Alex mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celananya, ia mencoba menghubungi Gebi namun ternyata masih tidak ada sinyal.
"Gebi!" teriak Alex memanggil pacarnya itu, kesabarannya sudah mulai habis. Tidak mungkin Gebi mengerjai dirinya, memang beberapa hari yang lalu adalah hari anniversary yang ke 5 tapi tak ada perayaan ataupun apa, karena masing - masing dari kita mempunyai kesibukan masing - masing.
Mungkin mereka akan bersembunyi di balik kegelapan dan bersiap - siap untuk menakuti dirinya ketika dia lengah. Mau tak mau Alex mengikuti permainan teman - temannya.
"Gebi? ayolah keluar, ini sudah malam." Alex kembali memanggil nama Gebi. Namun suaranya kalah dengan suara derasnya hujan dan aliran air dari atas genteng.
Alex mencoba mengikuti jejak kaki yang mengarah ke tangga yang barusan Alex lihat sebelumnya, tempat dimana orang itu berlari dan hilang dari pandangannya. Alex terdiam sejenak, menaiki anak tangga perlahan sembari berusaha tidak membuat sedikitpun suara. Di belokan tangga, Alex mencoba mengintip keatas barangkali ada sesuatu atau tanda - tanda kehidupan. Namun yang dia lihat sama seperti sebelumnya, hanya ada kegelapan pekat yang menyelimuti lantai dua. Alex mencoba memberanikan diri untuk menaiki tangga lebih jauh.
Saat Alex bersekolah di TK ini, lantai dua ini sebelumnya belum ada. Sekolah membuat lantai dua saat dirinya sudah naik ke Sekolah dasar.
Setelah sampai diatas, Alex mengecek satu per satu ruangan di sekelilingnya. Ruang guru yang berada paling dekat dengan tangga di sisi kiri. Di sebelahnya ada beberapa ruang kelas dengan meja dan kursi yang tersusun rapi. Dinding - dinding yang di hiasi oleh coretan atau gambar layaknya sekolahan TK pada umumnya. Untuk ukuran anak TK, sekolah ini cukup luas dan besar.
Alex mengangkat kakinya dengan pelan mendekati pintu kelas yang terbuka. Ia mencoba untuk melihat lihat menggunakan senter dan tidak menemukan tanda - tanda keberadaan Gebi dan teman - temannya.
'Kemana mereka semua' batin Alex. Haruskah dia memeriksa setiap kolong meja? Bulu kuduk Alex langsung merinding, dia membayangkan jika dia menengok ke bawah meja seseorang akan menatapnya dengan senyuman.
Langsung saja Alex membalikkan badan, mencoba untuk menenangkan diri dengan memandang ke luar ke taman bermain.
Namun pemandangan taman bermain itu semakin buruk ketika dilihat dari atas, penuh dengan tanah berlubang dan genangan air.
Tanaman - tanaman hias yang tergantung di pagar semuanya layu, dan beberapa ada yang terjatuh di tanah karena angin.
Saat Alex sedang melihat - lihat, perhatiannya teralihkan oleh kehadiran sosok lain. Sosok itu muncul dari balik kegelapan, dia berlari dengan nafas yang tersengal melintasi taman. Sosok itu berulang kali menoleh kebelakang seperti ada sesuatu yang sedang mengejarnya. Cukup lama dia berlari, sosok itu berhenti di sebuah tiang ayunan. Badannya membungkuk dan nafasnya naik turun tak beraturan, sepertinya dia kehabisan nafas karena terus berlari.
Alex menempatkan dahinya untuk ke jendela kaca untuk melihat lebih jelas sosok itu. Namun air hujan yang deras dan embun yang menempel di bagian kaca membuat Alex sulit untuk melihatnya. Ketika orang itu berdiri dan merapihkan rambut panjangnya ke samping, Alex langsung mengenalnya. Hanya ada satu wanita di sekolah yang berambut coklat dan menggunakan kacamata super tebal.
