♦
Ⅱ
♦
"Sudah sampai, Kak, ayo kita masuk dan makan malam!" ucap Yuukiho sembari menunjuk bangunan di depan sana.
Sekarang dia sudah lebih tenang dan tidak menangis lagi. Namun, bukankah harusnya aku yang menangis karena tidak ingat apa-apa, ya?
Kami berjalan menuju rumah itu dengan sangat pelan mengingat kondisiku yang benar-benar hampir tidak bertenaga, untungnya aku masih bisa berjalan sendiri.
"Hei Yuukiho, siapa namaku?"
Aku benar-benar lupa akan namaku, tetapi tidak dengan umurnya. Kenapa ini bisa terjadi?
"Astaga, aku kira kau ingat namamu, Kak. Namamu adalah Maverick," ucapnya tersenyum sembari memegang keningnya sendiri.
"Maverick, ya? Lalu marga keluarga kita?"
"Satourii, Kak …" ucapnya kini agak lirih.
Aku memerhatikan wajahnya ada raut sedih kembali. "Kenapa sedih lagi?"
"Tidak, aku hanya teringat kembali kepada orang tua kita. Aku memiliki kakak yang selalu menjagaku, tetapi kini dia juga hilang ingatan. Aku tidak tahu harus berbuat apa, Kak." Dia tiba-tiba memelukku dengan sangat erat.
Pandanganku benar sudah diubah oleh Yuukiho, awalnya aku kira bakal membencinya karena brutal. Namun ternyata dia hanya sosok yang bertingkah kuat untuk menutupi segala kepedihannya.
"Ugh sesak ini dadaku, You. Sudahlah, aku kan sudah berjanji akan melindungi dan menjagamu," ucapku mendorong pelan Yuukiho.
"You?! Syukurlah kau masih ingat panggilan kasih sayang ke adikmu ini, aku senang sekali!!" teriaknya bahagia. Dia kembali memelukku, bahkan lebih erat. "Mulai sekarang juga aku akan memanggilmu Mave, bukan Kak. Itu adalah nama panggilan oleh orang tua kita yang sudah tiada," sambung Yuukiho sembari melepaskan pelukannya.
Eh—apa?
Padahal hanya mengarang nama, tidak kusangka itu bisa menenangkannya. Lalu, orang tuaku sudah meninggal? Ah—benar juga, dia tadi sudah membicarakannya di lapangan itu.
"Yah, panggil aku apa pun yang bisa membuatmu senang."
Kami berhenti berjalan karena sudah ada pintu di depan mata.
You memeriksa tasnya dan mengambil sebuah kunci, lalu mulai memutar kunci itu pada lubang pintu. Tidak lama kemudian setelah mekanisme dilakukan, pintu pun berhasil dibuka.
"Selamat datang di rumah keluarga Satourii, hanya menerima orang baik. Silahkan pergi jika kalian ingin berbuat jahat?!" teriaknya dengan lantang.
Apa-apaan dia!? Apa dia termasuk orang yang suasana hatinya gampang sekali berubah??
Aku ternyata memiliki seorang adik yang sedikit gila dari apa yang kubayangkan. Setidaknya aku bisa sedikit tenang dengan keadaan ini, meskipun sedang hilang ingatan.
Aku duduk di sofa dan melihat ada televisi yang masih belum dinyalakan. You juga ikut duduk di sebelahku, tapi dia sangat dekat dengan tubuh ini sialan!
"Makan malam?" tanya You.
Aku mengangguk. You tersenyum aneh. Tidak lama kemudian dia berdiri.
"Mave, mau mandi duluan atau aku duluan?" Dia menunjukkan letak kamar mandi dengan jari telunjuknya.
Rupanya ini alasan dia tersenyum aneh? Menguji keteguhan hati ini ternyata. Biar kutekankan lagi, You adalah wanita yang memiliki proporsi tubuh yang sangat ideal!!
