KEKACAUAN DI FINIAS - BAGIAN 03 (02)

Satu Plantazel telah terbunuh dan beban berkurang setengahnya.

Saat ini, satu Plantazel lainnya sedang bertarung melawan seseorang yang memiliki [Gold Claw].

Bedanya, kekuatan yang dimiliki oleh orang tersebut jauh di bawah monster yang dihadapinya. Pasalnya, kekuatan Plantazel tersebut berubah drastis dengan adanya tambahan kepala menjadi 3 dan jumlah akar berdurinya semakin banyak. Kekuatan yang dimiliki oleh Plantazel itu meningkat drastis.

Plantazel tersebut telah berevolusi.

Kekuatan yang sebenarnya tidak ingin dilawan oleh Krisna dalam keadaan kurang baik. Krisna sudah mengeluarkan sebagian besar bola peledak dan penyembuhnya. Jika dia memaksa bertarung lebih lama, maka dirinya akan terbunuh.

Krisna tidak bisa kabur karena keberadaan beberapa akar berduri monster itu yang menutupi jalannya.

Krisna hanya bisa memaksa dirinya untuk memaksa kekuatan terakhirnya.

Kalau dia berhasil, maka Krisna bisa segera mencari Hasan dan lainnya. Namun, jika gagal, dia akan menjadi santapan bagi monster itu.

“Kondisi yang tidak menguntungkan bagiku...Aku harus bisa keluar atau mengalahkan monster ini dengan apa yang kumiliki saat ini. Namun, aku tidak memiliki apa-apa yang lebih banyak. Aku tidak sempat mengambil beberapa peralatan dan senjata di penyimpananku. Ini terlalu buruk bagiku untuk diteruskan, tapi Plantazel ini sepertinya tidak mau melepasku seperti seekor tikus.”

Krisna memeriksa penyimpanannya di [Menu Bar].

Kondisinya terlihat tidak bagus.

5 bola hitam peledak.

1 botol air biasa.

2 jubah yang tidak dipakainya.

Semua itu yang terdapat di penyimpanan Krisna. Hal-hal itu tidak akan membantu dirinya untuk mendapat kesempatan lepas dari monster itu. Krisna menutup kembali [Menu Bar] miliknya.

Dia sudah tidak bisa apa-apa selain memberikan yang terbaik.

Tujuan Krisna adalah bisa mengalahkan atau lepas dari hadangan Plantazel di depan matanya. Dengan memasang kuda-kuda seperti di awal, Krisna menatap tajam monster itu yang mengeluarkan suara-suara yang tidak ingin didengarnya.

“Hentikan...”

“Menyerah saja...”

“Kematianku sudah dekat...”

“Aku ingin pulang!”

“Ayah! Ibu!”

“Bunuhlah aku! Aku tidak mau menjadi santapan monster!”

“Hilangkah tubuhku dari dunia ini...”

“Bisakah aku mati dengan cara normal....?”

“Ibu menyayangimu, nak.....”

“Aku...tidak mau mati....”

“Tidaakkkk!!!!”

“Aaaaaaa!!!!”

Suara-suara itu terdengar dari monster yang dihadapi oleh Krisna. Ini mengganggu pendengaran dan mencoba menggoyahkan hati Krisna. Ini menjadi masalah bagi Krisna.

Hujan turun membasahi daratan Kerajaan Finias yang hancur karena serangan Plantazel. Suasana yang membuat Krisna tidak ingin berlama-lama di sana dan mencoba untuk terus melangkahi tekad dan bertahan dengan tubuh yang basah.

“Hujan dan suara-suara yang kau timbulkan membuatku menjadi semakin takut. Andai saja Hasan ada di sini, mungkin dia bisa membantuku....”

Krisna berlari mendekati monster itu.

Melihat musuhnya berlari, Plantazel itu menyiapkan beberapa akar berduri yang sedikit lebih banyak dari sebelumnya dan menerjangkannya kepada Krisna yang tidak berhenti mendekatinya.

Krisna menyadari itu. Pola yang hampir mirip dengan serangan awal dari Plantazel sebelumnya. Ini sedikit merepotkan. Akhirnya, Krisna melayaninya.

Saat salah satu akar berduri mengarah pada Krisna, dia langsung menangkisnya dengan [Gold Claw] yang berada di tangan kanannya. Namun, kekuatan akar itu jauh lebih besar dari sebelumnya, sehingga membuat sedikit retakan pada senjata yang dipegang oleh Krisna.

“Kekuatan apa ini!? Akh?!”

Krisna sedikit ditarik mundur, tapi dia mampu menahan tubuhnya dengan kaki yang kuat. Krisna melirik bekas serangan tadi pada [Gold Claw] miliknya. Keretakannya memang kecil, tapi hal itu bisa membahayakan dirinya.

Sekali lagi, akar berduri lainnya menyerangnya, tapi kali ini, Krisna menghindarinya dengan melompat ke belakang.

Meskipun serangan tadi meleset, Krisna tidak mengurangi rasa waspadanya. Plantazel yang dia hadapi berbeda dengan sebelumnya. Kekuatan dan kecepatannya semakin meningkat. Serangan demi serangan dari akar-akar berduri Plantazel itu datang dari segala arah.

