Algo membaringkan tubuh mungil Clara di brankar UKS. Ia meletakkan tubuh ramping itu dengan sangat hati-hati. Hal itu membuat gadis itu merasa baper.
"Lu nggak usah salah paham sama gue. Karena gue nolongin lu atas dasar kemanusiaan," ujar Algo dengan tatapan dingin.
"Aku ngerti kok, Al. Kamu nggak perlu cemas. Aku bisa mengerti bagaimana perasaan kamu," jawab Clara.
Hati Clara teriris dengan ucapan Algo barusan. Ia memang tidak mengharapkan yang lebih, tapi tetap saja rasanya sakit.
Dulu manggilnya aku-kamu, sekarang lu-gue. Entahlah ia merasa canggung sekarang. Tapi, perasaannya pada laki-laki itu belum berubah. Ia masih Clara yang dulu, yang mencintai Algo tanpa batas.
"Kamu adalah my first love, Al. Aku mencintai kamu tanpa syarat. Tapi, mungkin sekarang rasa itu sudah hilang. Kamu bukan yang dulu lagi," gumamnya dalam hati.
Algo menatap mantan kekasihnya itu lekat-lekat. Ia masih tidak percaya orang yang ia cintai telah berkhianat dan selingkuh di belakangnya.
Ia pikir Clara adalah gadis baik-baik. Namun nyatanya, ia tak lebih dari seorang pelacur. Menjijikkan!
"Kalau begitu terima kasih, Al."
Tatapan mereka bertemu. Tatapan yang sulit diartikan. Namun, seperti ada kesan rindu dalam balutan kasih sayang.
Algo mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Hal itu membuatnya menunduk. Tak berani menatap manik mata Algo yang tajam. Kemudian ... cup!
Algo mencium bibir Clara dengan penuh perasaan. Ini adalah first kiss mereka. Karena selama pacaran, mereka tak pernah melakukannya. Hanya pernah bergandengan tangan saja, tidak lebih.
Clara pun langsung menjauhkan wajahnya. Karena ia tidak boleh melakukan ini. Ia sudah menjadi istri laki-laki lain. Walaupun ia menikah karena terpaksa, ia harus menjaga martabatnya sebagai perempuan.
"Kenapa, Ra? Apakah lu malu melakukannya sama gue? Bukankah kemarin lu udah ngelakuin itu sama si brengsek itu?"
Splassssh!
Clara menampar wajah tampan lelaki itu. Karena sudah bersikap keterlaluan kepadanya. Namun, Algo malah menyeringai ke arahnya.
"Berani lu sama gue? Lu pikir siapa diri lu? Mendingan lu ngaca sana, lihat wajah yang sok lugu ini. Nyatanya tak lebih dari seorang jalang!" cerca Algo penuh penekanan.
Ia menatap gadis di depannya dengan tatapan meremehkan. Karena baginya, ia tak lebih dari sosok perempuan yang menjijikkan. Karena sudah melakukan hubungan terlarang. Itupun saat statusnya masih kekasihnya.
"Jangan asal ngomong kamu, Al. Aku memang bukan gadis yang baik. Tapi aku tidak seperti yang kamu tuduhkan. Aku masih punya harga diri!" tukas Clara tak terima.
"Cih ... nggak usah sok suci, Ra. Gue tahu banget modelan cewek kayak lu. Karena lu hanya ingin menjebak para pria agar mau memuaskan lu di ranjang. Menjijikkan!"
Splassssh!
Clara menampar laki-laki kurang ajar itu lagi. Karena tuduhannya sangat berlebihan dan tidak bermoral. Ia bukanlah gadis seperti itu.
Ia dibesarkan dalam keluarga baik-baik. Keluarganya menjaganya dengan sangat baik. Namun, kejadian naas itu adalah kecelakaan. Ia tidak menginginkannya. Tapi, takdir berkata lain.
Ia meneteskan air matanya. Karena sudah tak kuat dengan makian laki-laki yang ia pikir adalah orang yang baik. Tetapi, ia sama saja seperti yang lain.
"Cukup, sudah cukup! Aku memang bukan gadis yang suci lagi. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, Al. Aku ini punya harga diri. Aku bukan jalang seperti yang kamu tuduhkan. Jika kamu di sini hanya untuk menghina dan merendahkan aku, lebih baik kamu pergi sekarang!"
