi suka sama Frans," jawab Miki.
"Dasar! Kamu nggak kasihan sama Roy ya," ujar Mita.
"Peduli amat. Siapa suruh dia dulu suka sama Lisa," ujar Miki. "Gara-gara mencoba melupakan perasaanku ke dia aku sampai harus menangis semalaman."
"Siapa suruh kamu melepaskan perasaanmu ke dia. Mencintai orang yang kita cintai bukan harus memilikinya. Asalkan dia bahagia maka kamu harusnya bahagia juga. Cinta adalah sesuatu yang indah yang tak dapat diutarakan oleh kata-kata. Kita harus menikmatinya seperti angin yang berhembus. Kita tak dapat memusnahkan cinta secepat angin bertiup. Rasakan cinta dan kamu akan mengerti arti cinta sesungguhnya," nasehat Mita.
"Kamu bisa bicara gitu karena Budi juga punya feeling ke kamu. Jadi cintamu tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi jika suatu saat Budi menyukai perempuan lain dan kau berada di posisiku kamu baru tahu rasanya sakit hati. Kamu hanya dapat melihatnya dari belakang tanpa dia sadari kalau kamu ada disitu. Kamu hanya bisa melihatnya lama-lama semakin jauh darimu. Saat itu kamu akan tahu bahwa mencintai tidak seindah itu. Ada pahit dan manis. Dan yang penting kau akan tahu cinta yang tak terbalas lebih sakit dari segala macam sakit," ujar Miki.
"Miki aku tahu kamu sakit saat melihat Roy suka sama gadis lain tapi bukan berarti kamu harus melepaskan perasaanmu itu. Kurasa Roy juga memperhatikanmu. Kamu dan Roy kan bersahabat dari kecil. Dia pasti tidak akan membiarkanmu seorang diri," ujar Mita.
"Terserah kamu deh. Aku sudah nggak peduli sama perasaan Roy ke aku. Semua sudah terlambat. Mungkin persahabatan kami bisa berjalan tapi masalah cinta aku sudah tak dapat menerimanya lagi. Aku sudah menganggapnya sebagai sahabat tidak lebih dari itu,"ujar Miki. Mita tak dapat bicara lagi. Loren hanya dapat mendengar pembicaraan mereka. Saat Loren mendengar perkataan Miki, Loren sadar Miki benar kalau hanya mencintai tanpa dibalas itu hanya cinta yang sia-sia belaka. Loren sadar rasa sukanya ke Frans pasti tidak akan berjalan lancar. Bagi Frans mungkin aku hanya temennya. Tapi ia juga sadar Mita benar kalau mencintai dengan tulus maka cinta kita tidak sia-sia. Tapi Loren pasti tidak sanggup menahan beban sakit hatinya itu.
"Loren kamu kenapa?" tanya Miki. "Kamu sakit ya."
"Tidak apa-apa kok,"jawab Loren sambil tersenyum kecut.
"Ya udah kalian udah nemuin buku yang kalian suka. Kalau sudah ayo bayar di kasir kemudian kita susul anak laki-laki diatas," suruh Miki.
Setelah mereka bayar belanjaan mereka, mereka pergi ke atas naik escalator. Mereka mencari anak laki-laki yang sedang main game.
"Eh itu kan Budi sama Dino," ujar Tina.
"Kita ke sana aja," suruh Mita.
"Hei Bud," sapa Mita.
Budi menoleh dan melihat Mita dan temen-temennya.
"Kalian sudah selesai ya. Sebentar lagi aku selesai main kok," ujar Budi. "Kalian tunggu aja disini nanti Rudi dan Roy kesini sendiri kok."
"Din kamu kok nggak main,"tanya Tina.
"Tadi sudah," jawab Dino dingin sehingga membuat Tina heran. Sebab nggak biasanya Dino sedingin ini sama dia. Tina tahu kalau Dino itu orangnya periang dan baek banget sama orang. Dia nggak pernah bicara dingin sama orang.
"Kamu nggap apa-apa kan Din," tanya Tina.
"Tidak."
"Beneran kamu nggak apa-apa Din," tanya Mita yang juga heran melihat perubahan sifat Dino. "Kalian lagi bertengkar ya Bud."
"Apa?" tanya Budi sambil main.