Kalau dia mandi duluan, mata ini pasti tidak akan fokus melihatnya keluar setelah mandi, karena meskipun aku hilang ingatan, hasrat laki-laki jelas masih menempel erat di hati ini. Namun jika mandi duluan, maka aku berpikir dia akan langsung membuat makan malam kami sendirian, dan tentu saja dia tidak boleh kerepotan.
"Baiklah, aku mandi duluan saja. Namun berjanjilah padaku, You, jangan siapkan makan malam sendirian, oke?" ucapku kepadanya sembari memegang pundaknya.
"Baiklah kalau itu maumu, aku juga akan mandi bersamamu," balasnya dengan tersenyum aneh.
Eh ....
Apa??!!
Yang benar saja, ini cuma pikiranku yang kotor atau pendengaranku yang kotor?
Kami berdiri saling menatap dengan televisi mati sebagai saksi bisu.
Aku tersenyum. "Hei Yuukiho Satourii, sepertinya pendengaranku sedang tidak baik."
"Kalau Mave memaksaku untuk tidak memasak, berarti aku mandi, kan?" You membalas senyumanku.
Sialan, bukan begitu konsepnya!! Aku bisa mati mimisan jika mandi dengan seorang gadis yang bahkan adikku sendiri. Baiklah tidak ada cara lain lagi selain membiarkannya pergi memasak.
"Baiklah, You boleh memasak, tapi jangan sampai membuatmu kerepotan, ya!" Aku lantas pergi menuju ke kamar mandi untuk menjernihkan pikiran yang baru saja kacau ini.
"Yokai, tunggulah hidangan spesial dari persembahan malaikat jatuh ini," tuturnya sembari berlari menuju ruangan lain.
Apa lagi itu malaikat jatuh? Sudah jelas dia manusia, kan?
●●●
Aku telah selesai mandi, begitu pun dengan You yang sepertinya sudah menyelesaikan tugas memasak makan malam.
"Jangan makan dulu, Mave, tunggu aku selesai mandi dulu!" ungkapnya sebelum sesaat menuju kamar mandi.
Aku duduk di ruang keluarga sepertinya, ya karena ingatan ini benar-benar tidak merekognisi ruangan ini, kemudian aku memutuskan untuk menonton televisi. Acara yang sedang disiarkan adalah tentang banyaknya kriminal penculikan gadis akhir-akhir ini. Aku menjadi khawatir dan takut kepada You jika sesuatu terjadi kepadanya.
Aku beranjak dari duduk dan mulai menyusuri rumah ini untuk mencari di mana kamarku berada. Anehnya, rumah ini tidak ada foto kedua orang tuaku yang mungkin saja bisa menjadi katalis akan ingatan ini.
Setelah lelah mencari, akhirnya ketemu juga, di depan pintu itu tertulis 'Maverick's Room'. Pasti ulah bocah itu, tidak mungkin aku menulis hal memalukan seperti ini dan melengkapi hiasan bunga di sekelilingnya.
Aku memasuki kamar itu dan mendapati banyak alat olahraga, "Ternyata aku sering berolahraga, ya. Apa mungkin untuk melindungi satu-satunya anggota keluargaku?" ucapku pelan.
Apakah ada seni beladiri yang pernah kupelajari?
Sedang asik bergulat dengan ingatan akan hal tadi, aku terganggu oleh suara shower yang terdengar dari kamar mandi.
Sialan!!!
Aku tidak boleh berpikir macam-macam, dia adalah adikku sendiri. Setelah mengabaikan suara itu dan beberapa menit memukuli samsak di depan, aku memutuskan kembali ke ruang awal tadi untuk menonton televisi. Tidak lama kemudian, telinga ini mendengar langkah sandal yang kian mendekat.
"Mave, jangan tengok ke sini!!" teriak You dari belakang kursi yang sedang aku duduki.
"Kenapa, You? Ada masalah apa?" Secara refleks aku menengok ke arahnya.
Ini sebuah keuntungan atau kerugian? Aku pertama kalinya dengan ingatan yang masih suci ini, melihat tubuh seorang gadis yang sedang telanjang bulat.
