Tante Cantik

Sedang asik-asiknya menikmati tidur, sesuatu terasa menyentuh dan menjalari tubuhku, desah nafas memburu terdengar jelas di indra pendengaranku.

Sentuhan-sentuhan halus dan lembut bermain di leherku, Aku menggeliat geli, merasakan jilatan lidah yang terasa kesat di seputar pipi dan leherku.

"Errggggh!" kutepis wajah makhluk yang semakin intens menjilatiku tanpa ampun.

"Blanko! enyah! Aku masih ngantuk!"

"Maoo, meawong!" makhluk berbulu lebat hitam putih itu kembali mengendus pipiku. Kali ini endusannya mengeluarkan aroma amis yang membuatku mual.

"Huekk! Kau makan apa, Blanko!"  makiku.

Aku terduduk seraya mengucek mataku, sedang makhluk berbulu yang berumur sekitar satu tahun itu malah menjilati tangannya seolah puas sudah mengerjaiku.

"Meaooow," tersadar melihatku yang sedang memperhatikannya, kucing jantan persilangan persia kampung itu kembali aktif melancarkan aksi-aksi manjanya padaku.

"Ya,ya... Blanko. Aku maafkan," ujarku seolah tau arti dari kelakuan manjanya.

"Jonas! Jonas!" suara teriakan di luar terdengar lantang memanggil namaku.

"Apa lagi, ini?!" mataku memutar jengah. Hari minggu yang kukira menyenangkan, membahagiakan.... tenyata semu semata. Menyebalkan!

"Jonas! Jonas!"

Dor-dor-dor!

Kali ini suara semakin kencang  dibarengi dengan gedoran pintu beritme cepat yang membuatku semakin emosi karenanya. Ada apa sih sebenarnya dengan penghuni rumah ini?

Aku beringsut mendekati pinggir ranjang, dengan sedikit menghentak dan melangkah gontai ke arah pintu kamar.

"Ada apa sih, Ma?"

Mataku yang belum fokus membulat sempurna saat melihat Tante Sarah berdiri di samping Mama sembari melipat tangan di dada.

"Apa bisa membantu Tante masang gas? Tante ga tau caranya, biasanya dulu pembantu yang ngerjain semua," ungkap Tante dengan wajah yang memelas.

"Ya, tolong bantu ya, Jon. Biasanya kan Kamu yang ganti gas di rumah," timpal Mama.

"Ka--kan ada Kiki, Ma--Ma," dengan suara bergetar kucoba menolak. Bisa ngences lama-lama liatin wajah tante yang serupa dengan artis Sarah Azhari itu. Bukan cuma nama yang mirip, montok tubuhnya juga mirip. Berisi dan bahenol.

"Kiki tadi ada urusan. Makanya cepat karaokeannya," jawab Mama.

"Kamu mau, 'kan? soalnya di sini belum ada yang kenal. Lagian semua orang tutup pintu, cuma rumah ini yang buka," mata Tante Sarah seketika meredup. Ada kekecewaan di sana yang membuatku enggan untuk kembali menolak.

"Ya," jawabku singkat.

"Ah, syukurlah," matanya kembali berbinar. Aku menangkap perasaan senang di balik ucapannya.

"Ma, Jonas pamit sebentar, Ma," Mama menggeser tubuhnya saat Aku ingin melangkah keluar. Ku lihat anggukan pelan Mama, sebagai syarat Ia memberikan izin.

Tante Sarah berjalan mendahuluiku. Saat Aku berada di belakangnya, pantatnya yang berisi bergoyang seiring langkahnya yang terasa menghentak. Daster biru yang Ia pakai makin membuatnya nampak cantik dan seksi, ditambah geraian rambutnya yang terurai panjang.

"Ayo, masuk, Jonas," Tante Sarah tersenyum lembut saat kami tiba di depan pintu rumahnya. Dengan lincah tangannya memasukkan kunci yang Ia bawa dan memutar knop pintu.

