"Jangan katakan apa pun dulu pada Nona, dan untuk sementara rahasiakan ini dari Raiden!" Perintah Paul.
Ethan menoleh, "Kau ingin dipenggal?!"
"Kau ingin dibakar hidup-hidup?!" Balas Paul melotot.
Ethan mendengus, sungguh tidak ada jalan aman bagi mereka.
"Rahasiakan ini sementara dari orang-orang, terutama dari Nona. Kita akan bergerak diam-diam untuk mengambil kembali berkas itu. Jika sampai ada yang tahu..., berarti informasi itu darimu!"
Ethan mendelik, "Terserah," pria itu mengetuk meja tiga kali, "memangnya kau punya rencana?"
"Untuk saat ini, tidak!" Jawab Paul datar.
"Owh, sialan! Kau benar-benar ingin dipenggal!!" Umpat Ethan kesal. Pria itu beranjak dari tempatnya. Membiarkan pria berkepala plontos itu sendiri.
Paul mengusap kepalanya frustasi, mengapa harus Randu yang mengambilnya? Sungguh, jika Riana tahu, wanita itu akan mengamuk.
Putra semata wayangnya, akhirnya mengetahui identitas asli sang ibu.
Jika saja orang yang mencurinya adalah orang lain, Paul tidak akan segan untuk mengambilnya kembali dengan cara apa pun.
Tapi, Randu? Paul harus mencari jalan teraman untuk mengambil kembali berkas itu. Cara yang sebisa mungkin tidak akan menyakiti pemuda itu. Segores saja, hidup Paul akan tamat.
Ada alasan mengapa Riana menjadi personil elite nomor 1 Lost. Wanita berparas cantik itu, mematikan dengan caranya sendiri.
~~~~~
Randu tidak berangkat ke sekolah, pemuda itu pergi ke sebuah daerah kumuh tanpa penduduk. Daerah yang hanya diisi rumah-rumah kosong, yang sebagian bangunannya sudah hancur tak berbentuk. Seperti habis dibakar.
Entah karena alasan apa daerah ini tidak dihuni lagi. Yang jelas, dengan keadaan lingkungan yang cukup menyeramkan, membuat bulu kuduk Randu berdiri.
Pemuda itu celingak-celinguk, sesekali memperhatikan ponselnya seperti memastikan sesuatu.
Lantas Randu menjalankan motornya menuju sebuah gudang tua di ujung jalan. Bangunan seluas 400 meter itu hancur hampir setengahnya.
Begitu masuk ke dalam, bau apek yang menyengat membuat pemuda itu terbatuk-batuk.
Dengan sedikit waspada, Randu memperhatikan sekitar. Gudang ini lebih mirip garasi, karena di beberapa sudut ruangnya terdapat banyak kerangka mobil.
Randu tidak bersama siapa pun di sana, tapi dia menunggu seseorang.v
Sudah 15 menit dia menunggu, tapi tak ada tanda-tanda bahwa orang itu akan datang.
Pada sebuah nomor tidak dikenal yang mengirimnya pesan tadi pagi, Randu menekan tombol dial. Mencoba menghubungi orang yang menuntunnya datang ke tempat ini.
Namun, hingga beberapa kali Randu mencoba menghubungi, panggilannya tak kunjung kunjung diangkat.
Kesal, Randu berniat pergi dari sana, seorang pria berpakaian serba hitam muncul di hadapannya.
Wajah yang tertutupi topi itu menyeringai pada Randu. Lantas dengan gerakan perlahan, ia membuka topinya, menperlihatkan wajah yang membuat Randu berjengit marah.
"Kau-!!" Tunjuk Randu geram.
Pria itu tersenyum tenang, "Halo, Randu," sapanya, "perkenalkan, aku Kai. Bukankah kita pernah bertemu sebelumnya? Kau sedang berjalan-jalan bersama ibumu kala itu. Ibu? Menggelikan memanggil Riana seorang ibu." Sambungnya terkekeh remeh.
Tangan Randu mengepal, di turun dari motornya. Hendak maju ingin meninju pria itu. Namun, dia urungkan.
"Apa tujuanmu mengajakku bertemu? Di sini, di tempat ini?"
Pria yang menyebut dirinya sebagai Kai itu berbalik membelakangi Randu. Ia menautkan kedua tangannya di belakang punggung.
"Apa kau melihat sekelilingmu? Bukankah gudang tua ini lebih mirip garasi?"
"Apa yang sebenernya ingin kau katakan?" Randu geregetan.
Kai memiringkan kepalanya, dengan posisi seperti itu ia menoleh pada Randu, lalu menyeringai lebar.
Ekspresi wajah yang Kai tunjukkan membuat Randu mundur beberapa langkah. Pria itu menyeramkan.
Kai kembali menghadap Randu dengan posisi yang benar, pria itu berdehem pelan, berjalan tenang melewati Randu.
"Dulu tempat ini adalah tempat tinggalku, Riana, dan beberapa rekan lainnya. Saat masih menjadi peserta pelatihan." Kai menatap lurus ke depan, menatap kosong pada pintu masuk yang hancur.
Randu yang merasa tertarik dengan pembicaraan ini, memilih diam mendengarkan. Dan, mengikuti kemana pun arah pria itu.
