Clara menatap ke arah langit yang nampak gelap, seperti hidupnya. Bisa dipastikan jika sebentar lagi hujan akan turun. Namun, gadis itu masih lontang-lantung di jalanan.
Ia tidak melanjutkan pelajaran kuliahnya, karena hatinya sedang tidak baik-baik saja. Kata-kata Algo di UKS tadi benar-benar menggema dalam pikirannya.
"Jika saja aku boleh meminta, aku ingin kembali ke masa kecilku. Di mana tidak ada luka maupun kehancuran. Hanya ada canda tawa dan rasa suka. Aku ingin hidupku bahagia seperti dulu. Tidak ada beban dalam pundakku," lirih Clara.
Air matanya menetes bersamaan dengan rintik hujan. Luka dalam hatinya seakan tidak akan pernah bisa sembuh. Hanya ada kenangan pahit yang mengisi hari-harinya.
Ia pun berjalan menyusuri jalanan yang lenggang. Tidak ada orang yang peduli. Mereka hanya haha-hihi menertawakan nasib buruknya.
Hujan turun rintik-rintik, menambah rasa sakit dalam dadanya. Juga ... ia merasa jika hujan tak lagi seperti dulu. Mereka ikut tertawa dengan dukanya.
"Jika hari ini aku akan mati karena tertabrak, aku akan merasa mati dalam keadaan tenang. Karena tidak ada yang mengharapkan aku lagi," ujarnya dalam hati.
"Claraaaaaaaaaaaa!"
Dev berlari untuk menyelematkan gadis keras kepala itu. Hampir saja sebuah truk menabrak tubuhnya.
Bruukk!
Clara jatuh tepat di atas tubuh Dev. Tindakan bodohnya ini benar-benar membuat laki-laki itu tak habis pikir. Karena ia sama sekali tidak punya akal sehat.
"Lu udah gila ya? Kalau lu mau mati ya nggak gini juga!" marah Dev.
Ia langsung melepaskan almamater yang ia kenakan dan memakaikan pada tubuh gadis itu. Sedangkan Clara, ia menatap lelakinya penuh arti.
"Gue pikir lu tadi enak-enak sama si Algo. Tapi kenapa lu malah keluyuran nggak jelas ha?! Lu pikir dengan bunuh diri seperti itu, masalah akan selesai?! Nggak, Ra!" tegas Dev.
Ia langsung memeluk gadis itu erat-erat. Seakan ia merasa sangat kehilangan jika gadis itu sampai nekat mengakhiri hidupnya.
"Kenapa? Kenapa kamu harus dateng, Dev? Harusnya kamu biarin aku mati tertabrak. Bukankah ini juga akan mengurangi beban pikiran kamu?!" protes Clara.
Ia melepaskan pelukan Dev. Karena ia merasa kotor dan tidak pantas bersanding dengan laki-laki itu. Apalagi menerima kebaikannya.
Di bawah guyuran hujan, mereka saling menatap. Air mata yang gadis itu teteskan tidak terlihat karena bercampur air mata langit.
"Bahkan langit saja bisa peka akan perasaan lu. Tapi apa yang udah lu lakuin? Lu mau usahanya sia-sia?" tanya Dev.
Ia geleng-geleng kepala dengan pemikiran Clara. Karena tidak pernah memikirkan akibatnya. Hanya menuruti nafsu sesaat.
"Maksud kamu?" tanya Clara. Ia menatap suaminya penuh teka-teki.
"Sekarang ayo ikut gue. Lu bisa sakit kalau hujan-hujanan," ajak Dev.
Ia menarik tangan gadis itu. Clara pun menurut saja. Karena ia tak punya pilihan. Ia juga merasa bersalah padanya. Karena menyelamatkan nyawanya, tangan Dev terluka. Tapi ... sepertinya laki-laki itu tak merasakan apa-apa.
....
Kini mereka tiba di sebuah gubug kecil yang terletak di pinggir jalan. Karena hujan yang amat deras, tidak ada kendaraan yang berlalu lalang.
