Rasa Mulai Menghilang

Clara duduk termenung sembari menatap langit-langit rumah. Ia memperhatikan sekeliling yang sedikit berantakan. Ia pun merapikan rumahnya, tepatnya rumah baru yang dihadiahkan oleh orang tua Devaro.

"Aku rasa gabutku akan hilang jika aku beres-beres rumah," ujarnya bermonolog.

Saat ia hendak mengambil kemoceng, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya.

Tok! Tok! Tok!

"Astaga, siapa coba yang datang di siang bolong begini?" gerutunya.

Ia pun langsung membuka pintu rumah utama. Dan betapa terkejutnya ia ternyata dia ....

"Hai, Clara," sapanya ramah.

Clara langsung membanting pintu hingga suara gebrakan berbunyi nyaring. Grakkkk!

Ia menyenderkan tubuhnya pada pintu. Napasnya terengah-engah walaupun ia tidak habis olahraga.

"Astaga, ngapain dia ke sini? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku dan Devaro pindah ke sini?" tanyanya bermonolog.

Karena penasaran, ia mengintip laki-laki itu dari balik jendela kaca.

"Ya Allah, kenapa masih di sini sih, Al? Padahal aku udah ngasih kode lewat gebrakan pintu agar kamu pergi," kesal Clara.

"Clara! Aku tahu kamu ada di dalam. Please, bukain pintunya. Aku mau ngomong penting sama kamu. Kamu harus dengerin penjelasan aku," ujar Algo dari balik pintu.

Clara bingung harus bagaimana. Jika ia membuka pintu untuk tamu laki-laki saat suaminya tidak di rumah, ia takut akan menimbulkan fitnah. Apalagi ia masih baru di kompleks itu.

"Aku harus bagaimana ya Allah? Jujur saja aku nggak mau ketemu sama Algo. Tapi ... kenapa dia kelihatan tulus banget?"

"Ra, please! Aku mau ngomong penting!" desak Algo agar Clara mau membuka pintu untuknya.

"Bismillah. Semoga ini keputusan yang tepat."

Ia pun membuka pintu dan mempersilakan Algo untuk masuk. Lagi pula, Devaro bukan tipikal cowok yang pengekang. Jadi, mungkin hal ini tidak akan menimbulkan masalah.

"Silakan masuk, Al!" pinta Clara.

Ekspresi wajahnya datar-datar saja. Ia tidak cemberut, tidak juga terlihat senang. Karena rasa sayang yang ia miliki untuk laki-laki itu ... sudah tak seperti dulu.

Clara duduk berjauhan dengan Algo. Karena ia merasa sedikit canggung dekat dengan laki-laki lain setelah menikah dengan Dev.

"Kamu mau ngomong apa, Al?" tanya Clara to the point.

"Manggilnya nggak Kak Al lagi?" goda Algo.

Clara malah semakin canggung sekarang. Karena Algo merupakan kakak tingkatnya. Itu artinya, ia lebih tua dibanding dirinya.

"Udah Ra, nggak usah dipikirin. Nggak papa. Manggil Al aja," sahut Algo sembari melempar senyum.

"Oh iya, aku ke sini karena aku mau minta maaf sama kamu. Aku tahu aku salah, aku udah jahat dan nggak percaya sama semua penjelasan kamu. Aku nyesel, Ra. Kenapa aku bisa nyia-nyiain perempuan cantik dan baik seperti kamu?"

Clara diam membisu. Entah mengapa, sekarang ia sama sekali tidak bisa merasakan apa-apa saat di dekat Algo. Padahal mereka dulunya saling mencintai.

"Nggak papa, Kak, eh ... Al. Aku udah maafin kamu. Hal yang sudah terjadi, biarlah menjadi masa lalu antara kamu dan aku. Sekarang yang terpenting, kita nggak ada dendam maupun sesuatu yang dipendam," jawab Clara.

Ia memberikan senyum manisnya. Walaupun sangat tipis, Algo bisa melihat ketulusan di baliknya.

"Jadi, artinya kamu maafin aku dan mau jadi pacar aku lagi?" tanya Algo penuh harap.

"Maaf, Al. Aku memang udah maafin kamu. Tapi untuk kembali lagi seperti dulu, itu mustahil. Karena aku sudah bahagia menikah dengan Devaro," tutur Clara.

Entah mengapa, rasanya sama sekali tidak berat menolak Algo. Rasa cintanya yang begitu besar, kini sudah lenyap bersama puing-puing kenangan.

"What? Kamu sudah menikah? Dengan Devaro?" tanya Algo tak percaya.

Ia sangat kaget dengan pengakuan gadis itu. Karena akhir-akhir ini tidak ada pemberitaan lagi mengenai kasus Clara satu bulan yang lalu.

"Harusnya kamu nggak kaget jika aku sekarang sudah menikah. Karena kamu tahu sendiri apa yang terjadi sebulan yang lalu," jelas Clara.

Matanya berkaca-kaca setiap mengingat kenangan pahit yang ia alami. Ia seakan tak bisa menerima kenyataan jika ia pernah dilecehkan. Itupun oleh dosennya sendiri.

"Apa kamu juga cinta sama Devaro?" tanya Algo penuh selidik.

Dalam lubuk hatinya paling dalam, ia berharap Clara mengatakan tidak. Karena ia ingin bisa menebus kesalahannya pada gadis itu.

