Menjadi Papa Dadakan

Dev sebenarnya masih marah pada Clara, namun entah mengapa ia terus merasa kepikiran sebelum melihat wajah istrinya yang manis.

"Kenapa tiba-tiba perasaan gue nggak enak ya?" tanya Devaro bermonolog.

Ia pun menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di taman kota. Ia takut terjadi sesuatu pada istrinya.

"Ya Allah, lindungi istri hamba."

Selang beberapa menit kemudian, Dev sampai di taman kota. Namun, ia sama sekali tidak melihat keberadaan istrinya. Karena di sana sangat sepi.

Ia pun menepikan mobilnya dan mulai mencari Clara.

"Hiks ... hiks ... hiks ... Mamaaaa!" teriak gadis kecil sembari menangis dengan kencang.

"Astaga, anak siapa ini? Kok nggak ada yang jaga," gerutu Devaro.

Ia pun menghampiri gadis kecil itu.

"Hai, Dek! Mama kamu di mana? Kenapa bermain ke taman sendirian? Ini sudah hampir magrib loh."

"Mamaaaaaaa ...!" teriak gadis itu.

Devaro merasa bingung dengan gadis kecil yang ia temui ini. Karena malah semakin menangis kencang.

"Tenang, Sayang. Om bukan orang jahat kok. Om cuma mau jemput istri Om. Kamu lihat nggak?" tanya Devaro.

"Mama ... hueeeee!"

Bukannya menjawab pertanyaan Devaro, gadis kecil itu malah semakin menangis. Tentu saja Dev bingung bagaimana mengatasi anak kecil. Karena ia belum pernah memiliki anak.

Ia pun memukul jidatnya sendiri. Karena sepertinya ia bertanya pada orang yang salah.

"Astaga Devaro! Yang benar saja lu tanya sama anak kecil. Harusnya lu nolongin nih anak. Kenapa malah bikin dia tambah nangis?" sesal Devaro.

Ia pun langsung menggendong gadis kecil tadi tanpa aba-aba. Karena jujur ... ia tidak tahu bagaimana membujuk anak kecil. Yang ia tahu, saat anak tetangga kosnya menangis dulu, ibunya langsung menggendongnya.

"Papa," panggil gadis kecil itu.

"Lah? Nih anak benar-benar menguji kesabaran ya. Tadi nangis kenceng banget, sampai bikin kepala orang pusing. Sekarang waktu udah digendong malah manggil papa. Dia kita gue bapaknya apa?" kesal Devaro dalam hati.

Gadis kecil itu tersenyum dalam gendongan Devaro. Ia menjambak rambut Dev sambil tertawa puas.

"Aw, sakit tahu!" ketus Devaro.

Gadis kecil itu pun langsung memasang wajah cemberut dengan mata berkaca-kaca.

Karena tak mau mendengar drama tangisan anak kecil lagi, Devaro pun langsung memberikan senyum palsunya agar gadis kecil itu tidak menangis.

"Nggak papa kok, Sayang. Asal kamu bahagia, jambak aja rambut Om sampai kamu puas. Kalau perlu sampai botak aja sekalian," ujar Devaro, ia memaksakan diri untuk tersenyum.

"Om, ganteng," puji gadis kecil itu.

Devaro langsung senyam-senyum nggak jelas dipuji ganteng sama anak kecil. Tapi memang fakta jika dirinya tampan dan penuh pesona.

"Mulai sekarang kamu papa aku," kata gadis kecil itu.

"What?"

Devaro membuka mulutnya lebar-lebar. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Anak kecil ini benar-benar minta ditabok. Tapi ia masih di bawah umur, hal itu membuat Dev geleng-geleng kepala saja.

"Tadi Mama diculik sama orang berbaju hitam, hiks ...."

"Tunggu, Mama. Maksud kamu istri saya? Clara?" tanya Devaro dengan mata melotot sempurna.

Ia pun mengambil ponselnya di saku dan menunjukkan foto imut Clara pada gadis kecil itu. Karena siapa tahu wanita yang dimaksud adalah istrinya, Clara Marshita Anjelika.

"Iya, ini Mama aku, hiks."

Devaro langsung menurunkan gadis kecil itu dari gendongannya. Entah mengapa ia merasa aneh. Karena anak seusia dia bisa berbicara dengan fasih.

Ia merasa jika gadis kecil ini adalah roh yang menjelma menjadi manusia. Ia memberikan petunjuk pada Devaro seperti mimpinya semalam.

"Ya ampun Clara! Aku nggak akan tinggal diam jika itu beneran kamu yang diculik," ujar Devaro penuh amarah.

"Papa, hiks. Ayo cari Mama!" ajak gadis kecil itu.

"Sebenarnya kamu siapa? Kenapa anak seusia kamu bisa berbicara seperti orang dewasa? Apa kamu hantu? Atau roh yang datang dalam mimpiku semalam?" tanya Devaro bertubi-tubi.

"Aku anak Mama sama Papa, aku Tania. Apa Papa lupa?" tanya Tania penuh harap.

"What? Gue belum punya anak woi!" tukas Devaro.

