Starla berdandan dengan sangat menor. Ia memakai pakaian ketat dan terbuka. Belum lagi, riasan di wajahnya bikin para buaya ingin segera menerkamnya tanpa ampun.
"Bagaimana penampilan gue?" tanyanya.
"Very-very perfect!" tegas Naomi, teman se-clubnya yang memiliki profesi sama dengan dirinya.
"Gue yakin, mereka nggak akan berpaling dari wajah cantik lu yang menggoda iman. Please, gue iri." Ia terkekeh pelan.
Ia menyunggingkan senyum dan menatap ke arah cermin dengan percaya diri. Meskipun ia bekerja sebagai perempuan penghibur, ia merasa bangga.
Karena dengan pekerjaan ini, ia bisa menyenangkan diri sendiri dan keluarganya.
"By the way, bagaimana dengan gadis yang lu temuin kemarin? Apa dia setuju dengan penawaran yang lu kasih?" tanya Naomi penasaran.
"Gadis yang mana?" tanya Starla sok pikun.
Ia menebali lipstiknya agar lebih merah mencolok. Tak lupa, ia mengenakan blush on agar pipinya semakin merona.
"Please deh, jangan pikun jadi orang!" marah Naomi.
Ia sering dibuat kesal oleh bestie-nya yang satu ini. Karena ia sangat kalem, tapi ... juga mematikan. Karena ia bisa memikat para ular hingga mereka terjerat.
"Hahahaha!"
"Lu udah gila ya, Star? Ketawa lu itu persis kuntilanak tahu nggak? Ih ... serem. Merinding gue," ejek Naomi.
Naomi menatap temannya ini dengan wajah kesal. Karena ia suka bercanda untuk masalah yang cukup serius.
"Tanpa gue jawab lu pasti tahu jawabannya, bukan? Mana mungkin gadis sepolos dan selugu itu mau bekerja kayak kita? Ngarep amat lu," jelas Starla.
Ia geleng-geleng kepala. Karena temannya ini suka loading lama. Padahal kemarin ia sudah menceritakannya, namun Naomi terkesan tak peduli. Bahkan ia sering lupa dengan apa yang baru saja ia katakan.
"Lah! Katanya butuh duit, kenapa dia nolak? Penawaran dari lu lumayan gede padahal. Sayang banget, nolak rezeki dari kita. Pasti tuh cewek nyesel banget sekarang," ujar Naomi dengan bangganya.
"Nggak usah bangga-bangga. Kita ini nggak lebih dari seorang perempuan murahan. Jadi, kita ini penuh dosa. Lebih tepatnya pendosa!"
"Gue tahu kalau kita pendosa. Tapi apakah lu pikir yang polos kayak gitu juga suci? Belum tentu, bisa aja mereka yang sok suci ternyata malah dijadiin piala bergilir. Kan ngenes?! Pendosa teriak pendosa, ngelawak emang," beber Naomi.
"Dan satu lagi, gue denger-denger, banyak loh perempuan tertutup yang ternyata jauh lebih liar dari kita. Kalau kita kayak gini karena kerja, dapat duit. Sedangkan mereka ... cuma nikmat doang, nggak ada cuannya. Lebih receh mana coba?" sambungnya.
Starla hanya memutar bola matanya malas. Karena memang benar apa yang Naomi katakan. Perempuan yang berkedok syar'i belum tentu sebaik yang terlihat.
Karena terkadang, mereka jauh lebih buruk dari seorang kupu-kupu malam. Hanya saja ... dosa mereka tertutupi oleh hijab dan pakaian yang tertutup.
"Kalau menurut lu gimana, Star? Apa yang gue bilang fakta, 'kan?" tanyanya meremehkan.
Naomi merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Karena ia baru saja melayani pria yang kasar. Bahkan saat di dalam kamar, ia dijambak hingga membuatnya kesakitan.
Tapi baginya, hal ini sudah biasa. Banyak pria hidung belang yang menganggapnya sebagai perempuan pemuas nafsu mereka. Tapi ... terkadang ia juga menikmati permainan. Terlebih jika kliennya pemuda yang tampan dan mapan.
"Nggak usah dibahas lagi deh masalah ginian. Mendingan lu cerita sama gue, gimana permainan lu barusan? Kelihatannya lu seneng banget?" tanya Clara.
"Huh"
Naomi membuang napas kasar. Karena jujur ia sangat tidak bersemangat hari ini. Seleranya hilang setelah melayani pria yang kasar dan pemaksa.
"Kenapa? Apakah laki-laki yang lu layani ...."
"Dia kasar dan pemaksa banget tahu nggak?! Badan gue rasanya sakit semua. Tulang-tulang rasanya mau patah dan remuk. Karena gue harus melayani dengan berbagai posisi. Dan ya ... pakai acara jambak rambut segala lagi!" ketusnya.
