Rahasia Masa Lalu

Algo menatap manik mata sosok gadis yang telah lama ia kenal. Tatapan itu mengisyaratkan jika mereka saling merindukan satu sama lain.

"Apa kabar, Algo Mahesa Rahendra?" tanya gadis itu dengan tatapan penuh arti.

Laki-laki itu sama sekali tidak bergeming. Ia hanya menatap gadis itu lekat-lekat, kemudian ia berjalan ke arahnya. Dan ... cup!

Ia mencium bibir kenyal milik gadis cantik itu. Tidak ada penolakan maupun rasa sungkan. Karena sedari dulu, mereka sering melakukannya.

Karena sudah merasa kehabisan napas, Starla langsung melepaskan ciuman mereka dan mendorong tubuh Algo agar menjauh.

"Aku bisa kehabisan napas, Al. Kamu liar banget tahu nggak," kesalnya.

Ia mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Bisa-bisa ia mati mendadak karena kekurangan oksigen.

"Apakah kamu tidak merindukan aku? Kita sudah lama berpisah, namun ... kamu masih tetap sama seperti dulu, cantik dan menggoda," ujar Algo.

Ia menyerigai ke arah gadis itu. Dilihat dari penampilannya, ia nampak memesona dengan dress merah tua yang terbuka. Hal itu memperlihatkan sesuatu paling berharga bagi perempuan.

"Apakah kamu masih bekerja di sana? Melayani para lelaki hidung belang yang kekurangan belaian?" tanyanya.

"Tanpa aku menjawab, aku rasa kamu juga sudah bisa menebak jawabannya," balasnya.

Algo mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Tidak ada ketakutan di wajahnya. Hal itu berarti Starla masih seperti dulu. Bekerja menjadi kupu-kupu malam.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apakah kamu terkejut dengan kedatanganku yang tiba-tiba?" tanya Starla.

Ia memiringkan senyumnya. Kemudian berjalan mengelilingi Algo yang masih berdiri tegap dengan ekspresi datar.

"Aku harap kamu tidak lupa dengan janji itu, Tuan Algo Mahesa Rahendra! Ups ... aku rasa kamu sudah lupa ya," kata Starla sambil mengelilingi tubuh Algo.

Ia berhenti tepat di belakangnya. Kemudian, ia membisikkan sesuatu ke telinga kanan lelaki itu. Hal itu membuatnya melotot dan menatap ke arah bisikan.

Algo menyentuh tangannya dan mengunci pergerakannya. Ia menatap Starla penuh kemarahan.

"Dasar jalang nggak tahu diri! Lu pikir lu bisa memeras gue dengan cara murahan lu itu?! Gue bukan tipe cowok yang bakal menurut sama kata-kata cewek murahan dan nggak tahu terimakasih kayak lu! Ngerti?!" marah Algo.

"Lepasin, Al! Sakit tahu nggak!"

Algo melepaskan tangan gadis itu. Kemudian ia mendorong tubuhnya hingga ia hampir terjatuh.

"Kamu udah gila, Al? Bukankah ini bagian dari perjanjian kita? Kenapa kamu marah? Apa kamu ingin orang yang kamu sayang itu menderita dan menjadi abu?!" bentak Clara si perempuan malam.

"Biar gue ingetin sekali lagi. Gue sama lu udah nggak ada urusan lagi. Karena gue udah nepatin janji gue waktu itu. Masalah kita udah clear. Jadi, nggak usah muncul di hadapan gue lagi. Ngerti?!" bentak Algo balik.

"Dan satu lagi, buat gue lu hanyalah sampah masyarakat yang nggak bakal berguna. Jadi mendingan mati aja sono daripada jadi beban orang lain. Apa perlu gue yang jadi malaikat maut buat lu?"

Starla mengepalkan tangannya. Raut wajahnya yang memerah penuh kemarahan malah membuat Algo menatapnya dengan remeh.

Ingin sekali ia melenyapkan laki-laki yang sudah membuat hidupnya seperti ini. Tapi ... ia juga mencintai Algo seperti dulu.

"Apa kamu lupa aku kayak gini itu karena ulah Papa kamu? Apa kamu lupa kalau aku melakukan ini demi menyelamatkan nyawa kamu? Apa kamu sama sekali tidak tahu balas budi? Aku menyesal telah masuk ke dalam jebakan yang membuatku menjadi perempuan yang tak punya harga diri lagi," jelas Starla.

