Laki-laki itu nampak fokus dengan layar ponselnya. Ia sama sekali tidak bersuara meski Clara berada di dekatnya.
"Kenapa gue jadi canggung begini, sih," gerutu Dev dalam hati.
Ia pun mulai menscroll beranda sosmed-nya. Sesekali ia melirik ke arah gadis itu. Namun, ia juga sama. Sama-sama sibuk dengan dunia masing-masing.
"Ra, lu lagi ngerjain tugas?" tanya Dev kikuk.
"Astaga Devaro, pertanyaan macam apa yang lu ajukan. Udah tahu dia lagi ngerjain tugas, masih aja nanya," batinnya.
Gadis itu melihat sekilas ke arahnya sembari berkata, "Iya, aku lagi ngerjain tugas kuliah."
Ia pun kembali fokus dengan layar laptopnya.
"Apakah lu baik-baik aja?" tanya Dev.
"Memangnya aku kenapa? Kamu bisa lihat sendiri, kan?" jawabnya tanpa berekspresi.
Dev hanya manggut-manggut paham. Ia pun membentuk huruf O dalam mulutnya.
"Kalau kamu laper, tadi aku udah masak. Tinggal panasin aja kalau nggak mau makan makanan dingin," ujar Clara yang masih fokus dengan laptopnya.
"Kapan masaknya? Perasaan dari tadi lu nugas mulu?" tanya Dev penasaran.
Ia seakan tidak percaya jika seorang Clara memasak. Karena sejak awal menikah, Dev lah yang selalu memasak untuk mereka. Kadang pula beli makanan di warung sebelah.
"Nggak usah banyak nanya. Kalau laper ya makan," ketus Clara.
"Iya-iya, nggak usah ngegas juga kali," protes Dev.
Ia geleng-geleng kepala. Tak mengerti dengan apa yang terjadi dengan gadis yang satu ini.
Ia pun mendekatkan dirinya pada Clara. Karena ia merasa ada sesuatu yang aneh. Clara yang menyadari akan hal itu, langsung terperangah.
"Mau ngapain? Jangan macem-macem!" tegasnya.
Bukannya menjauh, laki-laki itu malah semakin mendekat ke wajahnya. Karena merasa tidak enak, Clara pun memejamkan matanya.
Beberapa detik kemudian ....
"Huekkk ... huekkk."
Ketika Dev ingin mencium bibirnya, gadis itu malah mual dan ingin muntah. Padahal tidak ada satu sentimeter jarak antara keduanya.
"Huekkk ... huekkk!"
Karena merasa ingin muntah, ia pun langsung berlari ke kamar mandi. Dev yang masih bingung, segera menyusulnya.
"Lu kenapa, Ra? Lu sakit?" tanya Dev.
"Huekkk ... huekkk!"
Laki-laki itu membantu memijat tengkuk leher istrinya. Kemudian, ia menyodorkan segelas air putih yang sempat ia ambil di dapur tadi.
"Minum dulu, Ra," kata Dev.
Gadis itu meneguk setengah gelas dari air putih tersebut. Kemudian, ia mengelap area mulutnya dengan tisu.
"Entah mengapa tiba-tiba aku merasa tidak enak badan. Padahal tadi pagi baik-baik saja," tutur Clara.
Dev memerhatikan wajah istrinya lekat-lekat. Sepertinya apa yang ada di benaknya benar. Tetapi, ia tidak bisa langsung spoiler. Karena takutnya itu hanya perasaannya saja.
"Kenapa kamu ngelihatin aku kayak gitu? Ada yang salah sama wajahku hari ini?" tanya Clara.
Ia pun langsung berbalik dan bercermin. Ia memperhatikan wajahnya sendiri. Dan ia tidak menemukan adanya hal aneh dalam wajahnya.
"Nggak ada yang aneh, Ra. Gue hanya merasa aneh aja. Kalau begitu mendingan lu istirahat dulu. Biar gue bikinin teh hangat," saran Dev.
Ia pun memapah istrinya ke kamar. Karena gadis itu sepertinya kelelahan. Apalagi kemarin mereka kehujanan. Juga ... mereka sudah melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya.
