Aula Cakra Link
Tiara mendadak tersentak, cepat dia memegang lengan Armanto, wajahnya memucat, bibirnya bergerak-gerak mengatakan sesuatu.
"Yara?!" Armanto terkesiap melihat Tiara seperti ini, "Kamu kenapa?" segera ditopang badan istrinya dari depan.
Tiara mendorong Armanto menjauh dari hadapannya, lalu dari mulutnya menyemburkan darah segar.
Semua yang hadir kaget melihat ini, langsung berkerubung.
"Astaga Yara!" Armanto cepat menopang lagi badan Tiara, "Kamu kenapa?" diangkat wajah Tiara, "Astaga Yara?!" tampak Tiara meleleh air matanya.
"Minggir Mas!" Tiara menghela lagi Armanto dari hadapannya, "Tito bangun, Nak! Larikan adikmu! Tito bangun, Nak!" dari bibirnya meluncur semua kalimat-kalimat itu, lalu dia tegakan badannya sambil kedua tangannya diluruskan ke bawah, kemudian perlahan di angkat kedua tangan tersebut ke atas di mana telapak tangan dalam mengarah ke depan, baru dilepas sesuatu dari kedua tangannya tersebut,
SIUTTT..
Sebuah bulatan sinar meluncur cepat keluar dari Aula ini..
+++
Kediaman Keluarga Satyawan
Artito masih tengkurap di lantai di depan tangga, dimana Armatia masih dalam pelukannya. Bibir Artito terhias noda-noda berwarna merah segar. Nafasnya tersenggal.
"Mas Ito," terdengar suara isak tangis merintih Armatia, "Mas Ito bangun!" tangan mungil Armatia mengusap pipi Artito, air mata anak ini berlinang.
Artito mengangkat wajahnya, ditatap adiknya ini, dipaksakan diri tersenyum,
"Mas Ito bangun, Sayang." Dicium sayang kening Armatia, lalu,
Bulatan sinar kecil datang cepat dan masuk ke dalam kening Artito. Sekejap seluruh badan Artito diselimutin sinar, lalu perlahan Remaja ini bangun dengan tetap menggendong Armatia.
Asmir yang berada di beberapa anak tangga, melihat ini kaget.
"Jangan lakukan itu, Yara!" jeritnya kemudian, tahu dari mana asal Sinar di badan Artito, "Aku terpaksa melukai Tito, dan Aku tidak mau melukaimu yang berada di sukma Tito!" dia berkomunikasi sama Tiara, "Astaga!" Dia melihat Artito menghadapnya, menatap dengan sengit, "Jangan lakukan itu, Yara!" jeritnya, "Aku tidak mau mencelakaimu dan Tito! Aku hanya inginkan Tia. Aku janji mengasuh Tia baik-baik."
+++
Tiara dengan nafas memburu terlihat emosi mendengar perkataan Asmir tadi.
"Lepaskan kedua anakku, Mas! Jangan jadikan Tia alatmu membalas kematian kedua orangtuamu ke Mas Ar, Mas Win, dan Mas Gar."
Armanto melihat ini menjadi panik, dijeritin Alwin.
"Alwin! Lakukan sesuatu! Kedua anakku dan Yara dalam bahaya saat ini!"
Alwin sudah tahu, berusaha keluar dari Aula dengan Six Sensenya, namun Aula terpasang Perisai Setan milik Almarhum Alam ayahanda Asmir, sehingga dia kembali ke Aula. Dia lalu menghimpun powernya, dilepas ke beberapa titik Aula ini, berusaha membobol Perisai.
+++
Artito menaikan satu tangannya ke Udara, lalu cepat dilepas Six Sensenya ke Asmir. Six Sensenya saat ini menyatu dengan Six Sense Tiara.
Asmir cepat berputar Sling menghindar dari Six Sense itu. Dia tidak mau beradu Ilmu sama Tiara yang sangat dicintainya, namun Tiara mencintai dan dicintai Armanto.
DOR..
Satu peluru Timah menghantam dada kanan Artito. Peluru dari Pistol di tangan Dalas.
"Tidakkk!!" jerit Asmir kaget melihat ini, dimana karena tembakan itu, Artito terduduk di lantai. "Yaraa!!!" jeritnya sebab bukan hanya Artito yang terluka oleh Peluru itu, tapi Tiara pun terluka. Dia mau melesat menolong Artito, namun Artito kembali melepas Six Sense ke Dia dan juga Dalas. "Hentikan Yara! Kalian berdua bisa mati!" jeritnya panik.
Artito cepat bangun, lalu sling beberapa kali, dan mendarat hampir mencapai Pintu keluar, namun dari arah Pintu dan di belakangnya, beberapa Peluru menghantam badannya, dan
BRUKK..
Artito tersuruk rubuh di lantai, badannya penuh luka tembak. Namun nafasnya masih tetap ada.
+++
Tiara kembali menyemburkan darah dari dalam mulutnya, kembali berusaha menghimpun powernya agar membangunkan Artito yang sekarat saat ini.
"Bangun Nak. Ibu ada dalam sukmamu. Bangun, nak."
Armanto cepat mendudukan Tiara di lantai, lalu menempelkan kedua telapak tangan mereka, dibantu Tiara saat ini.
"Jangan!" jerit Tiara tiba-tiba, "Jangan ambil anakku!"
+++
Asmir kini mengambil Armatia dari Artito, wajahnya tampak dipenuhin air mata.