"Maaf, kamu nggak perlu ikut campur mengenai percintaan yang aku jalani. Tapi mungkin kamu perlu tahu. Aku cinta sama Dev melebihi apapun. Karena dialah yang selalu ada di saat aku susah maupun senang."

Algo mangguk-mangguk paham.

Pupus sudah harapannya untuk kembali bersama Clara, perempuan yang sangat ia cintai dan membuatnya tergila-gila.

"Kalau gitu aku pamit dulu, Ra. Sampaikan salamku pada suamimu," pamit Algo.

"Maaf, Al. Kamu orang yang baik. Aku yakin suatu saat nanti, kamu akan mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari aku," ucap Clara sembari mengukir senyum.

"Iya, makasih."

Clara menatap punggung Algo yang semakin menjauh. Sekarang rasanya biasa-biasa saja. Ia sama sekali tidak memiliki rasa pada laki-laki itu lagi.

"Astaghfirullah, Clara! Kenapa kamu oon banget, sih! Masak tamu nggak disuguhi apa-apa. Ya Allah, kenapa kamu tolol banget, Ra!"

Ia memukul kepalanya sendiri. Karena merasa canggung dan mengobrol, ia sampai lupa jika dirinya tidak menyuguhkan apa-apa untuk Algo.

****

"Hai, Caca, kan?" sapa laki-laki bersuara serak basah dengan lembut.

"Oh, hai. Apa kabar, Kak?" tanya Caca.

"Aku baik," jawabnya singkat.

"By the way, aku belum pernah lihat kamu sebelumnya di sini. Kamu baru pindah atau ...?" tanya Caca penasaran.

"Aku baru pindah, kok. Kamu ternyata kuliah di sini juga?" tanyanya.

"Iya. Sebenarnya aku nggak minat, sih. Tapi nyokap sama bokap maksa banget biar aku kuliah di sini. Yaudah, akhirnya aku ikutin kemauan mereka," jelasnya.

David Rayhan Saputra, anak tunggal dari pasangan Hasna dan Romlah. Ia merupakan laki-laki yang pernah menolong Caca waktu kecelakaan mobil.

Sejak saat itu, mereka saling kenal dan akrab. Namun, David melanjutkan studi ke Australia. Sehingga mereka terpisah.

"Oh gitu, yaudah aku duluan ya, Kak."

"Oke, sampai ketemu, Caca!"

Mereka saling melempar senyum. Tapi bukan itu saja tujuan David pindah kuliah. Ia juga ingin bertemu dengan Fida. Karena ia sudah jatuh cinta sejak pandangan pertama.

Namun, Fida terlihat friendly ke semua cowok. Hal itu membuatnya minder dan harus berjuang ekstra untuk mendapatkan cintanya.

****

Fida berjalan menyusuri koridor kampus semberi bersenandung. Entah mengapa setelah malam kemarin, semangatnya begitu membara.

Ia memiliki gairah lagi untuk berjuang hingga titik tertinggi yang belum pernah ia capai.

Tiba-tiba ....

Bruk!

Ia jatuh tersungkur ke lantai. Karena seseorang telah menabrak tubuhnya.

"Astaga, kalau jalan tuh lihat-lihat dong! Punya mata nggak, sih?!" bentak Fida.

Ia mendongak ke atas dan mendapati pangeran tampan yang pernah ia temui sebelumnya. Bukan dalam dunia mimpi, karena ini nonfiksi.

"Maaf, Aku nggak sengaja."

"David!"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk membantu Fida berdiri. Fida pun menerima uluran tangan tersebut.

"Aw," pekiknya.

David pun menggendongnya ala bridge style. Semua pasang mata tertuju pada mereka. Karena mereka heran, bagaimana bisa Fida yang bermuka pas-pasan bisa digendong oleh pemuda yang sangat tampan.

Ia berjalan menyusuri koridor sembari membopong tubuh gadis itu.

"Beruntung banget sih ceweknya. Masih baru, tapi udah ngembat yang ganteng."

"Woilah, pengen banget ada di posisi ceweknya. Kayaknya akting ditabrak most wanted bukan ide yang buruk."

"Ganteng banget cowoknya, cool lagi."

Begitulah tanggapan mereka melihat keuwuan di siang bolong. Padahal ini suhunya sudah sangat panas. Tapi lebih panas lagi kalau orang yang disuka malah deket sama yang lain.

"Astaga, David. Malu ah," ucap Fida.

"Kenapa harus malu? Bukannya seharusnya kamu seneng bisa digendong sama cowok tampan kayak aku," balas David dengan pedenya.

Mereka bertatapan cukup lama. Bahkan ... Fida bisa merasakan detak jantung David yang berdegup kencang. Sama seperti dirinya.

Selang beberapa detik, Fida langsung mengalihkan pandangannya. Karena berkontak mata dengan David membuatnya merasa aneh dan canggung.

"David, turunin aku sekarang. Kaki aku udah mendingan," pinta Fida.

"Cepet banget sembuhnya. Tadi katanya sakit," seloroh David.

"Ish, ngeselin banget sih nih cowok," batin Fida.

Ia merasa kesal sekaligus senang. Karena ia belum pernah mendapatkan perlakuan manis seperti ini dari mantan kekasihnya. Dev hanya bisa memberikan luka dan air mata.