Devaro sedang melacak ponsel Clara. Beruntung, ponsel itu dalam keadaan bisa dilacak olehnya. Hal ini memudahkan ia menemukan di mana Fida, si perempuan ambisius itu menyekap istrinya.
"Akhirnya rute ditemukan. Oke, Sayang, aku akan datang menyelamatkanmu," ucap Devaro.
"Papa udah nemuin keberadaan Mama?" tanya Tania yang duduk di sebelah Devaro.
"Iya, Cantik. Kita akan menemukan Mama kamu," balas Devaro dengan senyum mengembang.
Entah mengapa, ia merasa jika gadis kecil ini membawa keberuntungan baginya. Ia pun tidak enggan untuk mengajaknya. Karena ia juga tak tega jika melihat anak kecil yang sudah tak punya orang tua.
"Kamu siap untuk melaju kencang?" tanya Devaro penuh semangat empat lima.
Tania hanya mengangguk setuju. Wajahnya nampak sumringah, karena calon mamanya akan segera ditemukan. Ia tersenyum lebar dan merasa bahagia.
"Oke, Papa pakaikan dulu sabuk pengamannya."
"Astaga, kenapa gue malah kebawa-bawa sama anak ini, sih?"
Devaro langsung geleng-geleng kepala. Ia memasangkan sabuk pengaman untuk Tania. Walaupun kebesaran, ia tetap memakaikannya. Karena ini demi keselamatan nyawa seseorang.
Setelah itu, ia langsung menancap gas dan melesat dengan cepat. Karena ia harus sampai di tempat sebelum terlambat.
Ia pun menghubungi seseorang untuk membantunya dari belakang. Karena ini untuk jaga-jaga kalau Fida memiliki pasukan yang diluar kemampuannya.
["Halo, Denis!"] sapa Devaro dari sambungan telepon.
["Gue butuh bantuan lu. Istri gue dalam bahaya sekarang. Tolong, lu datang ke alamat ini dan bersiap!"]
["Jangan bilang siapa-siapa untuk masalah ini, termasuk Mama. Karena gue nggak mau keluarga khawatir jika mereka tahu Clara hilang."]
["Oke."]
Setelah mendapat kepastian dari Denis, Devaro merasa lebih lega. Karena hanya Denis yang bisa ia percaya untuk membantunya saat genting.
Tania yang mendengar percakapan di antara keduanya merasa tidak asing dengan nama Denis.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Devaro.
Gadis kecil berusia empat tahun itu hanya menggeleng pelan. Ia tak mau bersuara sebelum apa yang menjadi praduganya memang nyata adanya.
****
Anne yang tak terima Clara tidak dikeluarkan dari kampus pun mulai menyusun strategi agar gadis itu dibenci oleh orang satu kampus.
Ia akan menyebar video yang menunjukkan interaksinya dengan Arya saat mereka bertemu. Walaupun pertemuan mereka tak disengaja, di dalam video itu nampak jika Clara menampar seorang dosen tampan dengan keras.
Tentu saja hal itu melanggar norma kesusilaan dan kesopanan. Ia sudah bertindak tidak sopan pada dosennya sendiri.
"Apa maksud lu ngelakuin ini, An?" tanya Algo dengan nada meninggi.
Anne menatap Algo dengan sinis. Ia menyerigai ke arahnya. Karena sepertinya rencana yang ia buat berjalan matang.
"Kenapa, Baby? Apa kamu terkejut dengan surprise dari aku? Pastinya kamu senang dong melihat perempuan yang kamu cintai akan dibuli oleh satu kampus," ujar Anne.
"Dasar cewek gila! Apa untungnya buat lu ngelakuin ini ke Clara? Apa lu nggak puas udah nyakitin dia?" tanya Algo.
"Puas? Aku nggak akan puas sebelum melihat hidup Clara benar-benar hancur. Karena dia udah membuat kita putus. Dia udah merebut semua laki-laki yang aku suka. Apa aku salah kalau aku balas dendam?" tanya Anne.
Tangan Algo mengepal sempurna. Ia tak tega jika orang yang sangat ia cintai sampai mengalami kesulitan lagi. Meskipun Clara menolaknya, bukan berarti ia sudah hilang rasa pada gadis itu.
Karena rasa sayang dan cinta untuk Clara masih sama besarnya. Bahkan lebih besar. Semakin ia tahan, rasa itu semakin tumbuh dan mengakar dalam hatinya.
"Gue nggak akan biarin rencana busuk lu berhasil, An. Karena gue udah hapus video itu dari ponsel lu, hahaha!"
