Jam dinding masih menunjukan pukul 2 saat tangan kecil niar mengais sesuatu disamping tubuhnya. Nihil. Tidak ada seorangpun disana.
"Mama ?" hening.
"Papa ?" dan masih hening.
Tidak terdengar satupun suara yang diharapkannya. Niar ingin bangun, ingin sekali pergi keluar dan mencari kedua orang tuanya, tapi sayang Niar takut, takut akan ada monster besar yag akan menarik kakinya kalau ia turun dari kasurnya. Niar tidak salah, salahkan tontonan televisi yang akhir-akhir ini sangat tidak ramah anak.
Detak jam membuat suasana semakin mencekam, Ia sangat ingin berteriak memanggil kedua orang tuanya, tapi Niar benar-benar takut jika yang datang nanti malah nona berbaju putih seperti di film yang ayahnya tonton tempo hari.
Waktu berjalan terasa begitu lambat. Niar hanya bisa menarik selimutnya, mencoba kembali memejamkan mata kecilnya yang masih sangat mengantuk. Ia hanya bisa berharap mama dan papanya segera datang, hingga tanpa sadar kembali terlelap.
Malam itu Bagas tidur sangat lelap, dia sedang bermimpi makan cilok di abang-abang dekat persimpangan komplek rumahnya saat tiba-tiba diseret Pak Budi untuk ikut tawuran antar warga. Dalam mimpinya Bagas merasa sangat kuat hingga berhasil mengalahkan separuh dari pasukan RT sebelah, hingga ia merasakan sebuah tarikan kuat pada rambutnya.
Bagas meringis tapi masih lelap. Mia sudah berulang kali membangunkan Suaminya dengan lembut hingga setengah hardcore, tapi nihil. Sementara gelombang cinta semakin lama semakin kuat Ia rasakan. Mia telah habis sabar, dengan sisa kekuatan yang ada, Mia menjambak apapun dari suaminya hingga terbagun.
Bagas kaget, seketika terduduk sembari mengucek matanya yang masih berat. Dan tidak kalah kaget saat tahu jika Istrinya yang biasanya sangat tenang adalah pelaku penjambakan itu.
"Bangun, Mas ! aku sudah mau lahiran, kok tidurmu pulas sekali" Mia mengomel, Bagas buru-buru bangkit dari tempat tidur. Panik ? Sudah tentu, Tapi yang dipikirkannya saat itu hanya membawa Mia dan tas yang sudah disiapkan jauh-jauh hari ke rumah sakit.
Sebenarnya usia kandungan Mia sudah hampir menginjak bulan ke sebelas. Kalau kata orang zaman dulu, Mia sedang 'Hamil kebo'. Mia dan Bagas sudah menyiapkan semua sejak awal kehamilan mulai dari mencari tahu info persalinan, dana persalinan, dana darurat, hingga rutin check-up ke dokter kandungan dan melakukan USG seperti yang disarankan, Dokter yang menangani Mia pun mengatakan bahwa kehamilan Mia kali ini sangat sehat, detak jantung, berat badan sampai tekanan darah si Ibu pun sangat bagus.
Mendengar hal itu, sudah tentu Bagas dan Mia sangat bahagia. Ya ! Bahagia sampai usia kehamilan Mia menginjak bulan ke-sembilan. Tidak ada tanda-tanda anaknya akan segera lahir. Bulan ke-sepuluh pun terlewati, hingga euphoria kehamilan Mia berubah menjadi rasa khawatir. Bagaimana tidak, Usia kehamilan Mia telah menginjak bulan ke-2 saat Bu Tuti, tetangganya masih belum hamil. Dan saat tetangganya membuat acara pemberian nama, Mia bahkan belum merasakan kontraksi palsu atau tanda-tanda akan melahirkan lainnya.
Malam itu Bagas membawa Mia ke rumah sakit dengan meninggalkan Niar seorang diri di dalam kamar. bagas tidak bisa berpikir jernih, Ia sebenarnya masih sangat mengantuk tapi harus bergegas, yang dia pikirkan hanya bagaimana membawa Mia ke rumah sakit secepat yang Ia bisa, takut hal buruk akan terjadi jika Ia terlalu banyak membuang waktu. Untungnya masih dini hari, jalanan sangat lengang dan perjalanan mereka tidak perlu memakan waktu lama.
Bagas termenung memandang sepasang sendal di kakinya. Sebuah sendal N*pon berwarna orange di sebelah kanan berpadu sangat tidak serasi dengan sebuah sendal gunung berwarna hitam yang terpasang di kaki kirinya. Pantas saja beberapa pengunjung wanita dan petugas yang berpapasan dengannya disepanjang lorong terlihat mengulum senyum.
