Langkahnya terhenti ketika ia menangkap sepasang kekasih sedang menghabiskan waktu berdua di sebuah cafe terkenal di Malang.
"Kenapa mereka malah semakin dekat?"
Algo mengepalkan tangannya. Ia merasa jika hubungan Clara dan Devaro semakin dekat. Padahal sebelumnya mereka tidak saling mengenal satu sama lain.
"Gue nggak akan biarin Clara jatuh ke pelukan lu, Devaro Mahardika Sanjaya!" tegasnya.
Bugh!
Ia menonjok dinding yang sama sekali tidak bersalah hingga terdapat keretakan. Bahkan tangannya sampai berdarah. Namun, rasa sakit di tangannya tidak seberapa jika dibandingkan dengan luka di hatinya.
Ia pun mendatangi kedua sejoli itu dengan penuh emosi.
"Aw, sakit Al," ringis Clara.
Ia menarik paksa tangan Clara dan memeganginya dengan sangat erat. Hal itu membuat gadis itu kesakitan.
"Apa-apaan lu! Lepasin Clara!" teriak Devaro hingga menggema.
"Kenapa? Lu terkejut? Clara hanya milik gue. Jadi lu nggak berhak buat nyuruh gue buat lepasin dia ke dalam pelukan orang menjijikkan kayak lu!" tunjuk Algo pada dada bidang milik Dev.
"Maksud lu apa ha? Lu mau nyari ribut sama gue?!" tanya Devaro dengan suara meninggi.
Clara berusaha untuk melepaskan genggaman Algo. Karena dirinya mereka berdua jadi berantem. Padahal sebelumnya, mereka adalah teman baik dalam satu organisasi, yaitu BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).
"Al, lepasin aku, please," pinta Clara dengan mata berkaca-kaca.
Karena tidak tega melihat gadisnya akan menangis, Algo pun melepaskan cengkeramannya.
"Kamu nggak bisa begini sama Dev, Al. Karena sekarang Devaro adalah suami aku. Hubungan kita telah berakhir. Jadi, tolong berhenti ganggu kehidupan aku. Kalau perlu jangan pernah tunjukkan muka kamu di hadapan aku lagi!" ketus Clara.
Devaro menganga dibuat tak percaya dengan kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut istrinya. Karena sejauh yang ia tahu, Clara masih ada rasa pada laki-laki yang sudah menjadi mantan kekasihnya ini.
Begitupun dengan Algo, ia tak percaya dengan kata-kata Clara barusan. Karena ia masih berharap hubungan mereka kembali baik-baik saja seperti sedia kala.
"Apakah kamu bercanda, Ra?" tanya Algo memastikan.
Dari caranya berbicara, ia terlihat sangat rapuh. Batinnya sakit mendengar orang yang ia cintai lebih memilih laki-laki lain yang baru saja memasuki kehidupannya.
"Aku nggak bercanda, Al. Devaro memang suami aku sekarang. Dan aku akan bertahan demi rumah tanggaku yang masih muda ini," tuturnya.
"Kenapa? Kenapa, Ra? Kenapa kamu tega menyakiti aku seperti ini?" tanya Algo.
Ia memegang dadanya yang terasa sesak. Kalau boleh jujur, ia sama sekali tidak rela gadis yang ia cintai menikah dengan laki-laki lain. Terlebih Devaro dulu adalah teman dekatnya.
"Maaf, Al. Aku nggak bermaksud menyakiti kamu. Aku mencintai Devaro. Perlahan, setelah kamu memaki-maki aku, rasa aku ke kamu mulai memudar. Aku juga hanyut dalam kasih sayang Dev yang begitu tulus."
"Ayo, kit pergi!"
Clara menarik tangan Devaro dan menggenggamnya. Ia tersenyum sekilas ke arah Algo dan berjalan meninggalkannya bersama Dev, suaminya.
"Ra, jangan pergi. Claraaaaaaaaaa!"
Algo langsung terbangun dari mimpi buruknya. Sebuah bunga tidur yang terlihat nyata membuatnya panik dan takut. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
"Huh, ternyata hanya mimpi."
Ia memegang dadanya dan bisa bernapas dengan lega. Karena apa yang baru saja ia alami, hanyalah sebuah mimpi.
Ia pun meneguk segelas air putih untuk merilekskan pikiran. Rasanya benar-benar nyata. Terutama mengenai hubungan Clara dan Devaro yang sudah serius.
"Kenapa tiba-tiba gue mimpiin Clara dan Dev? Mereka sudah nikah? Kapan?" tanyanya dalam hati.
Ia pun kembali merebahkan tubuhnya ke kasur. Kini posisinya miring. Pikirannya tidak tenang. Padahal yang terjadi hanyalah sebuah mimpi buruk yang belum tentu terjadi.