Jalanan yang biasanya ramai, hanya dipenuhi oleh tangisan hujan. Seperti halnya hati Clara yang menangis karena nasibnya yang tidak beruntung.
"Sementara kita berteduh di sini. Tidak mungkin juga gue ambil mobil. Soalnya gue pikir lu nggak bakal senekat ini," jelas Dev.
Ia mencoba menghangatkan tubuhnya dengan menggesek-gesekan kedua telapak tangannya. Clara hanya bisa menatapnya. Dalam pikirannya terbesit untuk menyerahkan almamater milik laki-laki itu.
Namun, ia mengurungkan niatnya. Karena ia tidak mau dianggap tidak menghargai seorang suami.
"Lu kenapa lihatin gue kayak gitu? Naksir lu?" tanya Dev kepedean.
Sontak, gadis itu langsung mengalihkan pandangannya. Karena sifat percaya diri dalam diri sosok Devaro sangat tinggi.
"Nggak usah kepedean," sahut Clara datar.
Karena merasa ada sesuatu yang menyentuh kulitnya, Clara langsung berbalik dan menampik.
"Mau ngapain kamu? Jangan macem-macem! Kalau nggak aku bakal teriak," ancam Clara.
"Idih, kepedean banget lu. Gue cuma mau benerin baju lu. Lihat, lu lupa nggak nutup kancingnya," tunjuk Dev pada bagian depan tubuh gadis itu.
Karena merasa malu, ia pun langsung melihatnya. Dan benar, kancing bajunya terlepas. Hal itu membuatnya malu nggak ketulungan.
"Makanya jangan asal nuduh orang. Kalau salah kan malu sendiri!" cerca Dev.
Tanpa menjawab sepatah kata, gadis itu langsung membenarkan pakaiannya. Jujur saja ... ia merasa sangat malu. Karena sudah menuduh Dev yang nggak-nggak.
"Lu tunggu di sini, gue mau nyari sesuatu yang bisa kita makan," suruh Dev.
"Dev, tunggu!"
Sayang sekali, laki-laki itu sudah berlari di tengah badai hujan. Karena ia tahu jika istrinya pasti sudah lapar.
"Manis sekali," gumam Clara dalam hati.
****
Sudah satu jam Clara menunggu. Tapi laki-laki itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Entah dia lupa atau belum mendapatkan makanan, Clara tidak tahu.
"Kenapa kamu lama banget sih, Dev? Aku takut," lirih gadis itu.
Ia menatap sekitar yang mulai gelap. Karena sebentar lagi sudah waktunya salat magrib. Tapi, suaminya masih belum kembali.
Hujan yang semakin deras, membuat bulu kuduknya merinding. Karena tempatnya sangat sepi. Wajar saja jika timbul pikiran-pikiran negatif dalam benaknya.
Tiba-tiba ada dua laki-laki yang datang ke arahnya. Berpakaian serba hitam disertai penutup wajah. Hal itu membuat Clara tidak bisa mengenali wajah mereka.
"Ya Tuhan, lindungi hambamu ini," pinta Clara penuh harap.
Kedua laki-laki itu semakin mendekat. Mereka menatap Clara seolah-olah ingin memangsanya seperti singa yang kelaparan.
"Halo, Neng Geulis. Sendiri aja," goda salah satu dari mereka.
Laki-laki itu pun menyentuh dagunya, kemudian mengedipkan sebelah matanya. Hal itu membuat Clara takut sekaligus jijik. Karena mereka seperti ingin melakukan sesuatu yang kurang ajar.
"Kalian jangan macam-macam. Atau saya akan teriak," ancam Clara.
Ia menjauhkan tubuhnya dari dua laki-laki hidung belang. Ia merasa sangat jijik dengan tatapan mereka.
"Wah, wah ... ada yang mau teriak, nih. Teriak aja, Neng! Nggak bakal ada yang denger. Lebih baik kamu bersenang-senang dengan kami, ya nggak?"
"Bener, tuh. Kita jamin kamu bakalan mendapatkan kenikmatan surga dunia. Karena kami ini lihai dalam membuat wanita merasa senang."