"Dasa maniak game. Kalau sudah didepan game nggak peduli yang lain. Kamu lagi bertengkar sama Dino ya," ujar Mita sambil teriak di telinga Budi.
"Nggak. Memangnya kenapa?" tanya Budi balik.
"Lalu kenapa Dino kok jadi bete amat sih,"tanya Mita balik.
"Mana gue tahu, sejak tadi aku main sama Dino nggak apa-apa kok. Mungkin hanya perasaan kalian aja,"jawab Budi yang sudah menyelesaikan permainannya dengan Game Over.
"Gara-gara kamu aku jadi mati nih,"ujar Budi.
"Ada apa sih?" tanya Roy yang datang ke arah mereka. "Kalian kok bertengkar lagi."
"Nggak apa-apa. Kamu nggak usah ikut campur ini urusan aku dan Budi," jawab Mita.
"Gitu aja ngamuk. Kamu apain sih si doimu ini," tanya Rudi.
"Mana aku tahu tiba-tiba datang dia sudah ngamuk kayak gini,"jawab Budi.
"Gawat Bud kamu bikin macan marah tuh," ujar Roy.
"Diem lo Roy. Kalau nggak diam aku selotip mulut lo biar nggak bisa ngomong sembarangan," bentak Mita.
"Kamu marah kok ke aku," ujar Roy takut. "Aku kan nggak salah apa-apa."
"Memang kamu pantes di marahi,"ujar Miki membela Mita.
"Kalian ini kenapa sih?" tanya Budi yang mulai heran melihat mereka.
"Mungkin kesurupan Bud,"ujar Dino.
"Eh kamu kok gitu Din,"ujar Mita.
"Sudah…sudah kita cari tempat lain aja. Disini kan nggak enak kalau dilihat orang," perintah Budi.
Mereka semua pada ke tempat yang sepi yang jarang orang lewat.
"Oke sekarang ceritain kenapa kalian pada marah sama kami," tanya Budi.
"Kami nggak marah sama kalian kok. Aku marah sama kamu karena kamu nyalahin aku seenaknya. Aku kan cuma mau tahu kenapa Dino cemberut gitu," jawab Mita.
"Masa Dino cemberut sih," tanya Rudi.
"Oh kurasa kalian salah paham aja. Dino cemberut karena tadi dia lihat cewek cantik tapi cewek cantiknya malah suka sama aku jadi dia iri," jawab Budi.
"Ya lah hanya masalah sepele dibesar-besarin,"ujar Rudi.
"Ck ck ck masa kalian bertengkar hanya karena gitu aja sih. Kupikir ada kebakaran kok makanya kalian bertengkar,"ujar Roy. "Kamu juga Din masa hanya karena cewek itu lebih suka sama Budi kamu jadi cemberut. Kamu tahu kan sejak dulu banyak cewek yang suka sama Budi."
"Bukan begitu ceritanya. Sebenarnya aku yang nyapa dia duluan tapi bukannya dibalas dia malah tidak menghiraukanku. Dia malah mengajak Budi ngobrol malah minta nomer telepon Budi,"ujar Dino membela diri. "Coba kamu yang digituin, apa kamu nggak sakit hati. Mungkin harga dirimu langsung jatuh."
"Masa sih sampai seperti itu," tanya Rudi. "Aku nggak nyangka Bud kamu laris juga ya."
"Jangan bicara sembarangan. Nanti Miki marah lho," ujar Miki. "Kalian ini kalau bercanda selalu seenaknya nggak lihat perasaan orang."
"Memangnya kamu pernah lihat perasaanku Miki," tanya Roy dengan tatapan menakutkan.
"Aku lihat kok. Tapi kalau aku lihat apa aku harus membohongimu. Aku yang sekarang ini tidak menyukaimu sebagai laki-laki. Aku hanya menganggap kamu sahabatku," jawab Miki. "Lagipula aku dan kamu sudah tidak saling cocok."
"Aku bisa menyesuaikan diriku dengan kamu. Kamu suka apa aku akan juga menyukainya. Apa saja yang kamu mau pasti akan aku turuti asal kamu mau menyukaiku," ujar Roy.
"Miki apa sih yang kurang dari Roy," tanya Rudi yang merupakan sahabat dekat Roy selain Miki.
