"Kamu masih mau minum Marko?" tanya Bima yang menyadarkan Marko dari lamunannya.
"Sepertinya kamu senang melihat aku diomelin Om Rafa."
Huh, Bima menghela nafas panjang. Lagi-lagi dia salah berucap di depan Marko. Sementara yang lainnya tersenyum melihat Bima diomelin.
Tap tap tap
"Debi."
"Iya Kak Renata, ada apa?"
"Katanya yang lain, tadi kamu menemani Pak Juna minum. Apakah itu benar?"
"Enggak kok Kak, tadi aku menemani temanku kuliah yang bernama Rafa."
"Oh, berati yang dikatakan anak-anak salah ya!"
"Mungkin mereka salah informasi Kak."
"Iya, mungkin saja. Ya sudah, ayo kita lanjut bekerja."
"Iya Kak."
Debi kembali bekerja. Langkahnya berderap ke sana kemari mendatangi meja pengunjung. Debi melakukan pekerjaannya dengan semangat dan juga senyuman.
Tanpa Debi sadari. Seseorang yang tengah duduk di pojok ruangan tengah memperhatikan Debi. Mereka seseorang itu tidak hanya memeprhatikan, tapi juga membicarakan Debi dengan teman-temannya.
"Kamu lihat pelayan baru itu?"
"Iya, aku melihatnya. Kenapa? Kamu mau menjadikan dia santapan kamu malam ini?"
"Iya tentunya, kamu kan tahu kalau aku suka barang baru."
"Tapi sepertinya kamu tidak akan bisa mendapatkan dia dengan mudah."
"He, kamu jangan meremehkan aku. Apa kamu lupa? Aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau."
"Iya, aku tahu itu. Tapi tidak dengannya."
"Kita lihat saja nanti. Aku pasti akan mendapatkannya."
"Kalau kamu memang bisa mendapatkannya. Aku akan memberikan kamu uang."
"Benar ya!"
"Iya, aku tidak pernah berbohong."
Mereka yang duduk di samping meja Marko. Mengalihkan perhatian Marko. Marko melihat kearah mereka. Marko penasaran dengan pelayan baru yang mereka bicarakan. Marko mengikuti pandangan mereka.
Deg
Marko terkejut saat melihat pelayan yang sangat mirip dengan Debi. Dan pelayan itu tengah menjadi incaran laki-laki hidung belang yang berada di dekatnya.
"Kamu mau kemana Marko?" tanya Gilang saat melihat Marko beranjak dari duduknya. Marko tidak menjawab dan terus melangkahkan kakinya.
Langkah Marko berderap mengikuti laki-laki tadi. Meski Marko tidak begitu yakin jika pelayan tadi Debi, tapi Marko tetap melangkahkan kakinya karena mengikuti kata hatinya.
Brakkkk
Marko yang terlalu fokus dengan pandangannya. Sampai tidak menyadari seseorang berjalan di depannya. Alhasil, Marko menabraknya.
"Kalau jalan hati-hati dong Mas."
"Iya Mas, maaf."
Marko kembali fokus melihat laki-laki tadi, namun sayangnya laki-laki tadi sudah tidak terlihat.
"Kemana laki-laki tadi pergi? Ini gara-gara aku menabrak orang sampai ketinggalan jejaknya."
Marko kembali melangkahkan kakinya, dan berharap dia bisa menemukan laki-laki tadi.
Debi yang baru keluar dari dalam toilet dikejutkan. Saat tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menunggunya di depan pintu. Debi belum pernah melihat laki-laki itu sebelumnya, membuat Debi menjadi takut.
"Ha cantik, bolehkah saya ngobrol sama kamu?"
"Maaf, saya sedang banyak pekerjaan," balas Debi yang melangkahkan kakinya.
"Ayolah, temani saya ngobrol sebentar. Saya akan membayar kamu," balasnya sembari menarik tangan Debi.
"Maaf, lepaskan tangan saya. Saya sedang banyak pekerjaan."
Debi berusaha melepaskan tangannya dari genggaman laki-laki itu, namun laki-laki itu terus menggenggamnya.
"Lepaskan saya."
"Ayolah cantik, jangan sok suci. Aku tahu, kamu butuh uang banyak kan? Kalau kamu mau menemani aku malam ini, aku akan membayar kamu banyak," balas laki-laki itu dengan nada sombongnya.
"Maaf, saya memang membutuhkan uang, tapi saya tidak menjual diri saya."