"Ish, kenapa mimpi ini terus bergelimang di pikiran gue, sih? Lagi pula kenapa kalau Clara dan Dev udah nikah? Bukannya gue udah nggak peduli?"
"Argghh!"
Clara terus menghantui pikirannya. Ia memang membenci gadis itu karena selingkuh darinya, tapi ... di lubuk hati paling dalam, ia masih menyimpan rasa untuknya. Bahkan sangat besar.
Namun, egonya terlalu tinggi. Hingga ia merasa malu untuk menjalin hubungan dengan Clara lagi. Tapi ia juga tak bisa membohongi dirinya sendiri jika hatinya masih untuk Clara.
****
"Ada apa ya, Dok? Kenapa Dokter memanggil saya ke sini?" tanya Devaro penasaran, sekaligus panik.
Raut wajah Dokter Galih seperti mengisyaratkan jika telah terjadi sesuatu yang cukup berbobot. Hal itu membuat Dev merasa khawatir dan tidak bisa berhenti memikirkan istrinya.
"Seperti yang Anda minta kemarin, kami sempat melakukan tes DNA pada bayi saudari Clara yang keguguran," kata Dokter Galih serius.
"Jadi, bagaimana hasilnya, Dok? Apakah anak itu anak saya?" tanya Devaro tak sabar.
Sang dokter mengeluarkan sebuah kertas yang berisi hasil tes. Kemudian, ia membacakan hasilnya.
"Berdasarkan hasil tes DNA, di sini tertulis jika ayah biologis dari sang janin adalah Devaro Mahardika Sanjaya. Karena DNA kalian sangat cocok," tutur Dokter Galih.
Deg!
Hati Devaro hancur lebur. Harusnya ia bisa menyadari hal ini sebelum Clara mencoba mengakhiri hidupnya. Ia merasa gagal menjadi seorang suami.
Awalnya ia sudah menduga, tapi ia juga ragu. Namun, keraguannya membuatnya harus kehilangan calon bayi yang ia nantikan.
"Yang sabar, Mas. Mungkin ini memang jalan terbaik dari Tuhan. Saya berdoa agar keluarga kecil Mas Devaro segera mendapatkan keturunan lagi."
Sang dokter menepuk pundak Dev untuk menguatkan hatinya. Tapi penyesalan dalam diri Devaro kian bergejolak dan membuatnya kehilangan semangat.
****
Fida menangis di dalam kamarnya seorang diri. Ia merasa ditipu oleh laki-laki bernama Devaro. Karena ia hanya dijadikan pacar simpanan saja.
Bahkan sejak dua hari, laki-laki itu sudah tidak memberinya kabar apapun. Sekedar bertanya sedang apa saja tidak.
"Hiks ... hiks ... hiks ... kenapa nasibku seperti ini ya Allah? Udah punya pacar nggak beres, sekarang beasiswaku juga dicabut, hiks ...."
Ia menangis sesenggukan. Bahkan ia menghabiskan banyak tisu untuk menyeka air matanya yang tidak berhenti mengalir sejak tadi.
"Apa aku terima saja tawaran dari Starla kemarin? Tapi masak iya aku jadi perempuan penghibur? Aku masih sayang sama tubuh aku, tapi aku juga butuh uang untuk kuliah, hiks ...."
Ia pun menatap dirinya di cermin. Wajahnya tidak jelek-jelek amat hingga Dev harus selingkuh dengan perempuan lain. Hanya saja ... ia tidak good rekening.
Good looking saja tidak cukup untuk menjamin kesetiaan pasangan, apalagi tidak keduanya. Udah jelek nggak punya duit lagi. Auto ditinggal dan ditindas seperti orang tak berguna.
"Oke, Fida, kamu harus berjuang sendiri mulai sekarang. Nggak papa kerja jadi perempuan penghibur. Yang penting hidup kamu enak dan terjamin."
Ia pun menghapus sisa air matanya. Kemudian ia tersenyum kecut dan mengoleskan lipstik cair ke bibirnya yang tebal dan seksi.
Setelah itu, ia mengambil benda pipih di meja belajarnya untuk menghubungi seseorang. Ya ... ia akan menghubungi Starla, teman masa kecilnya yang kemarin lusa tak sengaja bertemu di pinggir jalan.
["Halo, ini Fida. Aku terima tawaran kamu kemarin. Tapi, tolong transfer DP-nya. Karena aku juga butuh modal untuk dandan,"] pinta Fida langsung to the point.
["Kamu tenang saja, Baby. Semua akan gue urus. Lu tinggal dandan yang cantik dan jangan lupa berpenampilan yang menggoda. Karena kita harus bisa memikat mereka,"] ujar Starla dari sambungan telepon.
["Oke."]
Drt ... drt ... drt ....
Fida memutus sambungan telepon sepihak. Ia harus lahir menjadi Fida yang baru. Karena Fida yang dulu akan tergantikan dengan Fida baru yang badas dan liar.