"Karena dia kurang peka, karena dia kurang perhatian, karena dia sudah melukaiku, karena dia sudah membuatku menjadi orang lain. Pokoknya banyak kelemahannya," jawab Miki.
"Kapan aku pernah melukaimu?," tanya Roy heran.
"Sudahlah jangan memperpanjang masalah ini. Aku nggak mau sampai aku jadi membencimu. Sampai disini aja masalah ini. Jangan dibuka lembaran yang sudah tertutup,"ujar Miki.
"Apa sih maksudmu?" tanya Roy yang heran dengan perkataan Miki.
"Sudah…sudah kita pulang aja. Sudah malam nanti kita dimarahi orang tua kita," ujar Budi yang sudah pusing dengan masalah mereka.
"Ayo kita pulang aja. Aku sudah capek nih,"ujar Tina untuk mengurang ketegangan diantara mereka.
"Ya udah kita pulang aja," ujar Roy yang mengalah. Roy tidak menyangka akan seperti ini hubungannya dengan Miki. Padahal Miki bilang dia tidak marah saat aku lupa hari persahabatan mereka karena Roy jalan-jalan sama Lusi. Roy tahu dia sudah salah, dia tidak memperhatikan Miki sejak dia pacaran sama Lusi. Tapi sejak hubungannya dengan Miki menjauh, dia mulai sadar kalau sebenarnya dia ada rasa sama Miki. Dia tidak pernah menyadari perasaan itu saat bersama Miki tapi saat dia jauh dia mulai menyadarinya. Tapi sepertinya semua sudah terlambat, Miki mulai tidak dapat menyukaiku seperti dulu lagi. Walau masih bersahabat Roy sadar masih ada jurang pemisah diantara mereka.
"Roy tunggu kamu mau kemana," tanya Budi yang heran saat Roy bukannya ke mobil Budi malah keluar dari mall.
"Bud aku pulang naik taksi aja. Kamu antar mereka aja sampai dirumah. Aku bisa pulang sendiri," jawab Roy dengan muka sedih. Dia sudah nggak bisa berpikir, kepalanya pusing dengan banyak masalah. Dia pikir kalau keluar dia bisa melupakan masalahnya. Tapi bukannya lupa, masalahnya malah jadi besar. Roy mencegat taksi yang ada di depan dan dia minta dianterin ke rumahnya.
"Pak jalan kertajaya 101," suruh Roy yang sudah naik ke taksi. Sementara temen-temennya melihat Roy yang pergi begitu saja. Miki tahu dia salah karena marah pada Roy. Dia tidak menyangka Roy bakal terpukul dengan perkataannya itu.
"Maafkan aku Roy," ujar Miki dalam hati. "Aku tidak ingin melukaimu seperti ini tapi aku tak mampu menahan kebencian ini padamu.Kalau aku mampu mengendalikan diriku aku pasti akan memaafkanmu. Tapi aku tak bisa memaafkanmu karena telah melukai hatiku. Luka di hatiku sudah tak dapat tersembuhkan lagi. Setiap aku ingin memaafkanmu hati ini menjerit. Aku rasa aku takkan pernah dapat menerimamu lagi. Tapi demi persahabatan yang terjalin lama aku terpaksa tetap mempertahankannya."
"Miki apa kamu tidak keterlaluan memperlakukan Roy seperti itu?" tanya Budi. "Apa kamu tidak tahu dia begitu mencintaimu sepenuh hati. Dia berusaha menebus masa-masa dimana dia telah meninggalkanmu. Dia bener-bener menyesal karena telah melupakan persahabatan antara dia dengan kamu. Kamu tahu saat dia membicarakan kamu yang menunggunya pada malam dimana ia harusnya datang tapi dia lupa, dia menangis di depanku dengan penuh penyesalan. Dia menyesal karena telah melupakan persabatan kalian yang telah lama terjalin hanya demi seorang wanita yang tidak ada apa-apanya," ujar Budi. Mita hanya diam saja mendengar Budi bicara. Dia tidak ingin menyalahkan siapa-siapa apalagi membela. Dia tidak ingin ikut campur dengan masalah yang bukan urusannya.
"Bud aku tahu kamu membela dia karena dia temenmu tapi jangan lupa ini bukan masalahmu. Ini masalah kami berdua. Biar kami yang menyelesaikan masalah ini," ujar Miki sambil mengajak Loren pergi.