"Lalu, untuk sesuatu yang tidak kumengerti alasannya. Riana membakar habis semua tempat ini. Tanpa sisa."
Randu diam, ada rasa tidak percaya ketika pria itu mengatakan Riana membakar habis tempat ini. Tapi, faktanya. Dalam berkas Lost, Riana bahkan menjadi salah satu personil mematikan.
"Aku dan beberapa orang yang mengetahui itu, mencoba mencegah Riana agar tidak melakukan hal yang sama pada gedung lain. Namun, terlambat. Dia sudah pergi meninggalkan semua bangunan yang terbakar."
"Ibuku, melakukan itu semua?" tanya Randu lirih.
"Bukan hanya itu!" Kai berbalik, berjalan cepat ke arah Randu hingga membuat pemuda itu kembali termundur, "kau tahu berapa rekanku yang dibakar hidup-hidup oleh Riana?"
"Hentikan!"
"30 orang!" Kai menjawab nyaring, "apa kau tahu berapa orang yang mati di tangan Riana?"
"Kubilang hentikan!"
"Dia tidak akan segan meluncurkan peluru untuk melubangi kepala orang-orang yang membuatnya kesal dengan tanpa berperasaan. Apa kau ingin tahu hal-hal kejam lain yang Riana lakukan? Dia bahkan melakukan hal-hal yang tidak bisa orang lain lakukan. Dia-"
"CUKUP!! KUBILANG HENTIKAN!!!" Randu berteriak histeris. Telinganya sudah tidak sanggup mendengar hal-hal keji yang pernah ibunya lakukan.
Melihat reaksi Randu, Kai tertawa, "Bagaimana? Apa kau merasa bahwa dadamu sesak? Tempatmu berpijak seperti diputar, dan tubuhmu rasanya seperti dikoyak ketika aku mengatakan itu padamu?"
Randu maju, menarik baju pria itu, "Berhenti memfitnah ibuku dengan omong kosongmu! Ibuku tidak seperti itu! Ibuku bukan wanita seperti itu!!" Randu berteriak marah di hadapan wajah Kai.
"Memangnya kau tahu apa tentang Riana?! Hah?!" Kai balas berteriak, "wanita cantik berhati malaikat?! Justru dialah jelmaan iblis sesungguhnya! Manusia tanpa hati dan jiwa! Manusia tanpa perasaan!!" Kai menghentak tangan Randu hingga dia jatuh terduduk.
Randu menatap Kai dengan pandangan nanar, matanya merah menahan tangan, sedang tangannya mengepal kuat.
"Apa kau tahu berapa banyak hal yang Riana renggut dari orang lain?" Kai berjongkok. Mensejajarkan tingginya dengan Randu.
"Bukankah kau sama saja? Kau berada di tempat yang sama dengan ibuku, itu berarti kau sama saja!" balas Randu.
Kai tersenyum, bukan jenis senyum bahagia yang ia pamerkan, "Apa yang membuatmu berpikir aku sama dengan Riana?"
"Kalian sama-sama monster!"
Begitu mendengar jawaban Randu, Kai tertawa begitu nyaring hingga suaranya menggema, Itu artinya kau mengakui bahwa Riana adalah seorang monster?" Ucapnya disela tawa.
Randu tercekat, merutuki diri karena terjebak oleh perkataannya sendiri. Sedangkan Kai masih tertawa, entah apa apa yang ia tertawakan.
Pria itu mengerikan. Dari caranya membicarakan Riana, jelas pria itu memiliki dendam.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?"
Kai berhenti tertawa, pria itu menatap Randu.
"Jelas kau punya maksud lain karena memintaku bertemu di tempat seperti ini. Tidak mungkin kau memintaku bertemu hanya untuk mengatakan itu."
"Tidak, tidak. Aku memang berniat mengatakan semuanya padamu. Tapi, tidak seru jika kau mengetahuinya sekaligus."
"Katakan saja intinya!" Randu kesal, pria ini terlalu banyak mengulur waktu.
"Bergabunglah dengan kami!"
"Maksudmu?"
"Bergabunglah dengan Lost!"
Randu terkejut, "Jadi, orang ini adalah orang Lost?" Gumamnya.
"Bergabunglah dengan Lost, Randu. Dan, dapatkan apa yang kau inginkan!"
"Memangnya apa yang kudapat jika aku bergabung dengan kalian?"
Kai memiringkan kepala, keduanya tangan bersidekap di depan dada. Ia mengetuk dagu dengan jari telunjuk seolah sedang berpikir keras.
"Kebenaran?" Katanya, "kau akan mendapat seluruh kebenaran jika kau bergabung dengan Lost."
"Kau pikir aku butuh itu?" Randu tersenyum miring.
"Tentu, kau bersedia datang karena menginginkan itu bukan?" Kai balas menyeringai.
Ekspresi Randu berubah datar, ketika Kai mendekatkan wajahnya.
"Ketahuilah Randu, bahwa apa yang kukatakan tadi tentang Riana bukanlah sebuah kebohongan. Jika kau ingin tahu lebih jauh, maka Lost adalah satu-satunya pilihanmu."