Anne melotot, hingga pupil matanya keluar. Ia terkejut dengan perkataan Algo barusan. Karena tidak mungkin ada yang tahu sandi ponselnya, selain ia dan antek-anteknya.
"Kamu bohong, kan? Mana mungkin kamu bisa buka ponsel aku? Lagi pula, ponsel ini selalu ada di aku. Bagaimana mungkin kamu bisa menghapus filenya?" tanya Anne tak percaya.
"Kalau lu nggak percaya, cek aja sendiri. Ingat satu hal, siapapun yang berani berbuat jahat sama Clara, bakalan berhadapan sama gue. Termasuk lu!" tunjuk Algo pada Anne.
Algo pergi meninggalkan gadis itu sendiri. Anne pun langsung mengeluarkan ponselnya dan mengecek isi galerinya.
"Loh kenapa videonya nggak ada?"
Ia men-scroll hingga ke bawah, namun video memalukan itu tidak ada. Itu artinya, apa yang dikatakan Algo memang benar.
"Awas Algo! Dasar laki-laki biadab!"
Anne mengeluarkan semua sumpah serapah untuk laki-laki itu. Ia sangat marah karena rencananya digagalkan lagi oleh orang yang sama.
Martha dan Serly yang melihat Anne berdiri mematung sendiri di taman, langsung menghampirinya. Ia berharap upaya pendekatan mereka berhasil seperti yang Anne inginkan.
"Bagaimana, An? Algo mau kan diajak balikan sama kamu? Atau ... dia minta waktu untuk pdkt lagi?" tanya Serly bersemangat.
"Cerita dong, An? Gimana sih rasanya bisa ngobrol berdua sama cowok keren dan tajir macam Algo? Udah keren, tampan, tinggi, cool, ketua BEM lagi," puji Martha.
Anne yang sedari tadi menahan amarahnya pun langsung meledak. Karena kedua sejoli ini memang mudah untuk dibodohi.
"Kalian bisa diem nggak?! Rencana gue tuh hancur tahu nggak? Dan kalian tahu ini ulah siapa?"
"Ulah siapa, An?" tanya Martha dengan bibir bergetar.
Ia menelan ludahnya pelan. Karena ia sudah menduga jika pasti ia dan Serly telah membuat kesalahan.
"Kalian masih nanya ini ulah siapa? Kalian ini bodoh atau memang nggak punya otak, sih? Pasti kalian kan yang udah ngasih ponsel gue ke Algo?!" tanya Anne dengan penuh amarah.
Martha dan Serly saling bertatapan. Karena mereka tadi memang disuruh Algo untuk mengambil ponsel Anne. Mereka pun menurut saja. Karena mereka pikir Algo dan Anne sudah baikan.
"Maafin kami, An. Kami pikir hubungan kamu sama Algo udah membaik. Soalnya dia bilang tadi pinjam ponsel kamu buat ngerjain tugas. Jadi, ya ... kami kasih aja," jawab Serly apa adanya.
Anne geleng-geleng kepala dan menepuk jidatnya sendiri. Ia tak habis pikir dengan sikap kedua sahabatnya yang sangat ceroboh dan bodoh.
"Kalian ini memang tolol banget sumpah. Demi apa gue punya teman yang bego banget. Please, kalian bikin rencana gue berantakan!" marah Anne.
"Ya maaf, An. Kita kan nggak tahu kalau Algo punya maksud lain. Kami pikir dengan begitu Algo akan semakin dekat sama kamu," bela Martha.
Anne mencoba sabar dan mengelus dada. Karena kecerobohan kedua temannya, ia harus mengalami kerugian. Padahal ia akan berhasil membuat Clara dikick dari kampus.
Tapi, ia harus merelakan hal itu karena ulah kedua temannya yang nggak ngotak.
"Mulai sekarang, nggak usah ngikutin gue lagi. Urusin hidup kalian sendiri. Kalau ada apa-apa nggak usah minta tolong sama gue!"
Anne berjalan menjauhi kedua temannya itu. Ia benar-benar merasa kecewa dengan ulah Serly dan Martha.
"Eh, An! Kamu mau ke mana?" tanya Serly.
"Anneeee! Jangan marah dong!" teriak Martha.
Anne tetap melangkah tanpa menghiraukan teriakan kedua temannya. Karena suasana hatinya menjadi sangat buruk akibat ulah konyol mereka.
"Yah, Anne marah lagi deh. Capek gue. Gara-gara lu, sih," kesal Serly.
"Loh, kok aku. Kan kamu yang nyuruh aku ngambil ponsel Anne waktu dia ke toilet," bela Martha tak terima disalahkan.
"Nggak usah pakai aku-kamu kali, geli gue dengernya."