"Ayo Ren kita pulang. Nanti mamamu marah sama aku," ajak Miki.
"Aku pulang dulu ya temen-temen," ujar Loren yang tidak ingin ikut campur. Habis dia bingung apa dia berhak bicara. Dia kan nggak ingat apa-apa.
"Thank's kalian sudah mau menemani aku jalan-jalan walau akhirnya harus seperti ini. Aku minta maaf karena sudah merusak suasana," ujar Miki.
Budi dan temen-temennya yang tersisa hanya melihat kepergian mereka berdua. Miki mengendarai mobil honda Vios milik kakaknya.
"Sudah Bud ayo kita pulang aja. Kamu sih ikut campur aja," ujar Mita.
"Lho bukannya kamu yang mulai pertengkaran ini," ujar Budi membela dirinya.
"Enak aja siapa suruh kamu main game tanpa mempedulikan sekeliling," ujar Mita.
"Sudah nanti kalian bertengkar lagi seperti Miki dan Roy. Kalau sudah gitu lebih baik aku naik taksi daripada ikut kamu Bud," ujar Tina.
"Bud aku turunin di rumahnya Roy aja," suruh Rudi yang cemas.
"Buat apa aku nurunin kamu dirumahnya. Lha rumahmu sama dia seberangan," ujar Budi sambil tersenyum melihat kecemasan Rudi. "Tenang aja Roy pasti tidak apa-apa. Dia orangnya tegar walau dia punya masalah keluarga."
"Bukan begitu Bud. Kamu tahukan mama dan papanya sedang bertengkar jadi dia sekarang dirumah sendirian. Aku nggak tega ninggalin dia sendirian dengan masalahnya yang menumpuk," ujar Rudi.
"Ya udah nanti aku ikut nginap di rumahnya setelah mengantar mereka semua ke rumah mereka," ujar Budi sambil membelokkan mobilnya.
"Memangnya kenapa mama dan papanya bertengkar?" tanya Tina.
"Biasa masalah keluarga. Papanya Roy tidak setuju istrinya pergi ke Australia,"jawab Rudi.
"Lho kenapa mamanya Roy mau ke Australia?" tanya Tina lagi.
"Mamanya mau buka usaha disana,"jawab Budi.
"Oh kalau gitu harusnya papanya seneng dong," ujar Tina.
"Masalahnya papanya Roy takut dia diungguli sama istrinya," ujar Budi menerangkan.
"Kamu pikir aja mana ada cowok yang mau diungguli sama ceweknya,"ujar Rudi menambahkan.
"Ya itu dasar cowoknya yang nggak mau mengerti kalau ini saatnya cewek menunjukkan taringnya," ujar Mita yang sejak tadi diam.
"Bukan begitu, kamu tahu sejak dulu laki-laki ada diatas wanita. Mereka menjadi tumpuan hidup wanita. Tapi tiba-tiba wanita itu bisa berdiri dan berlari maka kamu pikirkan bagaiman perasaan si cowok. Ia ingin mengejar tapi gengsi dan malu karena dikalahkan," ujar Budi.
"Apa salahnya kalau si cewek berlari lebih cepat dari si cowok. Asalkan si cowok mau pengertian semua ini tidak akan jadi masalah,"ujar Mita.
"Sudah lah aku tak ingin berdebat sama kamu. Kita sudah sampai dirumahmu," ujar Budi yang pusing bertengkar.
"Ya udah aku pulang dulu tapi aku ingatkan jangan anggap remeh perempuan. Mereka bisa buat kamu pusing tujuh keliling jika mereka mau," ujar Mita.
"Iya…iya sana turun," suruh Budi. "Tidur yang nyenyak, nggak usah mikirin masalah hari ini. Biarkan masalah berlalu seperti angin yang berhembus pergi."
"Daah…" Budi pergi meninggalkan halaman rumah dan mengantarkan Tina dan Dino ke rumah mereka. Setelah itu dia pergi ke rumah Roy.
............…
Di kamar Roy, mereka sedang duduk dan Roy sedang minum bir untuk menghilangkan rasa sumpeknya.
"Roy kamu tidak apa-apa minum bir," tanya Budi.