"Kenapa Kamu tidak mendengarkanku, Yara? Sekarang Tito seperti ini, dan Kamu pun terluka dalam."
Dalas cepat menyadarkan Asmir,
"Sudah Tuan, tidak perlu disesalin. Kita lekas saja bawa Non Cilik pergi dari sini."
Lalu tangan Artito mencengkram betis Asmir, bicara dengan nafas tersendat-sendat,
"Jangan ambil adikku, Pade. Kembalikan adikku. Ibu susah payah memohon ke Tuhan untuk mendapatkan adikku."
Dalas menendang tangan Artito agar terlepas dari Betis Asmir.
"Mas Itooo!!!" Armatia melihat ini menjerit histeris, memukul-mukul dada Asmir, "Kamu jahat! Kamu jahat!" dimakinya Asmir, air matanya berlinang lagi.
Dalas terpaksa menampar keras pipi Armatia, dan anak itu pingsan dipelukan Asmir. Bergegas Dia bawa Asmir pergi.
Artito merayap mengejar sambil berteriak pilu ke Asmir,
"Pade! Kembalikan adikku! Jangan ambil Adikku!"
Dia terus merayap, sehingga akhirnya berhenti sebab punggungnya diinjak Japra wakil Dalas.
"Ugghhh!" Artito merasa dadanya sesak, sebab punggungnya diinjak kuat sama Japra.
"Hentikan Japra!" seru Asmir minta Japra melepaskan Artito, "Sudah biarkan Tito begitu. Sebentar lagi juga mati." Dia terpaksa membiarkan Artito meninggal. Dia dan Dalas pergi dengan membawa Armatia.
Japra lepas injakannya, lalu bergegas menyusul Asmir dan Dalas.
Rumah ini sekarang begitu memilukan, penuh duka tiada terkira. Di lantai tergeletak Artito yang penuh luka tembak dan nafas tersenggal, dimana bibirnya terus meracau..
"Aku pasti membalasmu, Pade! Aku pasti mengambil kembali adikku darimu!"
+++
Tiara melepaskan tangannya dari tangan Armanto, air matanya berlinang.
Armanto memeluk Tiara, air matanya pun berlinang.
+++
Cakra Hospital
Cantini terbaring lemah di ICU saat ini. Fauzi berhasil membawa Cantini ke Cakra Hospital, dan langsung pihak Rumah Sakit memutuskan merawat Cantini di ICU. Cakra Hospital adalah milik Armanto, sudah Rumah Sakit bertaraf Internasional.
"dokter." Fauzi menegur dokter yang menanganin Cantini, setelah dokter keluar dari Ruang ICU, "Bagaimana keadaan Nyonya?"
Dokter menghela nafas, "Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan nyawa beliau."
"Apa maksud dokter?" Fauzi tercekat mendengar ini.
"Dalam tubuh Nyonya dipenuhin Racun yang Kami tidak tahu Racun apa itu."
"Astaga!" desau Fauzi mengelus dadanya, "Izinkan Saya membesuk Nyonya, dok."
"Silahkan." Dokter mengangguk menyetujui permintaan Fauzi, lalu mengantar Fauzi masuk ke ICU.
Saat di dalam ICU, Fauzi tidak melihat Cantini, segera dia memutar badannya, dan
DOR..
Satu peluru timah masuk cepat ke Jantungnya.
Fauzi menatap dokter yang menembaknya ini,
"Kurangajar!" Fauzi memaki dokter itu, "Ka.."
DOR..
Sekali lagi Peluru timah masuk ke dalam jantungnya, dan Dia pun rubuh tewas di lantai.
+++
Matt tergesa masuk ke dalam Rumah Armanto. Dibadannya ada beberapa luka tembak. Selama perjalanan menuju Rumah ini, dia berkali dihadang anak buah Asmir. Membuatnya terlambat datang.
Hatinya sangat perih melihat di luar dan di dalam rumah bergeletak banyak Jazat luka tembakan Senapan Mesin.
"Astaga!" jeritnya sebab melihat Artito tergeletak tengkurap di lantai, "Tuan Muda!!" jeritnya lagi segera mendekati Artito, pelan mengangkat setengah badan Artito, ditempelkan jari tangannya di depan kedua lubang hidung Artito, "Masih hidup," dia lega sebab Artito masih bernafas. "Tapi mana Non Cilik?" dia merasa Armatia tidak ada.
Cepat dibaringkan Artito ke lantai, lalu bergegas naik ke Lantai Dua, langsung ke kamar Armatia. Tapi di dalam kamar hanya ditemukan Jazat Mbok Sari, Aning, dan Rudi. Dia segera memasukin ruangan lain di kamar ini, berharap menemukan Armatia, siapa tahu disembunyikan di salah satu ruangan. Namun nihil. Dia cepat kembali ke Artito, dipangkunya tubuh Artito, ditepuk-tepuk pipi Artito.
"Tuan Muda! Tuan Muda bangun!" Dia berusaha membangunkan Artito, berharap bisa mendapatkan penjelasan di mana Armatia. "Tuan Muda, bangun."
Perlahan Artito sadar, kedua matanya melihat ke Matt. Lalu tangannya terulur ke Matt. Matt cepat meraih tangan Artito sambil mendekatkan wajah ke Artito, sebab dilihatnya bibir Artito mengatakan sesuatu.
"Mereka membawa Tia. Tolong adikku, Matt."
Lalu Artito pingsan lagi.
"Tidakkkk!!!" Matt memeluk Artito, "Tidak! Tidak!!"