Putih. Bersih. Cahaya apa itu? Aku ingin melihatnya lebih de—
Buakkk!!!
"Sudah kubilang jangan lihat ke sini, dasar mesum!!" teriaknya sambil melempar sandalnya kepadaku.
"Oww sakit tahu!! Itu salahmu sendiri kenapa kau telanjang?! Kau bukan anak kecil lagi, Yuukiho Satourii!!" teriakku kepadanya sembari menutup wajah merah ini dengan bantal.
"Handukku tiba-tiba saja terlepas, aku tidak sengaja teriak kepadamu. Tolong tutup matamu, Mave, aku ingin berlari ke kamarku!?"
"Cepatlah!! Jangan sampai salah masuk kamar!"
Sialan, apa-apaan ini, apakah aku sering mengalami kejadian seperti ini saat ingatanku masih sehat? Jika aku terus seperti ini, bisa-bisa nanti dikatakan pecinta adik sendiri. Baru beberapa menit lalu aku berpikiran jenuh, langsung Tuhan kabulkan pikiran kotor itu? Tidak habis pikir bagaimana cara kerja dunia ini.
Terima kasih Tuhan karena sudah memberiku sepasang mata yang sehat.
Aku menyingkirkan bantal yang menutupi wajahku setelah tidak lagi mendengar suara apa pun di sekitar. Televisi yang berada di depan itu menyuruhku untuk tetap menontonnya, akan tetapi baru beberapa menit saja menonton televisi, otak ini memerintahkan mata untuk segera mengalihkan pandangan.
Aku melirik ke arah kamar You dan sepertinya dia sudah berhasil masuk. Tidak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan dia langsung mencibirku.
"Kenapa kau melihat ke kamarku? Dasar mesum!!" You berlari menuju arahku dan mencubit pipi bagian kananku.
Ya Tuhan, dada dan pipiku ini perih sekali.
"Bu—bukan begitu, aku hanya melihat tulisan di kamarmu. Cih, lagipula kenapa kau menodai pikiran baruku yang masih suci ini?" ucapku geram kepadanya.
"Ehehe tadi handukku kendur dan lepas. Lalu karena aku panik, jadi malah berbicara keras padamu tadi, Mave," ungkapnya dengan wajah yang memerah.
Ya Tuhan, bagaimana bisa handuk itu terlepas dengan sendirinya jika bukan karena kecerobohannya sendiri.
"Apakah ada bagian dari tubuhmu yang membesar sehingga handuk lamamu tidak muat?" Aku berdiri dan hendak menuju ke ruang lain untuk makan.
"Bo—bodoh, Mave bodoh, bodoh sekali!! Hal seperti itu tidak perlu dibahas, kan?! Kau benar-benar bodoh, Mave!!" You menatapku kesal dengan wajahnya yang merah seperti terbakar api sungguhan.
Beberapa saat kemudian, rasa perih telah dirasakan di bagian pipi kiriku. Lengkap sudah rasa perih pada pipi kanan dan kiriku.
Kami berjalan menuju ruang makan dengan kebahagiaan kecil, entah kenapa aku merasa nyaman dengan suasana ini. Rasa takut akan kesepian pada hati ini perlahan hilang karena ternyata aku tidak sendirian di dunia ini. Rasa hampa yang kutemui saat terbangun di tengah lapangan tadi, perlahan juga menghilang.
"Kau duduk saja dulu, Mave, biar aku yang mempersiapkan makanannya," ucap You kepadaku.
"Sejak kapan kau jadi ibuku, You? Biarkan aku ikut membantumu!" Aku menatapnya sejenak, lalu kucubit pipinya.
Balas dendam berhasil.
"Duh, ba—baiklah."
Kami menyiapkan makanan yang telah dimasak ke meja makan. Setelah dirasa makanan telah siap sepenuhnya, kami duduk berhadapan.
"Selamat makan!!!" ucap kami bersama.