"Tenang bapakku nggak bakalan tahu aku minum. Habisnya botol dirumah ini banyak jadi kalau hilang satu ia nggak bakalan tahu," ujar Roy sambil meneguk satu gelas lagi.
"Roy jangan minum lagi nanti kamu mabuk," ujar Rudi. Tapi Roy sama sekali tidak mempedulikan perkataan Rudi. Dia malah minum segelas lagi.
"Sudah hentikan," ujar Budi sambil mengambil botol dari tangan Roy.
"Aku bosan hidup Bud. Aku ingin jadi angin yang bisa pergi semauku, yang tidak bisa terluka oleh apa pun," ujar Roy. "Kalau bisa aku ingin jadi burung yang terbang kemanapun aku mau. Aku bisa melihat pemandangan dunia ini dari atas dan menyaksikan betapa kejamnya dunia ini."
"Sudah Roy kamu sudah mabuk,"ujar Budi yang melihat Roy berusaha mengambil botol dari tangannya. "Kalau begini terus kamu bisa sakit. Lupakan saja masalahmu sampai disini. Biarkan masalahmu berlalu seperti angin. Anggap ini hanya mimpi yang akan berlalu saat kau terbangun,"nasehat Budi.
"Tapi sayang aku tidak dapat bangun dari mimpiku Bud. Mimpi itu sepertinya mengikuti terus sampai ke ujung dunia, membuatku tak dapat bernafas dengan lega. Dia tidak membiarkan aku bebas,"ujar Roy.
"Roy anggap ini cobaan Setan yang ingin membuatmu jadi pengikutnya. Lawan setan itu jangan biarkan kamu kalah darinya," bujuk Budi. "Kamu pasti sanggup melawannya."
"Bener Roy. Semua ini pasti ada jalan keluarnya. Aku yakin Tuhan takkan membiarkan anaknya disakiti. Ia pasti membantumu melewati cobaan ini. Ia akan menjadi tamengmu dari segala yang jahat," ujar Rudi. "Asal kau percaya maka semua ini pasti berlalu."
"Haah…( Roy menarik nafasnya). Kau benar Rud asal aku percaya, Dia pasti menolongku," ujar Roy yang mulai sadar. "Thank's atas perhatian kalian. Kalian memang sahabat sejatiku. Seandainya Miki juga mau seperti kalian aku pasti akn lebih bahagia lagi."
"Sudahlah Roy. Terimalah keadaan ini dengan penuh syukur," ujar Budi.
"Bener Roy mungkin Miki hanya ditakdirkan sebagai sahabatmu," hibur Rudi.
"Tenang aja mulai sekarang aku akan berusaha bangkit seperti dulu lagi. Melupakan semua masalah dan menganggapnya tidak ada," ujar Roy.
"Jangan begitu Roy. Kau tidak boleh melupakan masalah tapi kamu harusnya menghadapinya dengan berani," nasehat Budi.
"Sudahlah Bud biar aku yang putuskan apa yang terbaik bagiku. Aku putuskan mulai sekarang aku akan berjalan dengan kekuatanku sendiri takakan kubiarkan apa pun juga menghambat langkah kakiku," ujar Roy.
"Roy!" panggil Rudi yang melihat Roy menangis.
"Tidak apa-apa aku hanya sedih. Tenang aja, besok takakan kubiarkan air mata ini turun lagi. Ini adalah air mataku yang terakhir," ujar Roy.
"Menangislah Roy, tumpahkan segala kekesalanmu lewat tangisanmu. Biarkan kekesalanmu hilang terbawa air matamu," hibur Budi. "Kami akan selalu disampingmu jika kamu dalam kesulitan."
"Thank's."
"Aku tak akan melupakan persahabatan kalian untuk selamanya. Jika ada yang bisa aku bantu untuk kalian bilang aja aju akan berusaha membantu," ujar Roy.
"Kami membantu tanpa mengharapkan pamrih. Kami hanya berharap dapat senang dan susah bersama. Jika kamu sedih kami jadi ikut sedih," ujar Budi.
"Bener Roy kami akan selalu ada jika kamu membutuhkan kami," ujar Rudi.
"Aku seneng punya sahabat seperti kalian. Aku akan hargai persahabatan ini sampai ajal menjemputku,"ujar Roy.
Setelah itu mereka mengobrol sampai pagi menjelang.