Matanya berkaca-kaca, namun ia menahan agar darah putihnya tidak keluar. Karena ia datang untuk balas dendam kepada keluarga Algo. Karena sudah membuat keluarganya menderita.

Hal inilah yang membuatnya mengambil keputusan untuk menjadi perempuan penghibur.

"Salah sendiri jadi orang miskin. Makannya jadi orang tuh banyak duit, biar nggak jadi budak terus," ujar Algo dengan sombongnya.

"Jangan sombong kamu, Al. Karena semua yang kamu punya hanyalah titipan. Nggak ada yang kekal di dunia ini. Kamu akan lihat gadis yang kamu sakiti ini akan menjadi malaikat maut buat kamu dan semua keluarga kamu. Camkan itu!" ancam Starla penuh penekanan.

"Gue nggak takut. Kita lihat saja siapa yang akan mati nanti. Lu ... atau gue!"

Laki-laki itu berbalik meninggalkan gadis itu sendirian. Niatnya untuk bertemu dengan Clara telah sirna. Karena sejak mereka putus, Clara tidak pernah membalas pesan darinya.

"Kamu akan kehilangan orang-orang yang kamu sayang, Al. Aku pastikan itu terjadi. Karena kamu harus merasakan apa yang aku rasakan," ujar Starla dalam hati.

Ia pun berjalan meninggalkan tempat itu dengan arah yang berlawanan. Dulu mereka saling memadu kasih saat di bangku SMP. Sekarang ... mereka adalah musuh yang akan saling membunuh.

****

"Sus, pasien atas nama Clara Marshita Anjelika ada di ruang nomor berapa ya?" tanya Megan panik.

"Sebentar, Nyonya, saya cek dulu."

Sang Suster penjaga resepsionis langsung mencari nama pasien di komputernya.

"Tolong cepat, Sus!" pinta Megan tak sabaran.

"Sabar, Ma. Nggak usah panik kayak gitu," pinta Ardi.

Ia mengelus punggung istrinya dengan lembut. Karena mendengar putri tunggalnya masuk rumah sakit, membuatnya cemas dan tidak bisa menahan diri.

"Pasien atas nama Clara Marshita Anjelika ada di ruang nomor 59, Tuan, Nyonya," jawab suster dengan ramah.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Megan langsung berlari mencari kamar putrinya dirawat.

"Baik, Sus, terimakasih," kata Ardi.

Ia segera menyusul istrinya yang sedari di jalan tadi ngomel-ngomel nggak jelas mencemaskan putrinya.

Selang beberapa menit kemudian ... mereka langsung menemukan ruang tempat putrinya dirawat.

Krekkk

Tanpa basa-basi, Megan langsung memeluk tubuh putrinya yang sedang duduk di brankar rumah sakit. Ia meneteskan air matanya karena merasa tidak becus menjadi seorang ibu.

"Mama, kenapa Mama bisa ada di sini?" tanya Clara bingung.

"Maafin Mama, Sayang. Karena kemarahan Mama kamu jadi seperti ini. Maafin Mama, Clara, hiks ...."

Clara membalas pelukan hangat dari mamanya. Ia sangat merindukan pelukan penuh kasih seperti ini. Terlebih setelah apa yang terjadi padanya.

"Clara yang seharusnya minta maaf, Ma. Karena Clara tidak mendengarkan nasihat dari kalian. Clara nyesel, Ma, hiks ...."

Devaro dan Farah yang melihat interaksi ibu dan anak ini merasa terharu. Karena ternyata di balik sifatnya yang bar-bar, Clara adalah sosok yang manja dan penuh kasih sayang.

Farah ikut menangis melihat mereka. Karena mendapat gelengan dari putranya, ia langsung menyeka air matanya. Karena mereka harus kuat demi mental Clara yang hampir gila.

"Kenapa kamu diam saja, Clara? Kenapa kamu tidak mencoba memberi tahu Mama sama Papa? Apakah kamu pikir Mama dan Papa tega membiarkan anak gadis kami mengalami kesulitan seperti ini? Kenapa masalah sebesar ini kamu pendam sendiri? Hiks ...."

"Maafin Clara, Ma, Pa. Clara nggak punya keberanian untuk menatap kalian. Clara merasa malu dan jijik dengan diri ini. Karena Clara hanya akan menjadi beban buat kalian, hiks ...."