"SISKA!" Alex berteriak keras keras memanggil namanya, namun wanita itu tidak menengok. Alex memanggilnya sekali lagi dengan keras sambil menggedor gedor kaca jendela namun kegaduhan itu tidak cukup untuk mengalahkan suara derasnya hujan. Baru saja Alex memutuskan untuk turun kebawah dan menemui wanita itu dia melihat sosok dibelakangnya.
"Apa - apaan ini..."
Alex bergidik ngeri melihat sosok aneh itu. Sosok itu berjalan dengan kepala yang sedikit menunduk, dari gerak - gerik dan tinggi badannya, Alex mengetahui kalau sosok itu adalah seorang laki - laki. Laki - laki itu terus berjalan mengendap - endap di belakang Siska yang masih belum mengetahui keberadaannya.
Begitu jarak mereka sudah tinggal beberapa langkah lagi, kedua tangan pria itu merentang ke depan dan menangkap Siska.
"SISKA! AWAS DIBELAKANGMU!" teriak Alex dengan sekuat tenaga.
Namun hasilnya sama seperti sebelumnya, suaranya tidak bisa menembus kaca jendela. Hingga akhirnya pria itu mencekik Siska sangat kuat. Alex yang menyaksikan kejadian dengan hanya melihat wajah Siska yang menjerit tanpa suara, seakan dirinya juga merasakan sakitnya.
Alex berbalik badan, sudah cukup dirinya melihatnya, dia harus segera menolong Siska. Tidak tahu apa dirinya masih sempat untuk menolongnya.
Saat Alex ingin turun dia melihat sesuatu yang tidak wajar di ujung koridor. Sekilas, dia melihat sosok seperti manusia yang Alex tebak adalah seorang laki - laki yang berbadan tinggi, mungkin tingginya sekitar 185 cm. Setelah di perhatikan baik - baik, Alex sepertinya mengenalnya, hanya ada satu orang di sekolah yang mempunyai tubuh tinggi seperti itu.
"Bert? Albert?"
Ketika Alex memanggil namanya, sosok itu berbalik badan dan menengok ke arahnya. Sosok itu seperti mengeluarkan suara seperti desisan ular.
Alex tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok itu, pandangannya sangat gelap membuat dirinya sulit untuk melihatnya. Dengan instingnya, dia memberanikan diri untuk mengarahkan senter miliknya ke wajah pria itu. dia terkejut dengan apa yang dia lihat.
Pria yang berada di hadapannya matanya semuanya berwarna putih pucat, tidak ada warna hitam di matanya. Seolah - olah ada seseorang yang telah mengambil pupil matanya. Walaupun begitu, Albert sepertinya masih bisa melihatnya. Dia mengeluarkan lidah dan suara yang seperti mirip dengan desisan ular. Desisan suara ular itu sangat kencang dan melengking membuat telinga siapapun yang mendengarnya akan terasa sakit.
Setelah Albert selesai mengeluarkan suara yang aneh itu dia berlari ke arah Alex bersiap menerkamnya.
Dengan nalurinya, Alex segera mencari perlindungan dengan berlari memasuki ruang guru yang berada di dekat tangga, buru - buru Alex membanting pintunya hingga tertutup dan menahan kenopnya dengan sekuat tenaga agar tidak terbuka. Selang beberapa menit kemudian, dengan hanya menggunakan kepalanya Albert menerjang pintu itu dan membuat pintu itu terlepas dari engselnya dan terjatuh membuat suara yang menekankan telinga.
Melihat itu Albert menjadi panik, dia tidak tahu mengapa Albert bisa sekuat ini.
"ALBERT! INI AKU BODOH!, APA YANG KAU LAKUKAN?" teriak Alex histeris. Namun si manusia raksasa itu tidak mendengarkan omongan Alex atau bahkan dia sama sekali tidak memahami apa yang dikatakan. Dia hanya diam dan terus menindih badan Alex yang baru saja terjatuh karena pintu yang dia dobrak. Alex yang terbaring membuatnya posisinya tidak menguntungkan, tangan Albert memiting tangan Alex dengan keras, dan tangann lainnya mencekik leher Alex. Sekali lagi Albert mengeluarkan desisan yang sangat tidak enak di dengar oleh telinga.