Kerajaan Arion benar-benar dilanda kericuhan. Namun, tak seperti harapan Putri Manvash, keributan bukan disebabkan adanya kesatria wanita dan pelayan yang tertuduh berbuat mesum. Pagi ini, justru tiga mayat ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Raja Faryzan pun mengadakan pertemuan di aula utama. Petinggi-petinggi istana saling berbisik saat dua sosok diminta memasuki aula. Ya, sebagai pemilik kamar tempat penemuan korban, Gulzar Heer dan Shirin harus memberikan kesaksian.
Setelah memberikan sambutan singkat, Raja Faryzan bertanya dengan penuh penekanan, " Gulzar, berikan penejlasan tentang mayat dengan leher patah dan kepala pecah yang ditemukan di kamarmu!"
Gulzar Heer seperti biasa menjawab tenang dengan wajah datarnya, “Hamba juga tidak tahu apa yang terjadi, Yang Mulia. Hamba tiba-tiba mengantuk sekali tadi malam dan langsung tertidur. Hamba bermimpi berburu bozkou dan mematahkan leher hewan itu, juga membantingnya ke tanah. Ketika terbangun pagi ini, mayat itu sudah ada di sana. Kondisinya persis seperti kondisi bozkou dalam mimpi hamba.”
Raja mengangguk-angguk dan bergumam, “Sepertinya, lelaki itu berniat jahat karena penyihir kerajaan merasakan ada sisa-sisa sihir penidur. Mungkin tidak sengaja kau patahkan lehernya saat mengingau.”
Para pengawal yang berjaga di aula saling berbisik dan bergidik ngeri. Keseganan mereka kepada Gulzar Heer semakin meningkat.
Bayangkan saja! Dalam keadaan tertidur di bawah pengaruh sihir, sang kesatria wanita bisa membunuh seorang penyihir.
Pangeran Fayruza mengepalkan jemari. Dia bertekad akan memberikan perlindungan dari sihir kepada Gulzar Heer. Sementara itu, Farzam berdoa dalam hati, berharap kejadian ini tidak akan sampai ke telinga istrinya di kampung halaman. Bisa habis dia, kalau sampai Delaram tahu. Namun, pengendali angin jelas tidak mungkin bisa dibohongi.
"Ah! Aku akan disuruh tidur di luar lagi nanti," gerutunya dalam hati.
Kini, Raja Faryzan mengalihkan pandangan kepada Shirin. “Dan bagaimana denganmu, Shirin? Teman sekamarmu ditemukan mati bersama lelaki asing dalam keadaan aneh dan mengerikan.”
Shirin tampaknya terlalu syok. Dia hanya bisa berlutut dengan tubuh gemetaran. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Putri Arezha memeluk Shirin berusaha menenangkan. Pangeran Heydar menggigit bibir, menahan gejolak dalam dada. Betapa ingin dia mendekap sang kekasih.
“Jawablah, Pelayan! Kenapa kamu bisa selamat sementara dua orang lainnya mati?” cecar Putri Manvash tiba-tiba sembari melirik sinis ke arah Shirin. Dia tentu geram rencana yang disusun rapi menjadi berantakan dalam sekejap.
Beberapa pasang mata melirik curiga. Putri negeri tetangga tak seharusnya ikut campur. Putri Kheva meremas jemari dan merutuki kecerobohan adiknya. Dia bersyukur Pangeran Ardavan tak ada di tempat karena masih melakukan penyelidikan terhadap penyerangan di hari pernikahan mereka. Sosok selicik suaminya mungkin saja bisa mencium kebusukan rencana mereka.
“Itu karena Shirin kusuruh tidur di kamarku! Dia melihat makhluk aneh yang menyeramkan menyerang teman sekamarnya dan kabur, lalu tak sengaja bertemu denganku di koridor. Dia sangat ketakutan jadi kusuruh tidur di kamarku,” sergah Putri Arezha cepat. Dia balas melirik sinis ke arah Putri Manvash.
“Dasar gadis kecentilan, tidak akan kubiarkan kamu mendapatkan Fayruza!” gerutunya dalam hati.
Jika bukan demi menjaga tata krama, mungkin dia sudah menjambak Putri Manvash sampai botak.
Putri Manvash diam-diam mengepalkan tangan. Dia tak menyangka si pelayan akan mendapat pembelaan langsung. Namun, tidak cukup sampai di situ, Putri Arezha yang telah menaruh curiga memiliki rencana lain.
“Bagaimana kalau aku menampilkan kembali ingatan mayat-mayat itu untuk membuktikan Shirin tidak bersalah?”