Mereka mengedipkan matanya. Kemudian, memegang tangan Clara tanpa izin.
"Lepasin nggak?! Kalian ini kurang ajar!" teriak Clara.
Ia berusaha memberontak dari kedua laki-laki mesum ini. Karena ia tak mau sesuatu yang buruk akan terulang.
"Gadis ini pemaksa rupanya. Kalau gitu langsung aja."
Kedua laki-laki itu menarik paksa tubuh Clara. Kemudian mereka mencoba untuk melucuti pakaiannya. Clara hanya bisa menangis, karena kekuatannya tak sebanding dengan mereka.
"Jangan lakukan itu, aku mohon, hiks ...."
Mereka sama sekali tidak menghiraukan tangisan gadis itu. Malah mereka makin menjadi. Saat mereka hendak melepas kancing baju Clara, tiba-tiba ....
Bugh!
Dev yang baru saja tiba langsung menendang kedua laki-laki itu dengan keras.
Kedua laki-laki hidung belang itu jatuh tersungkur. Clara menutup mulutnya rapat-rapat. Karena darah segar keluar dari mulut mereka. Hal itu karena wajah mereka terbentur lantai.
"Kalian jangan macam-macam sama gadis ini. Karena dia milik saya," ujar Dev.
Ia menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Kemudian, ia segera melepaskannya untuk memberikan pelajaran pada laki-laki otak mesum seperti mereka.
"Hiyaaaaakkkkk!"
Kedua laki-laki itu langsung terjatuh hanya dengan satu bogeman dan satu tendangan. Dev menatap mereka dengan tatapan yang tajam.
"Cuma segitu kemampuan kalian?! Bangun!" teriaknya.
Karena tidak sanggup lagi menghadapi kekuatan Dev, mereka langsung menyerah dan lari terbirit-birit seperti dikejar anjing liar.
"Dasar laki-laki otak mesum!"
Clara menatap laki-laki itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia merasa haru dengan sikap Dev yang menyelamatkan dirinya berulang kali.
"Lu nggak papa? Maafin gue, harusnya gue nggak ninggalin lu sendirian di sini," ujar Dev.
"A-a-aku nggak papa," jawab Clara terbata-bata.
Dev pun langsung memeluknya. Karena sepertinya gadisnya merasa ketakutan dengan kejadian barusan.
"Gue tahu pasti lu trauma kan dengan kejadian ini? Nggak usah dipikirin, ada gue di sini," kata Dev.
Kemudian, ia mencium kening gadisnya dengan sayang. Rasanya kali ini berbeda. Jika biasanya Clara menolak dengan keras, kali ini ia merasakan getaran yang berbeda.
Apalagi saat Dev mengatakan jika dirinya adalah milik Dev. Hal itu sangat menyentuh hatinya.
Dev melepaskan pelukannya. Ia menatap Clara lekat-lekat. Namun, gadis itu hanya menunduk sembari menangis. Ia pun menyeka air mata itu dengan kedua telapak tangannya.
"Aku nggak suka lihat kamu nangis, Ra. Jadi aku harap air mata ini hanya jatuh untuk kebahagiaan," ujarnya.
Ia bingung harus membalas apa. Tiba-tiba hal itu terukir dalam benaknya.
Cup!
Clara mencium bibir suaminya penuh kasih sayang. Entah mengapa ia merasa nyaman setiap kali berada di dekatnya.
Dev yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu langsung melototkan matanya tak percaya. Namun, kemudian ia memperdalam ciuman mereka.
Tangannya mulai menjelajahi tubuh mungil gadis itu. Ia melepaskan kancing baju Clara satu per satu. Hanya tersisa pakian bagian dalam saja.
"Kamu mau melakukannya?" bisik Dev.
Gadis itu mengangguk. Hal itu membuat Dev semakin membuat permainan menjadi panas. Hingga akhirnya mereka melakukan hubungan suami istri itu di gubug.
Ditemani derasnya hujan dan gelapnya malam. Ini adalah kali pertama mereka melakukannya pasca menikah. Dev sangat menikmati permainan mereka.