tetangga baru

#part_2

#R.D.Lestari.

Terseok-seok, antara takut, bukan takut dimangsa, tapi takut jauh cinta pada pesona Tante yang aduhai.

"Woy! Kak Jonas!" seketika Aku menghentikan langkah dan melihat ke arah pinggir jalan. Di tengah tanah lapang yang di penuhi rerumputan gajah dan ilalang, adikku Teo menyeru sembari melambaikan tangannya padaku.

Ya, perumahan tempatku tinggal masih terbilang asri dan rumahnya masih banyak yang kosong.

Sesuai dengan namanya, Perumahan Asri Sentosa Jaya. Masih banyak pepohonan rindang dan kebun karet disebagian tempat. Rumah yang serupa, hanya berbeda cat. Kebetulan rumahku bercat hijau telor angsa, sedangkan cat di rumah Tante Sarah ungu berpadu dengan pink. Cantik, seperti orangnya, eh.

"Kak Jonas! sini, ikut main bola!"

Aku terhenyak. Untuk beberapa saat terlarut dalam renungan tentang sosok cantik Tante Sarah yang aduhai.

Namun, sejurus kemudian kakiku mulai mengikuti arah lambaian tangan Teo, adikku.

Ya, daripada memikirkan janda seksi itu, lebih baik main bola bersama dengan kumpulan bocil. Pasti lebih seru.

'Ingat Sisil, Jonas! ingat Sisil!' bisik hatiku.

Tiiiinn!

"Astaga!"

"Heh, Jonas! ngapain ngelamun! untung ga gua tabrak!"

Sembari mengurut dada, Aku memandang sosok di atas motor yang menatapku dengan geram.

"Maaf, Bro. Ga sengajalah Aku," belaku.

"Loe kenapa, Bro? putus cinta ma Sisil? gua gebet nih, Loe jangan marah, ya!"

Plakkk!

Satu tamparan sedikit keras menyentuh pipi teman kecilku ini. Seraya meringis Ia memonyongkan bibirnya, kesal.

Dia Fahri. Umurnya beda sekitar tiga bulan denganku. Orangnya item dekil dan berambut keriting. Kalau ngomong suka ceplas-ceplos. Ga ada ganteng-gantengnya, cuma Ia salah satu cowok populer di kampung. Apalagi kalau bukan karena Ia seorang hafish Qur'an dan suaranya merdu tiada tandingan.

Beda dengan Aku yang memang tamfan lahir dan batin. Itu kata Mamahku dan seluruh anggota keluargaku.

Kata Mamah waktu ngidam, Mamah suka nonton boyband Westlife. Ia salah satu penggemar Shane Filan. Salah satu anggota band tersebut. Saking ngefansnya, Mamah selalu berdoa agar rupaku mirip dengan idolanya itu.

Ternyata? bisa di pastikan kalau Aku... ga mirip sama sekali dengan idolanya itu. Kecewa?

Sama sekali tidak! beruntungnya saat itu Mamah benci banget sama artis korea, waktu jaman itu artis korea belum banyak di gandrungi kaum hawa. Menurut cerita Mamah, wajah mereka itu terlalu glowing, ngalahin ke-glowingan cewek-cewek pada masanya.

Alhasil, buah dari kebencian Mamah itu berdampak pada wajahku yang  mirip aktor lawas, ya belum tua-tua banget sih, So Ji-Sub.

Kata sebagian penggemar korea sih, mirip. Cuma Aku versi mudanya, gitu.

"Woy, udah ngegampar seenak jidat, terus mesam-mesem ga karuan. Loe, gila?"

"Enak aja, Gua masih waras, tau!" jawabku kesal.

"Jadi ... Loe dan Sisil?"

"Sisil masih pacaran sama Gue! Loe cari cewek lain aja,"

"Huffft, ya lah. Belum rezeki Gua ternyata,"

"Apa maksud L ...,"

"Astaghfirullah, Alhamdulillah,"

Ucapanku terhenti seketika saat bersamaan Fahri seperti melihat hal yang tak biasa. Apa yang Ia lihat?

Saat itu juga tanpa sadar pandanganku menuju mata Fahri yang menatap ke arah rumah Tante Sarah.

"Astaga ...,"

Tanpa sadar bibirku pun mendesis melihat sosok yang amat menggoda itu sedang menjemur pakaian di samping rumahnya.

Ia hanya mengenakan handuk ungu, Tante Sarah tampak sangat seksi dengan kaki jenjang yang terekspose sempurna.