"Wah, sok sekali kamu. Aku yakin kamu sama seperti wanita lainnya. Jadi jangan sok suci."
Laki-laki itu menarik Debi, namun Debi berusaha melepaskan dirinya.
"Jangan kurang ajar kamu ya! Lepaskan saya."
"Aku akan mengajari wanita sombong seperti kamu."
Laki-laki itu mendorong Debi hingga tubuhnya terbentur dinding. Debi ingin lari, namun kedua tangan kekar laki-laki tadi mengurung Debi.
"Lepaskan saya."
"Aku akan memberikan pengalaman yang tidak pernah kamu dapatkan seumur hidup kamu."
Laki-laki itu menyeringai. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya dan hendak mencium Debi, namun Debi terus menghindarinya.
"Tolong."
Debi yang tengah panik dan ketakutan. Terus berteriak minta tolong. Debi berharap ada seseorang yang datang menolongnya.
"Saya mohon, jangan sentuh saya."
Debi mulai menitihkan air matanya saat laki-laki itu menarik bajunya. Dua kancing baju Debi lolos dan memperlihatkan sebagian tubuh Debi. Laki-laki itu yang melihatnya pun semakin bernafsu ingin menjadikan Debi teman tidurnya malam ini.
"Tolong," teriak Debi yang masih terus berusaha membebaskan dirinya dari kungkungan laki-laki tadi.
Brukkkk
Laki-laki tadi jatuh tersungkur di lantai. Debi pun terkejut dan melihat seseorang yang memukulnya.
"Marko."
Debi diam di tempatnya sembari melihat Marko memukuli laki-laki tadi. Marko yang tengah marah. Tidak hentinya menghujani laki-laki tadi dengan pukulannya.
"Ma*pus kamu."
Laki-laki tadi pun tergeletak di lantai tanpa bisa memberikan perlawanan. Tidak hanya itu saja, laki-laki itu juga terkapar tak berdaya.
Marko mengabaikan laki-laki itu dan membalikkan badannya. Netra Marko melihat Debi yang terlihat sangat menyedihkan. Bajunya yang sobek di sana sini, dan air matanya yang membanjiri wajahnya, membuat Marko terluka. Marko melangkahkan kakinya berjalan mendekati Debi.
"Sekarang kamu aman. Jangan takut."
Debi yang masih shock dengan kejadian tadi, membuat Debi tak menjawab. Debi terus menitihkan air matanya karena ketakutan.
Marko melepas jaket yang ia kenakan. Marko memakaikannya pada Debi.
"Tidak apa-apa, jangan mena......."
Brukkkk
Marko terkejut saat tiba-tiba tubuh Debi roboh. Marko yang melihat itu pun langsung menangkap Debi ke dalam pelukannya.
"Debi, bangun Debi. Jangan membuat aku khawatir."
Marko sangat panik melihat Debi tidak sadarkan diri. Marko terus berusaha membangunkannya Debi.
Kabar Debi diganggu laki-laki tersebar keseluruh club. Dan hal itu terdengar di telinga Rafa. Meski ada banyak pekerjaan yang menunggu Rafa. Rafa mengabaikannya dan berlari menuju tempat di mana Debi diganggu seseorang.
Rafa yang tengah panik terus berlari, hingga langkahnya sampai di depan toilet wanita. Rafa melihat Debi yang berada di dalam pelukan keponakannya.
"Apa yang terjadi Marko?"
Marko mengalihkan pandangannya dan melihat omnya yang tengah berjalan kearahnya.
"Debi, Om."
"Kenapa dengan Debi?"
"Ada laki-laki b*jingan yang mengganggunya."
"Sini, biar Om yang mengurusnya."
"Tapi Om."
"Dia karyawan Om, Marko. Om tidak akan melukainya."
"Iya Om."
Marko menyerahkan Debi yang masih belum sadarkan diri pada omnya. Marko hanya diam dan membiarkan Debi dibawa omnya pergi.
Sebenarnya Marko tidak rela Debi dibawa omnya, namun Marko juga tidak bisa mencegahnya. Marko tidak ingin melihat Debi melihat dia mengkhawatirkannya. Yah, Marko harus melakukan itu sebagai balasan atas penolakan yang dilakukan Debi kepadanya.
Pikiran Marko mencoba mengingat wajah panik omnya. Sebagai seorang pelayan, tidak semestinya omnya mengkhawatirkan Debi seperti itu.
"Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak Marko. Mungkin Om Rafa panik seperti tadi karena dia tahu Debi tanggung jawabnya saat di tempat kerja."