Putri Manvash terlihat menelan ludah. Wajah Putri Kheva juga ikut memucat. Putri Arezha menyeringai. Keduanya telah masuk perangkap.
“Jangan Arezha!” tegur Raja Faryzan, membuat Putri Manvash dan Putri Kheva diam-diam mengembuskan napas lega. “Aku tidak mau kamu celaka. Setiap melakukannya, kondisi tubuhmu menjadi buruk.”
“Tapi, Yang Mulia, kita harus membuktikannya agar Putri Manvash tidak lagi mencurigai pelayan saya,” protes Putri Arezha.
“Tidak perlu. Shirin sudah jelas tidak bersalah karena bersamamu semalam. Begitu juga Gulzar Heer hanya membela diri. Kematian yang aneh akan kita serahkan pada para penyihir istana saja. Biarkan mereka menyelidikinya.”
Putri Arezha bersungut-sungut. Dia hendak protes. Namun, suara derap kaki mendekat, mengalihkan perhatian. Pangeran Ardavan bersama para pengawal menyeret pangeran keempat dan ibunya, selir kelima, dan juga seorang pemuda berpakaian serba hitam ke hadapan raja.
“Ada apa ini, Ardavan? Apa maksudmu menyeret saudaramu seperti seekor binatang?” cecar Raja Faryzan.
“Mereka adalah dalang penyerangan di pernikahan hamba kemarin, Yang Mulia.”
Pangeran Ardavan pun menjelaskan kronologis kejadiannya. Mereka terus melakukan penyelidikan, hingga berhasil menangkap basah pangeran keempat dan selir kelima yang tengah melakukan pembicaraan rahasia dengan pemuda berpakaian serba hitam itu. Raja Faryzan menggeram begitu melihat wajah si pemuda, persis dengan orang dalam ingatan penjahat tempo hari.
"Hah! Benar-benar kacau! Pangeran keempat! Lancang sekali kamu hendak menyingkirkan saudaramu dengan cara kotor!" bentak sang raja.
Pangeran keempat hanya menunduk. Sementara selir kelima terduduk lemas sambil menangis pilu. Pangeran Ardavan semakin memancing amarah Raja Faryzan agar hukuman mati segera dijatuhkan.
Berbeda dengan sang ayah, Putri Arezha yang sudah kenyang dengan intrik-intrik kotor Pangeran Ardavan tentu tak percaya begitu saja.
Pangeran keempat tidak terlalu tertarik akan tahta. Dia lebih suka minum-minum dan bersenang-senang di rumah bordil, hidup sebebas-bebasnya. Memikul tanggung jawab seperti menjadi raja adalah hal berat baginya. Sosok seperti itu rasanya tidak mungkin sampai merencanakan hal-hal gila demi menggulingkan pangeran lainnya.
Putri Arezha mendekati si pemuda mata-mata. Pemuda itu tampak menyadari bahaya. Dia langsung melemparkan sesuatu setelah mendapat isyarat dari Pangeran Ardavan. Ledakan kecil terjadi. Para pengawal langsung membentuk formasi untuk melindungi Raja Faryzan. Saat kondisi sudah terkendali, mereka hanya bisa melongo melihat pemuda berpakaian serba hitam telah melompat ke luar jendela.
"Argh! Sial! Ardavan memang licin sekali!" serapah Putri Arezha dalam hati.
Sementara itu, Raja Faryzan menggeram marah, lalu berseru, “Tangkap penjahat itu!”
“Baik, Yang Mulia.” Para pengawal segera melakukan pengejaran.
Raja Faryzan menghela napas, menatap pangeran keempat dengan sorot mata kecewa. “Dan kamu, sudah melakukan kejahatan yang setara dengan pemberontakan. Pengawal, bawa pangeran keempat dan ibunya ke penjara bawah tanah. Seminggu lagi mereka akan dieksekusi.”
“Baik, Yang Mulia!”
Selir kelima bersimpuh dengan air mata berurai.
“Yang Mulia ini tidak benar! Kami difitnah! Kami tidak kenal pemuda itu! Dia tiba-tiba datang dan bilang diperintahkan oleh Anda! Kami tidak tahu apa-apa!”
Raja Faryzan tak mengacuhkan jeritan pilu selir kelima. Dia memang terkenal memiliki sifat welas asih. Namun, memfitnah Pangeran Fayruza, putra kesayangan tentu akan meledakkan amarah sang raja. Tak lama hingga para pengawal menyeret pangeran keempat dan selir kelima menuju ruang bawah tanah. Tangisan menyayat selir kelima terasa menusuk hati Putri Arezha.
***