Makanan ini enak sekali, dia berbakat dalam hal ini ternyata. Aku melihat ke arahnya, tapi ternyata dia belum makan dan malah sedang melihatku.
"Ada apa, You?" tanyaku pelan.
"Kau lahap sekali makannya, Mave, seenak itukah hidangan dari malaikat jatuh ini?" Dia menutup mata kirinya memeragakan bak malaikat jatuh.
"Masakanmu enak sekali, benar-benar hidangan dari malaikat jatuh."
"Hehe, terima kasih, Mave. Aku seperti tidak kehilangan kakakku meskipun kini dia hilang ingatan."
"Benarkah aku selalu seperti ini? Syukurlah jika aku mulai bisa seperti yang kau harapkan."
"Yap ... itulah kakakku, Mave, yang selalu membuat adiknya tersenyum meskipun adiknya bertingkah konyol."
Memang kau itu konyol, You, sehingga rasanya aku seperti melupakan hilang ingatan yang dialami otak ini sekarang. Padahal baru tiga jam setelah bangun di lapangan tadi, wanita ini benar-benar hebat karena bisa membuatku melupakan hal buruk dengan tingkah laku anehnya.
"Tidak usah ditanya tentang kekonyolan, mana ada wanita yang bisa ceroboh dengan handuknya sendiri." Aku melirik dan mengejeknya.
"Ma—Mave, jangan dibahas lagi, wajahku bisa hitam nanti karena malu!?" ucapnya sembari menutupi wajahnya.
"Ahaha, cepat selesaikan saja makan malammu, ini sudah larut."
Jam berbentuk kucing itu memang telah menunjukkan pukul 10 malam. Aku harus bisa tidur nyenyak supaya besok ingatanku perlahan bisa pulih sesuai anjuran Dokter.
"Terima kasih atas makanannya!!!" ucap kami berdua.
"Mave?" panggilnya kepadaku.
"Hmm?"
"Mi—num o—bat!" You beranjak dan memberikan tiga jenis obat kepadaku.
Gawat?!
Aku sampai lupa harus berhadapan dengan monster rasa pahit itu.
"Baiklah aku mengerti."
Setelah aku meminum obat tersebut, kami memutuskan untuk tidur, tentunya tidak bersama. Aku mengelus kepalanya sebelum dia tidur sesuai dengan perintahnya.
"Selamat malam, Mave," ucapnya dengan tersenyum.
"Selamat malam juga, You, tidur yang nyenyak, ya," balasku.
Jadi, aku mengalami hilang ingatan yang tidak jelas? Perlahan aku mulai mengingat tentang apa yang ada di dunia ini, akan tetapi belum bisa mengingat tentang identitas ini. Satu hal yang masih membuat bingung adalah kenapa tadi You muncul tiba-tiba?
Hal lain yang aneh dari omongan You adalah kemarin aku ingin berkemah, tapi ada suatu kejadian—mungkinkah? Mungkinkah kejadian itu adalah perkelahian yang diucapkan You di rumah sakit tadi? Jika benar, apa luka yang dihasilkan perkelahian itu berupa luka dalam?
Terakhir, aku merasa seperti sosok You di lapangan dan di rumah itu berbeda.
Arrrgggh—lupakan saja. Mana peduli, yang harus kufokuskan adalah mengembalikan ingatan ini saja, titik.
Akhirnya, akan kuakhiri malam ini dengan senyuman. Meskipun tiba-tiba hilang ingatan, ternyata ada sosok yang siap menemaniku dari awal untuk merenggut kembali ingatan yang tersesat.
Selamat tinggal malam pertamaku di dunia ini, hari yang indah.
Saat tertidur, aku bermimpi ada seseorang yang mengajak jalan-jalan di hamparan tanah lapang beserta dengan indahnya cahaya bintang.
"Kau tidak sendirian di dunia ini, aku ada di sini, tepat di hatimu yang akan berisi kehangatan."
Apa maksudnya kalimat itu?
Siapa sosok tersebut?