Ardi mengelus kepala putrinya dan tersenyum. Senyum yang nampak tulus dan bisa membangkitkan semangat bagi putrinya yang terpuruk.

"Papa nggak pernah membenci kamu, Sayang. Tapi Papa kecewa karena kamu tidak bisa menjaga kehormatan kamu sebagai seorang perempuan. Papa mereda sangat berdosa," celetuk Ardi.

"Maafin Clara, Pa. Clara benar-benar minta maaf. Clara juga nggak mau seperti ini. Hiks ...."

"Tidak ada gunanya saling menyalahkan dan marah. Karena kamu harus segera mendapatkan keadilan. Papa nggak terima anak gadis Papa satu-satunya mengalami pelecehan seperti ini," ujar Ardi lagi.

Devaro yang berdiri di belakang mereka, langsung menghampiri. Ia nampak sangat cool dan gentle.

"Maaf, Om, tapi percuma kalau kita membawa masalah ini ke pengadilan. Karena tidak ada yang akan percaya tanpa adanya bukti yang kuat," kata Devaro.

"Kamu siapa?" tanya Ardi penasaran. Karena setahunya, Algo lah laki-laki yang berstatus sebagai kekasih putrinya.

"Dia Devaro, Pa, Ma. Dia adalah malaikat penyelamat buat putri kalian ini. Dan sekarang ... kita sudah menikah karena tragedi itu," sahut Clara.

"Apa?! Kalian sudah menikah? Tanpa kehadiran kami?!" tanya Ardi dengan suara meninggi.

Clara terdiam seribu bahasa. Ia menunduk malu dan hanya berharap jika Ardi dan Megan tidak murka. Karena ia sudah banyak mengecewakan dan melukai hati mereka.

"Maaf, Om. Waktu itu semua berjalan begitu cepat. Jadi kami benar-benar bingung," jelas Devaro.

Ardi keluar ruangan dengan wajah kecewa. Hal itu membuat Clara sedih, karena harusnya ia bisa menjaga kehormatan keluarga.

"Papa!" panggil Clara.

"Jangan khawatir, Sayang. Walaupun Mama juga sangat kecewa, Mama akan membujuk Papa kamu. Karena Mama juga seorang wanita."

Megan menyusul suaminya. Tangis Clara pecah melihat kekecewaan yang begitu besar dari kedua orangtuanya. Jika saja ia bisa memilih, ia ingin mati saja saat ini. Karena ia hanya akan menjadi beban hidup bagi mama dan papanya.

"Dev, hiks ...."

Laki-laki itu langsung memeluk tubuh istrinya untuk memberikan kekuatan. Ia bisa merasakan penderitaan yang istrinya rasakan. Karena mengalami pelecehan adalah hal paling memalukan bagi pihak perempuan.

Karena mereka akan selalu menjadi sosok yang disalahkan. Walaupun pada kenyataannya benar. Terkadang hukum begitu kejam hingga membuat para perempuan tak berani mengungkapkan kebenaran di saat sidang pengadilan.

"Nggak usah nangis lagi. Kamu harus kuat, Ra. Ada aku di sini yang akan selalu ada dan menemani kamu dalam suka maupun duka," kata Dev.

"Kamu harus kuat, Sayang. Karena Mama juga akan mendukung kamu. Jangan putus asa, oke?" sahut Farah.

"Kalau begitu, Mama akan bicara sama orang tua kamu. Dev, jaga istri kamu dengan baik," pinta Farah.

Laki-laki itu hanya mengangguk paham. Ia mengelus puncak kepala istrinya, sesekali ia menciumnya. Tapi air mata Clara tidak bisa henti untuk menetes.

"Aku udah bikin Mama dan Papa kecewa, Dev. Aku nggak pantes untuk hidup, hiks ...."

"Nggak usah ngomong yang aneh-aneh. Kamu ini korban, jadi nggak perlu merasa bersalah. Karena ini kecelakaan, Ra. Bukan keinginan kamu juga," tutur Dev.

"Tapi tetap saja, Dev. Aku udah nggak suci lagi, hiks ...."

Dev semakin mempererat pelukannya. Ia mengelus punggung istrinya dengan lembut. Karena sekarang ia menganggap Clara sebagai istri seutuhnya. Ia mencintai gadis itu dengan sepenuh hati.