Aku dan Fahri segera mengalihkan pandangan ke tempat lain. Pemandangan indah lagi menegangkan itu tak ingin menjadi ladang dosa di suatu saat nanti.

"Jon, Gua pamit ya, takut terperangkap dosa Gua lama-lama liat tetangga Loe yang aduhai. Nasib perjaka bisa meronta-ronta," Fahri mengusap wajahnya kasar.

"Hooh, sama. Tetangga baru memang meresahkan," timpalku.

"Ingat, Jon. Loe punya Sisil. Dia gadis baik, tau," serang Fahri yang membuat mulutku tertutup sempurna.

"Ya, Gua tau, bro. Lagian dia juga Janda. Seumuran Nyokap pula, Gua mah ga tertarik sama sekali," jawabku berdusta.

"Cck-cck-cck, yakin Loe bro? tapi biar tua dan janda, bodinya masih aduhai,"

"Dahlah, Loe pulang gih! nanti bakalan ngences liat Tante Sarah melulu," Aku mendorong tubuhnya dan Ia hanya nyengir kuda.

Brummm!

Tanpa permisi Fahri menggas motor nya dan berhenti tepat didepan rumah Tante Sarah.

Entah apa yang mereka bicarakan, tapi detik berikutnya Tante Sarah melambai dan melempar senyumnya padaku, setelah itu Fahri kembali melajukan motornya sembari terkekeh riang. Dasar... temen somplak!

Aku pura-pura tak melihat lambaian Tante dan mempercepat langkahku menuju Teo yang asik bermain sepak bola. Rumput gatal mulai menusuk kulit putihku, gatal dan tanpa sadar menggaruk .

"Kak, Kakak ga usah ikut main bola, ah. Kek cewek tu kaki merah-merah!" protes Teo yang saat itu melihat sedang menggaruk betisku.

"Gatel, Dek. Kakak tadi lupa pake celana panjang. Buru-buru di suruh Mamah,"

"Lagian panas banget, Dek. Pulang yuk," ajakku.

Sedikit menengadah ke atas. Matahari bersinar amat terik. Bukan takut kulitku menghitam, tapi hari minggu adalah hari di mana mager melanda.

Pengennya tiduran sambil mikiri Tante Sarah, eh Sisil tentunya.

Si bocah malah menggeleng cepat. "Pulang aja duluan. Teo masih mau main," tolaknya.

Kesal dengan sikap Teo, akhirnya Aku membalikkan badan dan melangkah menjauhinya. Sebisa mungkin mata ini tak menatap rumah Si Tante. Berbahaya!

***

Sampai di rumah, suasana ramai dengan suara Mamah dan Mbak Kiki yang asik berkaraoke riang.

Belum masuk, hatiku sudah jengkel luar biasa mendengar suara mereka yang cempreng sempurna. Dah, gagal ini. Gagal buat santuy dan rebahan. Benar-benar menyebalkan.

"Mah, apaan tu Jonas cemberut liat kita," adu Kiki. Aku menatapnya garang seraya terus menghentak kaki menuju kamar, dan ...

Brakk!

Segera kurebahkan tubuh idealku di atas kasur springbed ukuran nomor dua. Berbaring kesamping dan menutup wajahku dengan bantal. Ternyata suara mereka masih saja mengganggu hingga tak bisa tidur dengan nyenyak.

Hari semakin siang dan panas semakin membakar tubuhku. Panas luar dalam intinya. Aku terduduk dan melepas kaos yang sejak tadi melekat di tubuhku.

"Aarrggh!"

Kesal. Suara Mamah dan Mbak Kiki masih terdengar lantang. Kembali Aku berbaring.

Ini memang hari yang sangat sempurna. Peluh yang mengucur deras membuatku ingin mandi saat itu juga.

Tiba-tiba suara mereka terhenti dan terdengar seperti obrolan yang asik. Hatiku menelisik, apa kiranya yang membuat mereka bisa menghentikan aksi menyebalkan barusan?

Udara terasa semakin panas. Kipas angin baling-baling yang tergantung di atas seperti tak berguna.

Hening, suasana menjadi hening. Ke mana mereka semua? alih-alih ingin mandi, Aku mengubah rencanaku yang ingin mandi. Lebih memilih melanjutkan tidur yang tadi sempat terhenti. Udara pun tiba- tiba mendingin, hingga mudah bagiku untuk menuju ke alam mimpi.

Sedang asik-asiknya menikmati hari, sesuatu terasa menyentuh dan menjalari tubuhku, desah nafas memburu terdengar jelas di indra pendengaranku.

Sentuhan-sentuhan halus dan lembut bermain di leherku, Aku ...