Di dalam ruang bersalin Mia sedang ditangani, beberapa perawat dengan cekatan memasangkan infus dan menyiapkan persalinan. Sementara diluar Bagas menunggu dengan perasaan cemas. Wajahnya sayu, Ia lelah, pikirannya berkecamuk. Didalam sana Mia sedang berjuang antara hidup dan mati. Bagas menyandarkan badannya dikursi tunggu, mulutnya komat kamit melafalkan doa apa saja yang bisa Ia rangkai hingga tepat beberapa menit sebelum adzan subuh suara tangisan bayi terdengar menggema memecah keheningan.
"Assalamu'alaikum... " Bagas membuka pintu dan disambut keluarganya.
"Wa'alaikumsalam. Bagaimana keadaan Mbak Mia, Mas? " Mila, Adik bungsunya menghampiri Bagas dengan tidak sabar
"Bagaimana dengan anakmu, le? Apa sehat?" Bu Widya ikut bertanya sembari tangannya sibuk bekerja menata sarapan di meja makan.
Bagas tersenyum, "Alhamdulillah, Mia sehat, cucu perempuan Ibu juga sehat."
"Alhamdulillah, le. Ibu bersyukur semuanya sehat tidak kurang Saturday apapun. Niar masih tidur di kamarnya. Cepat dibangunkan dan ajak menjenguk ibu nya. Kalau tahu adiknya sudah lahir pasti hatinya senang." Bu Widya kegirangan. Hari ini Ia punya cucu baru, rumahnya pasti akan lebih ramai nanti.
Bagas memutar gagang pintu dan mendorongnya dengan hati-hati, memastikan putrinya tidak terkejut dengan kehadirannya. Dengan lembut dibelainya pipi gempal milik Niar sambil memanggil pelan nama putri tersayangnya.
"Niar, sayang. ayo bangun. Papa dan Mama punya kejutan." Niar mengerjapkan matanya. "Anak Papa yang pintar harus bangun, mandi dan bersiap kalau ingin tahu kejutannya." Itu suara papa nya, Papa nya sudah pulang.
Mendengar Kata Kejutan , membuat mata kecil Niar membulat sempurna. "Ayo, Pa! Kita siap-siap. Nanti terlambat untuk kejutan." Niar melompat bangun dengn bersemangat "tapi Mama mana ? Niar cari-cari Mama dan Papa tidak besuara. Niar kenapa ditinggalin?" Bagas mengerti, rupanya Niar terbagun saat Ia pergi.
"Mama menyiapkan kejutan untuk Niar. kalau Niar diajak nanti Niar tidak terkejut" Bagas tersenyum.
"Oh begitu, oke ayo siap-siap pa, nanti kalau lama kejutannya basi." Bagas hanya bisa tertawa mendengar ocehan putrinya itu.
Bagas menggandeng putrinya memasuki rumah sakit, menyusuri lorong demi lorong tanpa bicara. " Niar mengikuti sambil sesekali menyamakan langkah kecilnya dengan langkah ayahnya. "kita mau kemana sih, ini bukan emol"
Bagas hanya tersenyum, sementara Niar semakin tak sabar saja.
Tibalah mereka didepan sebuah ruangan bernuansa putih dengan sedikit detail lukisan berwarna pink dan biru di beberapa bagian. "Kejutannya ada di dalam. Ayo masuk !" Niar masih belum bisa menerka, tapi dengan patuh mengikuti ayahnya dari belakang.
"Asalamua'alaikum" Bagas mengucap salam dan dibalas oleh Mia. Mendengar suara Ibunya mata Niar berbinar, 'Mama pasti memberi hadiah yang bagus.' pikirnya.
"Niar sekarang punya adik baru. Selamat ya !" Seketika rona wajah Niar berubah.
Niar tidak mendengarkan, matanya masih sibuk mencari-cari dimana kejutannya disembunyikan. "Mana kejutan untuk Niar? " Tanyanya memastikan.
"Adik kecil ini adalah kejutan untuk Niar. Nanti Adik akan temani Niar main jadi Niar tidak main sendirian lagi." Mia memberi pengertian.
Niar diam, Bagas dan Mia memandang putri kecilnya, mencari-cari apa yang salah, benar saja, Niar tidak senang, terbersit kekecewaan di wajahnya "Niar salah ya ? kenapa Niar mau diganti ?" Suami Istri itu balas terkejut.
Niar Sedih. Betul kata tante Mila, Adik bayi, ah, tidak! si pengganggu akhirnya datang padanya. Habislah Ia ! Semua takkan sayang lagi padanya. Semua hanya akan sayang adiknya, dan Niar akan dibuang digantikan adik baru.
"Niar tidak mau" Niar mulai menangis, teringat Tante Mila juga mengatakan adik barunya akan mengambil semuanya termasuk mainan dan buku-buku miliknya juga. Niar tidak senang. Sungguh tidak senang. Kejutan yang orang tuanya berikan benar-benar mengejutkannya.
*****