Alunan lagu galau milik Mahen itu membuat hati Clara teriris. Memang ia tak suka mendengarkan lagu galau, tapi entah mengapa lagi itu terus muncul dalam beranda sosial medianya.
"Kenapa aku terus memikirkan kamu, Al? Padahal kamu udah benci sama aku. Kenapa aku sulit melupakan kamu?" lirih Clara.
Tak disadari, cairan bening itu keluar dari pupil matanya. Ia tak sanggup lagi membendungnya. Karena batinnya sangat sakit teringat akan kata-kata Algo sewaktu di kampus tadi.
Ia pun mencoba memejamkan matanya. Ia harap bisa keluar dari mimpi buruk ini. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Karena nasi sudah menjadi bubur.
"Lu kenapa, Ra?"
Suara nyaring itu membuat Clara tertegun. Ia pun langsung merubah posisinya senormal mungkin. Karena ia tak mau orang tahu akan perasaannya sekarang, apalagi suaminya sendiri.
Ia juga segera menghapus air matanya sebelum Dev meledeknya karena terlalu cengeng.
"Aku nggak papa, Dev. Tidur gih," pinta Clara.
Ia pun mencoba tersenyum di depan Devaro. Karena ia tahu jika senyuman akan membuat suasana hati seseorang menjadi lebih baik.
"Ini emang mau tidur. Kenapa masih main ponsel, sih? Kalau tidur, jangan meletakkan ponsel di kasur," larang Dev.
"Iya-iya, ini mau aku taruh di tas," balas Clara dingin.
Dev hanya menggelengkan kepalanya. Karena istrinya ini sepertinya masih galau memikirkan seseorang. Karena ia bisa melihat dengan jelas, ketika Clara menghapus air matanya saat ia datang.
"Kenapa lu harus mengalami ini semua sih, Ra? Padahal yang gue lihat, lu bukan cewek yang buruk," gumam Dev dalam hati.
Ia segera mengambil posisi untuk tidur di kasur kos yang tidak semewah bed di rumahnya. Meksi begitu, ia tetap merasa nyaman. Karena niatnya ke Malang adalah untuk mencari ilmu.
"Devaroooo!!!" teriak Clara.
Sontak, Dev yang sudah terbaring rebahan menjadi terkejut dan bangun dari posisinya.
"Kenapa, Ra? Please, kuping gue bisa bolong kalau suara lu kayak toa," protes Dev.
Ia menghembuskan napas gusar. Tak mengerti dengan tingkah konyol istri barunya. Padahal ini malam pertama mereka, tapi Dev sudah disambut dengan suara-suara yang memekakkan gendang telinga.
"Kenapa kamu tidur di situ? Jangan bilang kita tidur seranjang?" oceh Clara.
Ia melotot ke arah laki-laki itu. Karena ia masih trauma jika harus berdekatan dengan laki-laki asing. Karena bisa jadi, Dev juga memiliki pikiran yang kotor seperti dosennya.
"Terus lu pikir gue harus tidur di mana? Di sini hanya ada satu kamar doang, Ra! Jadi dengan terpaksa kita tidur di ranjang yang sama," balas Dev.
"Padahal tadi udah gue bilang kalau gue hanya punya satu kamar. Jadi kita harus berbagi ranjang. Nggak usah serakah!" ketusnya.
"Mana bisa seperti itu? Aku nggak mau tidur seranjang, Dev. Nanti kalau kamu macem-macem gimana?" tanya Clara.
Dev mencoba tetap sabar. Ia mengelus dadanya, karena cewek bar-bar ini benar-benar rempong. Padahal tinggal tidur aja pakai acara berantem dulu.
"Nggak usah kepedean bisa nggak? Mana mungkin gue nafsu sama badan triplek kayak gitu. Lu bukan selera gue, paham?!" tegas Dev penuh penekanan.
"Aku nggak percaya sama kamu. Karena kamu bisa saja berubah menjadi monster saat di ranjang. Apalagi kita ada di satu ruangan. Ingat, jika berdua-duaan ... orang ketiganya adalah setan," tutur Clara sok suci.
"Nggak usah naif, deh. Kita itu udah sah dalam ikatan yang suci. Kalaupun gue mau melakukan itu, nggak ada salahnya. Malah jadi ibadah buat kita," bela Dev tak mau kalah.
"Yaudah kalau gitu aku tidur di sofa aja. Kamu tidur di sini."
Ia membawa dua bantal sekaligus lengkap dengan selimut tebal dan guling yang akan ia peluk. Kemudian ia berjalan ke luar kamar, karena ia tak bisa tidur seranjang dengan pria lain.
Sedangkan Dev, ia hanya menatap kepergian istrinya tanpa berkata sepatah kata pun. Lagipula bukan urusannya juga. Karena gadis itu yang ingin. Kalaupun nanti kedinginan, juga bukan salahnya.
"Dasar cewek aneh!" cerca Dev.