Atas. Bawah. Kiri. Kanan. Depan. Belakang.

Krisna menghindar dan menahannya dengan [Gold Claw] yang dimilikinya. Tubuhnya pun terkena serangan yang cukup banyak hingga mengeluarkan darah yang tidak bisa disembunyikan lagi. Raganya telah bertahan dengan segala yang dimilikinya.

Beberapa tubuh terluka dan jubahnya mulai robek. Napasnya pun tidak bisa diatur dengan baik. Dia sudah lupa berapa lama bertarung dengan berselimut air hujan yang tiada henti.

Plantazel itu tidak merasakan yang namanya lelah dan tidak terluka karena kemampuannya yang sudah sangat jauh. Beberapa akar berdurinya mengepung Krisna dan tidak bisa terelakkan lagi. [Gold Claw] milik Krisna sudah rusak dan tidak bisa digunakan untuk bertarung.

“Sial....Sampai di...sini saja, ya....?”

Monster itu tidak melepas mangsanya dengan tenang. Krisna tidak mampu bertahan lebih lama. Semuanya seperti telah diatur untuk kekalahan Krisna. Namun, Krisna mencoba untuk tetap mengangkat dagu, dada, dan tubuhnya yang terluka demi bisa mengakhirinya dengan cara yang jauh lebih jantan.

“Jika Firtania...melihatku begini....pasti dia akan...menangis.....”

Krisna membuka [Menu Bar] miliknya. Dia pun mengotak-atik menu di sana dan mengirimkan sesuatu. Itu adalah uang yang dimilikinya. Dia mengirimkan semua uang dan perlengkapan yang dia bawa kecuali bola peledak kepada orang yang dia masukkan sebagai [Friendlist] di [Menu Bar]-nya. Dia mengirimkannya kepada Hasan dan Fadhel dengan jumlah yang sama.

Akhirnya, Krisna bisa tenang dan tidak lagi ada tanggungan untuk bisa bertahan lebih lama. Dia percaya bahwa Hasan dan Fadhel bisa melindungi Firtania serta berkembang menjadi sosok pahlawan yang hebat. Meski mereka baru bertemu di Dunia GHO, Krisna memahami arti perjalanan Hasan dan Fadhel yang harus merasakan kepedihan dan kesulitan.

“Andaikan aku tahu....ini adalah hari terakhirku....melihat langit....aku akan mengajak mereka bertiga...untuk menikmati....langit dan daratan yang luas....Ini terlalu menyedihkan....”

Krisna mulai meneteskan air matanya.

Dia hanya tidak mampu melihat wajah mereka bertiga sekali lagi, tapi dia merasa bahwa mereka kelak akan berkembang lebih baik dibandingkan dirinya yang sekarang.

“Tolong kami! Kami takut sendirian!”

“Maukah kau bergabung dengan kami di sini?”

“Ayo, kemarilah!”

“Aku tidak akan membiarkanmu kesepian....”

“Tidak apa-apa! Aku adalah temanmu....”

“Duniamu begitu kosong....aku akan mengisinya!”

Suara-suata kembali terdengar di telinga Krisna.

“Plantazel kurang ajar.....Kau menggunakan suara-suara itu untuk menarikku....”

Tubuh Krisna ambruk dan tidak mampu lagi bertarung. Pecahan [Gold Claw] berjatuhan ke tanah dan tidak lagi menjadi utuh. Krisna menyerah dan sudah tidak sanggup bertarung. Penghalang dari akar berduri yang dipasang oleh monster itu lenyap. Monster itu siap melahap Krisna.

Tubuh Krisna dililit oleh akar dari monster itu. Dia diangkat dalam keadaan sudah lemas dan tak mampu menggerakkan jari-jarinya seperti semula. Ini adalah akhir bagi Krisna.

“Boosssss!!!!”

Suara teriakan memanggil Krisna dri kejauhan. Krisna membuka matanya sejenak sebelum menjadi makanan Plantazel itu. Dia melihat sosok laki-laki berjubah berlari dan menghampiri dirinya seakan mencoba menyelamatkannya.

Sosok itu adalah Fadhel. Dia berlari dengan wajah sedih dan tubuh yang basah karena hujan. Dia mencoba memanggil Krisna dan berusaha menyelamatkannya. Namun, itu tidak ada artinya. Dia sudah terlambat.

Dengan sebuah senyuman perpisahan, Krisna mengucapkan kata-kata pada Fadhel.

“Selamat tinggal.....”

“Bosss!!!!”

Plantazel itu langsung melahap tubuh Krisna hingga tak bersisa. Fadhel menyaksikan hal itu dengan mata yang tidak berkedip sama sekali. Itu terlalu kejam dan mengerikan. Plantazel itu tenggelam dalam tanah dan lenyap seketika. Dia hanya meninggalkan kerusakan dan keputusasaan di Kerajaan Finias.

Fadhel tidak bisa apa-apa. Tubuhnya pun tertunduk dan menyesal tidak mampu menyelamatkan Krisna dari serangan Plantazel itu. Dia merasa sangat lemah di sini. Dia hanya berteriak penuh keputusasaan di tengah hujan yang semakin deras. Suara yang tak terdengar karena hujan telah merenggut segala hal di hatinya.