"Mulai berani ya lu. Dibaikin malah ngelunjak! Lu pikir dengan cara murahan seperti itu, akan ada pria yang mau nikahin lu, nggak bakalan ada. Kalaupun ada, mereka hanya ingin menikmati tubuh lu, bukan karena CINTA!" tegas Algo.
"Dasar cewek murah kurang belaian."
Setelah mencaci maki gadis itu habis-habisan, ia pergi meninggalkannya seorang diri. Dalam hatinya masih tidak terima atas perselingkuhan yang telah gadisnya lakukan.
Tangisnya semakin pecah. Ia tidak menyangka jika orang yang sangat ia cintai tega mengatainya seperti itu. Hatinya sangat sakit, tapi ditambahi sakit.
"Kenapa kamu tega banget sama aku, Al? Padahal aku sangat mencintai kamu. Kenapa kamu tidak berusaha mencari tahu yang sebenarnya? Kenapa? Kenapa, Al?!" teriak Clara dalam tangisnya.
Ia memegang dadanya yang terasa sangat sesak. Seumur hidupnya, ia tak pernah mendapatkan perlakuan tidak adil seperti ini.
"Kenapa kamu harus menyakiti aku seperti ini? Kenapa kamu tidak percaya padaku? Apakah kamu benar-benar sebenci itu sekarang?"
Pertanyaan itu terus membuatnya semakin terpuruk. Ia pikir kemarahan Algo hanya sesaat. Namun, ia salah. Sekarang laki-laki itu benar-benar sudah membencinya tanpa ampun.
Seolah tidak ada ruang lagi bagi Clara di hatinya. Karena rasa cinta itu telah berubah menjadi rasa benci yang amat dalam.
****
Devaro dan Fida menikmati makan siang bersama. Mereka memang jarang melakukannya. Tapi, hal itu bukan penghalang untuk saling setia.
"Baby, kenapa dari tadi makanannya hanya dilihatin aja. Aku udah capek loh masakin buat kamu," protes Fida.
Namun, laki-laki itu masih tenggelam dalam pikirannya. Sejak tadi, ia hanya memikirkan gadis itu. Padahal di sampingnya ada sosok yang merupakan orang spesial di hidupnya.
"Dev, Devaroooo!" teriak Fida tepat di telinga kekasihnya.
"Kenapa, Fida?" tanyanya cengo.
Deg!
Hati Fida terasa sakit. Ia merasa jika Dev yang dulu sudah menghilang. Karena Dev yang sekarang jarang tersenyum dan selalu melamun saat bersamanya.
Padahal ia mengharapkan yang lebih. Ciuman singkat misalnya. Namun, sepertinya hubungannya semakin renggang saja. Hari itu karena restu, sekarang karena waktu.
"Kenapa aku merasa kalau kamu itu bukan yang dulu? Kenapa kamu selalu melamun. Biasanya kamu selalu menatapku penuh kasih. Sekarang tatapan itu sudah tidak ada. Apakah kamu memikirkan seseorang?" tanya Fida.
Matanya berkaca-kaca. Hal itu membuat Dev merasa bersalah pada kekasihnya. Padahal gadis itu yang selalu ada di kala ia jatuh, namun dalam sehari ... hatinya seolah berbelok untuk gadis lain.
"Kamu ini bicara apa, sih? Aku nggak mikirin siapa-siapa kok. Yaudah lanjut makan aja," sahut Dev.
Ia pun melahap makanan itu dengan cepat. Namun, pikirannya terus tertuju pada istri yang baru ia nikahi kemarin. Entah mengapa gadis itu selalu hadir dalam pikirannya.
"Aku tahu Dev kalau kamu sedang memikirkan orang lain. Tapi kenapa kamu tidak berkata jujur saja. Apakah kamu merasa kasihan padaku?" gumam Fida dalam hati.
Tentu saja ia sangat curiga. Karena biasanya laki-laki itu selalu memperlakukannya dengan manis.
Ia pun menyeka air matanya sebelum Dev melihatnya. Karena ia bukan gadis yang perlu dikasihani. Meskipun ia berasal dari keluarga miskin, ia juga punya harga diri.
****
"Ra, kamu kenapa?"