"Aku bisa sendiri, Dev," ujar Clara.
Ia memegangi kepalanya yang rasanya mulai pusing. Entah mengapa tiba-tiba penyakit seperti ini muncul.
"Lihat tuh, lu aja kelihatan pusing-pusing gitu. Kalau lu pingsan gimana?!" seloroh Dev. Ia menggelengkan kepalanya.
"Apakah dia hamil? Tapi ... ah sudahlah," gumam Dev dalam hati.
Setelah sampai di kamarnya, Dev membantu membaringkan tubuh istrinya dengan hati-hati. Karena jika firasatnya benar, ia harus over protective demi sang janin.
"Lu istirahat aja, jangan banyak gerak dulu. Nanti tugas kuliah lu, biar gue aja yang lanjutin," pinta Dev.
Gadis itu hanya mengangguk paham. Karena ini juga keberuntungan baginya. Kapan lagi bisa hiatus nugas? Hal ini bisa terjadi jika dirinya memiliki pasangan.
Dev pun meninggalkan gadis itu.
"Kamu mau ke mana, Dev?" tanya Clara.
"Kan tadi gue udah bilang mau buatin istri gue teh hangat. Udah pikun ya lu?" sahut Dev.
"Sekalian gue mau nelpon dokter biar ngecek kondisi lu," tambahnya.
Gadis itu langsung melotot. Karena jujur saja sejak kecil ia sangat takut dengan dokter. Apalagi dengan jarum suntik.
"Nggak perlu, Dev. Aku baik-baik aja, kok. Sayang banget uangnya nanti. Istirahat akan membuatku lebih baik," tolak Clara.
"Udah lu nggak usah pikirin masalah biayanya. Gue kan ada di sini, suami lu ini banyak uang," sombong Dev.
Ia tersenyum miring ke arah istrinya. Hal itu membuat Clara bergidik ngeri. Sekaligus merasa kesal, karena permintaannya tidak dihiraukan.
"Sombong banget kamu. Mentang-mentang banyak uang," cerca Clara.
"Pokoknya aku nggak mau diperiksa sama dokter. Ujung-ujungnya mereka akan mengeluarkan jarum suntik, Dev," kesal Clara.
"Lu takut jarum suntik ya?" tebak Dev. Ia mengerlingkan matanya ke arah gadis itu.
"Nggak gitu, Dev. Tapi aku emang nggak terbiasa aja lihat jarum setajam itu," elak Clara.
Ia mengembuskan napas kasar. Karena berbicara dengan laki-laki seperti Dev hanya akan membuang-buang tenaganya.
"Udah lu tenang aja, nggak bakalan disuntik kok. Paling cuma dimasukin jarum aja, hahaha."
Gadis itu menatap ke arah suaminya dengan mata yang menyipit. Tak lupa wajah kesalnya membuat Dev ingin menertawakan terus. Karena ia lebih lucu saat sedang kesal.
"Nggak ada yang lucu. Kenapa ketawa? Masih sehat, kan?" tanya Clara datar.
"Alhamdulillah, gue sehat walafiat," balasnya.
Ia masih ingin tertawa. Namun, ia menahannya. Karena melihat wajah istrinya yang kesal.
"Oke, Sayang, kamu istirahat dulu. Nanti suami kamu ini akan datang membawakan sesuatu untuk istri tercintah," goda Dev.
Clara merasa ilfeel dengan gaya bicara suaminya yang dibuat-buat. Ia pun menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk membuang pikiran-pikiran negatif.
****
Dokter tampan dengan mobil sportnya tiba di halaman rumah kos pasangan suami istri yang baru menikah tersebut.
Ia turun dari mobil dengan kacamata hitamnya. Hal itu menambah ketampanan dan kharisma seorang pria sejati.
Para tetangga kos Dev menatapnya tanpa berkedip. Bahkan ada yang sampai menjatuhkan jemuran karena tidak fokus. Fokusnya teralihkan untuk seorang dokter muda yang sangat tampan.
"Bener ini kan rumahnya?"