Clara yang mendengar kata-kata itu langsung keluar kamar dengan tatapan maut. Saat menutup pintu, ia menutupnya dengan keras. Hingga menimbulkan suara besar yang menggema.
Dev pun langsung berbaring dan memejamkan matanya. Karena besok ia akan disambut dengan tugas kuliah yang menumpuk. Belum lagi, ia harus mengurus kartu keluarga untuk rumah tangganya yang baru.
"Kalau nanti Clara sakit bagaimana? Kan di luar dingin banget. Ntar gue yang repot lagi," ujarnya bermonolog.
Ia pun beranjak dari tidurnya. Karena perasaannya mulai tidak enak. Karena di sini ia adalah seorang suami. Jadi, ia punya tanggung jawab untuk menjaga istrinya.
Walaupun hanya pernikahan di atas kertas, mereka sudah terikat janji suci pernikahan yang akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak mungkin juga kalau mereka seperti ini terus-menerus. Karena banyak hal yang harus dihadapi berdua. Ikatan yang suci sudah disatukan oleh takdir. Mau tidak mau, mereka harus saling peduli.
"Tapi bukan urusan gue juga. Kan dia sendiri yang minta tidur di luar. Jadi di sini gue nggak salah," kata Dev.
"Ah ... bikin pusing aja punya bini!"
Ia mengacak rambutnya frustasi. Hidupnya benar-benar menjengkelkan pasca menikah. Padahal ia mengukir impian yang indah bersama Fida.
Karena mereka sudah berjanji akan menikah setelah lulus kuliah. Bahkan hubungan mereka sudah mendapat restu dari orang tua Fida. Hanya saja ... hubungan mereka ditentang oleh papanya Dev.
Karena dinilai keluarga mereka tidak selevel. Keluarga Fida memang berasal dari keluarga sederhana yang hanya bekerja sebagai pegawai biasa.
Oleh karena itu, papanya selalu meminta untuk mencari gadis yang sepadan dengan status keluarganya. Karena jika tidak, akan merusak citra keluarga di mata umum.
****
"Ra, lu aja yang tidur di kamar. Biar gue aja yang tidur di luar. Gue nggak mau lu nanti sakit dan gatal-gatal. Karena di sini banyak nyamuk," pinta Dev.
Ia sangat tulus meminta istrinya pindah ke kamar. Karena ia adalah laki-laki yang pengertian terhadap wanita. Apalagi jika itu adalah wanita yang cantik.
"Nggak perlu. Aku bisa kok tidur di sini, tempatnya lumayan nyaman. Lebih baik kamu kembali ke kamar, sebelum aku teriak," ancam Clara.
"Ngapain lu teriak-teriak? Emangnya ada maling?" tanya Dev tak mengerti maksudnya.
"Emang nggak ada maling. Aku akan bilang kalau kamu mau menodai aku di kos kamu sendiri," jelas Clara.
Ia memejamkan matanya. Berharap laki-laki ini meninggalkannya seorang diri. Karena ia akan merasa kurang nyaman jika dilihat terus-menerus. Ia akan merasa grogi dan canggung.
"Lu yakin bisa tidur di sini? Awas, di dekat situ ada hantunya," bisik Dev.
Desis napas yang bisa ia rasakan itu, membuatnya langsung menoleh ke samping. Bibir mereka pun bertemu. Karena jarak mereka sangat dekat.
Secepat mungkin, Clara menjauhkan wajahnya. Karena bibirnya sudah ternodai oleh Dev. Ini adalah kali pertama ia melakukan itu.
"Dev, kamu jahat banget udah ngambil first kiss-ku," marah Clara.
Bukannya merasa bersalah atau apa, ia malah celingukan dan cengo. Sepertinya ia masih mencerna kejadian barusan. Karena terjadi begitu saja tanpa diharapkan.
"Kamu jahat Dev," kata Clara lirih.
Ia memegang bibirnya dan menghapus bekas kecupan mereka. Karena ia merasa sangat bersalah memberikan kecupan pertama pada orang yang tidak ia cintai.
Karena harusnya Algo yang pertama kali merasakannya. Karena ia lebih berhak dibandingkan Devaro.
"Apakah itu tadi yang dinamakan kecupan malam pertama?" tanya Dev dalam hati.
Ia pun mendekatkan wajahnya pada Clara. Hal itu membuat gadis itu terbelalak kaget. Karena sepertinya akan terjadi sesuatu.
"Kamu mau ngapain, Dev?"
Laki-laki itu tak mendengar kata-katanya dan terus mendekat. Hingga ia bisa merasakan napas suaminya yang begitu hangat. Ia pun memejamkan matanya. Tak berani menatap manik mata yang indah itu.
Cup!
Satu kecupan berhasil mendarat dengan sempurna. Clara membuka matanya lebar-lebar. Tak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Dev telah mengecupnya.
Ia membalas kecupan itu dengan lembut. Jujur saja ia ingin menolaknya, tapi nalurinya terus memaksa untuk menerima. Hingga ia bisa merasakan manisnya kecupan pertama yang dirasakan sepasang pengantin.