Caca yang baru saja tiba di UKS pun terkejut melihat kondisi sahabatnya yang duduk di lantai sambil memegangi lututnya. Ia pun bergegas menghampiri.
"Siapa yang udah nyakitin kamu, Ra? Apakah Algo si cowok brengsek itu? Atau Dev yang nggak tahu malu?" tanya Caca dengan nada penuh kemarahan.
"Hiks ... hiks ... hiks ...."
Hanya ada suara tangisan yang Caca dengar. Gadis itu sama sekali tidak bergeming.
"Please, Ra, cerita sama aku. Siapa yang udah buat kamu menangis seperti ini? Kalau gitu biar aku samperin si Algo. Aku akan bikin perhitungan sama cowok nggak tahu diri itu."
Saat Caca mulai berdiri, tangan Clara mencegahnya. Ia menggelengkan kepala. Itu tandanya ia ingin agar sahabatnya tidak melakukan apapun.
"Kamu nggak usah takut, Ra. Aku ada di sini. Jadi biarkan aku memberikan pelajaran pada laki-laki brengsek itu!" tegas Caca.
"Jangan, Ca, kamu nggak perlu melakukan itu. Karena Algo memang benar. Aku ini gadia yang menjijikkan. Nggak ada yang bisa dibanggakan dari gadis kotor seperti aku, hiks ...."
"Kenapa kamu ngomong gitu, Ra? Nggak usah dengerin apa yang Algo katakan. Karena ia hanya ingin membuat kamu menjadi lebih buruk," terang Caca.
Ia tak habis pikir dengan sahabatnya. Tapi ... posisinya memang sangat sulit. Tentu saja ia merasa menjadi orang paling buruk di muka bumi.
"Aku ini gadis murahan, Ca. Aku hanya perempuan jalang. Nggak ada gunanya lagi aku hidup, Ca. Karena aku hanya akan menjadi beban untuk orang lain. Hiks."
Dengan cepat, Caca memeluk sahabatnya itu. Karena ia sendiri tidak tahu harus melakukan apa. Melihat Clara yang seperti ini membuat hatinya ikut sakit.
"Jangan pernah berpikir seperti itu lagi. Jika tidak akan kupukul dirimu. Kamu harus percaya akan rencana Tuhan, Ra. Kalau kamu putus asa, bagaimana dengan Mama dan Papa kamu? Mereka akan sangat sedih jika harus kehilangan anak gadisnya," ujar Caca.
Ia meneteskan air mata. Karena tak sanggup dengan penderitaan yang sahabatnya rasakan. Ia tak kuat melihatnya yang memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupnya.
"Mereka hanya akan menanggung rasa malu karena aku, Ca. Aku adalah aib yang sangat menjijikkan. Bahkan aku tidak berani untuk memanggil mereka Mama dan Papa. Karena aku tidak pantas menjadi anak mereka. Hiks ...."
Ia menatap sahabatnya dalam-dalam.
"Lihat aku, Ra!" Clara pun melakukan apa yang gadis itu perintahkan.
"Kamu harus bertahan sampai akhir. Kamu nggak boleh menjadi lemah. Clara yang aku kenal dulu bukan seperti ini. Kamu harus berjuang mendapatkan keadilan. Karena laki-laki bejat seperti Arya tidak pantas menghirup udara bebas. Ia harus dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Ingat itu. Kamu mengerti?" pinta Caca penuh harap.
"Aku nggak akan bisa melakukannya, Ca. Siapa yang akan percaya pada orang seperti aku? Mereka akan berpikir jika aku yang menggoda Pak Arya. Padahal dia sudah melecehkan aku. Aku takut, hiks."
Batinnya sangat tertekan menghadapi pahitnya kenyataan. Impiannya yang begitu indah, harus punah tergantikan oleh masa depan yang suram.
Ini adalah titik terendah di dalam hidupnya. Hidupnya benar-benar sudah hancur. Hanya menangis yang bisa ia lakukan setiap kali cercaan tertuju padanya.
Karena di dunia ini, perempuan selalu disalahkan jika hal semacam ini terjadi. Mereka para perempuan selalu menjadi sosok yang lemah. Mereka takut untuk speak up.
Karena hukum sungguh kejam. Hingga membuat mereka para perempuan memilih untuk bungkam. Padahal sudah mengalami tindakan kriminal yang tidak bermoral.