Ia menatap layar ponselnya untuk mengecek alamat rekan akrabnya dulu.
Tok! Tok! Tok!
Meskipun pintunya terbuka, ia dengan sopan mengetuk pintu dahulu sebelum nyelonong masuk ke rumah orang.
Tak lama kemudian, Dev datang dan memeluk pria itu ala laki-laki. Mereka nampak bahagia setelah sekian lama akhirnya bisa bertemu kembali.
"Halo, Bro. Nggak nyangka lu akhirnya bisa main ke sini," ujar Dev.
"Haha, ini aja gue hampir tersesat. Tapi ngomong-ngomong, kenapa lu nggak balik kampung aja? Bukannya sebentar lagi kuliah lu udah usai?" tanya laki-laki tampan itu.
"Mendingan kita ngobrol di dalem aja. Sekalian gue kenalin sama istri gue," saran Dev.
"Kapan nikahnya?" tanya Galang dalam hati.
Dev pun masuk disusul oleh teman lamanya yang sudah lama tak bersua. Ini memang sebuah kebetulan. Ketika ia membutuhkan seorang dokter, tiba-tiba Galang datang memberikan kejutan.
Kini mereka duduk berhadapan di ruang tamu mini rumah kos Dev.
"By the way, kapan lu nikah? Perasaan lu nggak mau nikah sebelum lulus kuliah?" tanya Galang penasaran.
Ia meneguk segelas teh hangat yang tuan rumah sediakan. Awalnya teh itu untuk istrinya, tapi karena Galang datang, akhirnya ia memberikan pada tamu spesialnya.
"Gue nikah baru seminggu yang lalu. Itupun karena terpaksa. Tapi gue nggak menyesal," balas Dev.
"What? Terpaksa gimana? Bukannya lu emang cinta sama Fida? Kenapa pakai embel-embel terpaksa? Kayak perjodohan aja," tanya Galang tak mengerti.
Huh ....
Dev mengembuskan napas gusar. Jujur saja ia malas menceritakan detai kejadian menjijikkan ini. Karena ia muak mendengar kata-kata pelecehan, apalagi harus menyebut nama dosen yang sudah menjebaknya.
"Kenapa lu, Bro?" tanya Galang.
"Jujur gue males cerita untuk saat ini. Karena mungkin ini akan membuat gue sulit menerima kenyataan," jelas Dev.
"Dan ya ... gue nggak nikah sama Fida. Tapi gue nikah sama cewek yang belum pernah gue kenal. Alias orang asing. Entahlah semua terjadi begitu cepat," lanjutnya
"Terus lo nikah sama siapa?" tanya Galang. Ia menatap temannya penuh selidik.
"Gue nikah sama Clara Marshita Anjelika. Dia itu cewek cantik di kampus. Tapi ya gitu. Udahlah nggak usah dibahas lagi," pinta Dev.
Galang menepuk bahu teman lamanya itu. Ia bisa mengerti apa yang laki-laki itu rasakan.
"By the way, sekarang lu makin keren aja. Apakah lu udah selesai kuliah kedokteran?" tanya Dev mencairkan suasana.
"Alhamdulillah sekarang gue udah jadi dokter. Sebenarnya mau ambil S3 di Jepang, tapi sama ortu nggak boleh. Yaudah akhirnya gue kerja di rumah sakit swasta," jawab Galang.
"Wah ... kebetulan banget, dong. Gue lagi butuh dokter buat istri gue. Lu bisa kan periksa kesehatan dia? Soalnya mendadak dia muntah dan nggak enak badan."
Galang dan Dev adalah teman sejak kecil. Meskipun usia mereka terpaut tiga tahun, mereka terlihat seumuran. Apalagi sama-sama tampan dan berkharisma.
"Kebetulan banget dong. Padahal niat gue ke sini buat silaturahmi sama lu. Tapi ternyata istri lu sedang sakit. Kalau gitu tunggu apa lagi? Mari kita periksa kondisi istri lu? Jangan-jangan dia ...."
Ia menjeda ucapannya. Dev menatapnya penuh arti.
"Hehe, nggak jadi. Kita lihat aja hasilnya nanti."