Ia semakin bingung dengan kemunculan gadis kecil bernama Tania ini. Karena bisa dibilang anak kecil seusia dia masih belum fasih berbicara.

"Aku udah nggak punya Mama sama Papa lagi. Makannya kamu harus mau jadi Papa aku. Hueeeee!"

Tania menangis dengan kencang. Ia adalah seorang anak jenius yang lahir empat tahun yang lalu.

Orang tuanya meninggal dunia karena sebuah kecelakaan berencana. Ia bisa selamat karena orang tuanya menyembunyikan dirinya di suatu tempat.

Meski belum pernah melihat wajah kedua orangtuanya, ia tumbuh menjadi gadis kecil yang jenius dan cerdas. Orang tuanya memiliki banyak rahasia yang ia sendiri tidak tahu.

"Jadi, kamu bukan hantu? Ish ... apaan sih, Dev? Oke, sekarang kamu ikut Om. Om akan mencari istri Om. Karena dia sangat berarti dalam hidup Om," ujar Devaro.

Ia pun menelepon nomor Clara. Tak butuh waktu lama, keduanya terhubung.

["Halo, Devaro!"] sapa seseorang.

Suaranya bukan milik Clara, tetapi milik seorang perempuan yang tidak asing di telinganya.

["Lepasin istri gue!"] pinta Devaro dengan nada yang tegas.

["Hahahaha! Kenapa terburu-buru, Sayang? Aku kan belum bermain sama istri kamu tercinta."]

["Lepasin istri gue, atau gue bakalan habisin lu dengan tangan gue sendiri!"] ancam Devaro tak main-main.

["Ups, marah rupanya. Tapi sayang, aku nggak takut."]

Tangan Devaro mengepal. Ia ingin menghabisi Fida saja jika ia mau. Tapi ia tak bisa melakukannya. Karena laki-laki sejati tidak akan berbuat kasar pada perempuan, apapun alasannya.

["Urusan lu sama gue, Fid. Lu nggak perlu libatin Clara dalam permusuhan kita. Kalau emang lu mau balas dendam, ke gue, bukan Clara. Dia nggak salah apa-apa."]

["Apa kamu bilang? Lepasin istri kamu, ups ... maksud aku PELAKOR! Tidak semudah itu, Baby. Kalau aku nggak bisa milikin kamu lagi, maka Clara juga nggak boleh. Karena tidak ada yang boleh bahagia di atas penderitaan yang aku rasakan karena kamu mendua!"]

Fida merasa puas bisa membuat Devaro merasa cemas. Karena ia tak akan membiarkan hidup mantan kekasihnya itu bahagia setelah memutuskan dirinya secara paksa.

["Dengerin gue baik-baik! Clara bukan pelakor. Karena gue sendiri yang pengen nikah sama dia. Jadi, berhenti melakukan hal bodoh yang hanya akan membuat hati lu makin kesiksa. Gue tahu lu orang baik, jadi gue mohon dengan cara baik-baik. Lepasin istri gue!"] pinta Devaro.

Fida tersenyum miring. Ia tidak menyangka jika Devaro bisa semudah itu berkata-kata.

["Kamu pikir aku akan dengerin kamu? Nggak, Dev. Aku bukan Fida yang dulu lagi. Fida yang sekarang sangat ganas dan mematikan. Jadi, jangan pernah mencoba bernegosiasi. Karena aku nggak akan pernah lepasin istri kamu, sebelum kamu mau kembali sama aku. Titik!"]

Drt ... drt ... drt ....

Fida memutus sambungan telepon sepihak. Ia membuat Clara pingsan, sehingga ponsel Clara berada dalam genggamannya.

Ia masih tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Devaro. Karena itulah, ia memutuskan untuk balas dendam pada perempuan yang sudah berani mengambil belahan jiwanya.

"Gimana, Pa? Apakah Mama akan selamat?" tanya Tania.

"Ish, nih bocil benar-benar bikin gue darah tinggi. Bisa stres gue kalau dipanggil papa mulu," batin Devaro.

"Papa tenang aja, Tania nggak akan nakal kok. Jadi, Papa nggak akan darah tinggi," ucap Tania, si gadis kecil jenius.

Devaro tak percaya jika gadis kecil yang memanggilnya papa bisa mengetahui apa isi hatinya.

"Kok bisa tahu apa yang aku katakan dalam hati?" tanya Devaro tak habis pikir.

Gadis kecil itu hanya nyengir tak berdosa. Ia pun langsung memeluk Devaro. Hal itu semakin membuat Devaro bingung. Tapi, ia bisa merasakan aura berbeda dari Tania. Karena ia memang anak yang luar biasa dan unik.

"Yaudah kalau gitu, ayo ikut! Tapi ingat, jangan nakal," peringat Devaro.

"Siap, Papa Ganteng!"

Devaro tersenyum tipis. Walaupun ia sangat bingung karena Clara diculik. Ia merasa sedikit berbeda ketika dipanggil papa oleh seorang anak kecil.

Ia pun mulai melacak ponsel Clara. Karena dari situ, ia bisa mengetahui di mana Fida menyekap istrinya yang tak berdosa.