Ia merentangkan tangannya untuk mengurangi rasa pegal di sekujur tubuhnya. Ingin ia berhenti, tapi ia butuh uang untuk kehidupan sehari-hari.
"Hahaha, pasti tuh Akik-Akik. Soalnya kalau yang tua-tua banyak maunya," kekeh Starla.
Karena melihat raut muka temannya yang kesal, ia pun menutup mulutnya rapat-rapat. Tatapannya yang tajam seakan ingin memakan Starla hidup-hidup.
"Ups, maaf sahabat aku yang paling cantik dan cetar membahana," kata Starla. Ia terkekeh pelan, namun segera mengubah ekspresinya senormal mungkin.
"Mana ada Akik-Akik. Ogah banget gue sama yang udah nggak berimun. Yang ada gue yang terus menguasai permainan. Please ya, klien gue nggak tua-tua amat," jelas Naomi tak terima dikatai.
"Iya-iya, Sayang, gue percaya kok. Apa sih yang nggak buat orang yang cantik kayak lu, hahaha."
Naomi mencebikkan bibirnya. Karena temannya ini memang suka meledek. Untung saja teman, kalau bukan pasti akan ia tendang hingga Benua Antartika.
"Yaudah kalau gitu gue duluan ya. Klien gue udah nungguin, nih. Doain biar klien gue nggak membosankan, hahaha!"
"Iya, Bestie. Good luck!" Naomi memberikan dua jempol untuk rekannya yang akan berjuang mendapatkan uang dan kenikmatan sekaligus.
Meskipun pekerjaan mereka dibilang haram, mereka tetap bersikukuh jika apa yang mereka kerjakan untuk kebaikan adalah halal. Padahal sudah jelas jika perbuatan mereka salah.
Menjadi kupu-kupu malam memang bukan keinginan mereka pada mulanya. Namun seiring berjalannya waktu, mereka mulai terbiasa. Bahkan selalu menikmati setiap malam bersama laki-laki yang berbeda.
****
Anne berjalan menyusuri jalanan yang lenggang. Ia terlihat seperti orang linglung. Karena tidak memerhatikan jalan walaupun kakinya terus melangkah.
"Woi, siapa tuh cewek? Udah seksi, bening pisan," kata laki-laki yang berjalan untuk mencari mangsa.
"Bener banget. Akhirnya kita dapat mangsa lagi. Tapi kali ini jauh lebih cantik. Lihat tuh ... bajunya aja kurang bahan. Pasti dia juga pengen cari kenikmatan di luar," sahut rekan laki-laki tadi.
"Kalau gitu tunggu apa lagi? Saatnya kita beraksi!" tegasnya dengan penuh semangat empat lima.
Kedua laki-laki tadi berjalan mendekati Anne yang masih menatap jalanan yang sepi. Ia baru saja pulang dari tongkrongan bersama teman-temannya.
Ia memilih jalan kaki karena jarak rumahnya dengan cafe yang tidak terlalu jauh. Juga ... ia ingin menghapus kepedihan dalam hatinya setelah dikhianati oleh Algo.
"Hai cantik! Sendirian aja, mau Abang temenin nggak?" tanya laki-laki hidung belang itu dengan genit.
Ia mengedipkan sebelah matanya pada Anne. Namun, karena mereka bad looking, Anne merasa ilfeel dan jijik.
"Mau apa kalian? Jangan macem-macem, kalau nggak gue bakalan teriak!" ancamnya tak main-main.
"Hahahaha!"
Kedua laki-laki genit itu malah tertawa jahat. Karena perempuan memang begitu. Sok-sokan nolak, padahal aslinya mau. Seperti pepatah, malu-malu tapi mau.
"Kenapa kalian tertawa? Ada yang lucu? Kalian nggak tahu siapa gue?!"
"Nggak usah banyak omong, Sayang. Mendingan kita ke rumah kosong itu dan bermain bersama. Pasti kamu ingin merasakan kenikmatan surga dunia, bukan?" tanya laki-laki yang satunya.
"Ih, gelay. Muka jelek aja sok-sokan mau deketin gue. Kalian pikir gue mau sama muka-muka menjijikkan seperti kalian? Mimpi banget bisa dapetin seorang Anne!" ujar Anne dengan sombongnya.
Kedua laki-laki tadi yang awalnya ingin memperlakukan dengan lembut, kini mereka menarik paksa tangan Anne. Mereka langsung menariknya untuk ke sebuah rumah kosong di dekat sana.
"Dasar cewek nggak tahu diuntung. Kalau begitu lu akan merasakan kemarahan kami. Mari bersenang-senang, Baby."
"Heh, apa-apaan ini. Lepasin nggak? Tolong! Tolong!" teriak Anne ketakutan.
"Teriak aja sekencang mungkin. Karena nggak ada yang bakalan denger. Hahahaha."
Keduanya tertawa jahat. Mereka akan memberikan kenikmatan sekaligus pelajaran untuk gadis yang bar-bar dan kurang ajar ini.