Kriett!

Pintu terbuka perlahan. Tante Sarah melenggang nadia duluan, sementara Aku belakangan.

Sepi, seputaran komplek perumahan memang sepi di jam-jam seperti ini. Aku begitu paham, karena ini jadwalku makan siang.

Profesiku yang menjadi kurir antar barang, memberiku kesempatan untuk istirahat dan makan , jika rute pengiriman dekat dengan rumah.

Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan saat mengikuti langkah Tante masuk ke dapur tempatnya memasak.

"Jonas mau ngopi?" tanyanya saat kami sudah berada di dapur.

Aku menggeleng pelan. "Saya ga ngopi, Tante,"

"Oh, iya. Di mana tabung gasnya, Tante?" tanyaku. Aku tak ingin berlama-lama di sini. Hawanya sungguh meresahkan.

"Eh, iya. Maaf ya, Tante lupa. Kalau udah liat cowok ganteng, Tante bisa lupa segalanya," janda itu tertawa renyah.

Batinku semakin meronta mendengar pujiannya, tapi Aku berlagak cuek. Padahal saat ini juga pengennya loncat-loncat saking senangnya.

"Tunggu, ya, Tante cari dulu,"

Tante Sarah lalu menunduk dan mencari sesuatu sembari membelakangiku.

'What the fu...ck!'

Benar-benar kelakuan Tante Sarah membuat lelaki mana saja rela mat* untuknya. Rugi, tentu saja rugi lelaki yang menyia-nyiakan wanita secantik dan semulus Tante Sarah yang bagai tanpa noda.

Aku terpaku dan tanpa sadar berdecak kagum saat melihat paha mulusnya yang seksi terekspose sempurna dan hanya meninggalkan beberapa inci saja hingga bisa melihat sesuatu di balik dasternya.

'Astaga!'

Aku tersadar dan membuang pandanganku ke sembarang arah. Bisa gawat jika berlama-lama menatapnya, dosa ... dosa ... dosa!

"Ah, ketemu," ucapnya riang, Ia seperti kesusahan menarik benda bulat itu keluar dari bawah meja kompornya.

Aku gegas mendekatinya dan meraih benda berwarna hijau itu.

"Oh, terima kasih, Jonas,"

"Seandainya suami Tante dulu perhatian dan mau membantu seperti Kamu, Tante yakin, rumah tangga Tante akan baik-baik saja sampai saat ini,"

Untuk beberapa detik Aku terdiam, seperti terhanyut dengan ceritanya. Namun, detik berikutnya, Aku hanya mengulas senyum sembari fokus membantu Tante Sarah memasang regulator gas.

Puk-puk!

Aku menepuk-nepuk kedua tangan saat pekerjaanku selesai, mengibas debu yang sempat menempel di tangan dan sebagian tubuh.

"Jonas...,"

Tante Sarah mendekat. Aku terhenyak saat jarak kami hanya beberapa senti. Bukan menolak, tapi Aku memang tak ingin jatuh hati padanya.

Aku mundur beberapa langkah, tapi sial. Aku begitu tersudut dan tak mampu menghindar saat jarak kami tinggal beberapa senti lagi.

"Ta--Tante," lirihku.

"Ssstttt! Tante ga mau ngapa-ngapain, kok," pungkasnya.

Tangannya naik dan jemari lentiknya menyentuh rambutku. Aku mematung, saat wajahnya kian mendekat dan napasnya terasa hangat. Wangi tubuhnya sewangi bunga. Harum menenangkan.

Jemari lentiknya seperti mengambil sesuatu dari rambutku, dari jarak sedekat ini, Aku bisa lebih leluasa menatap wajahnya yang ternyata tanpa jerawat dan mulus, dengan bibir pink alami. Ya, Ia tak memakai polesan sama sekali, tapi tampak begitu cantik.

"Dahhh," wanita dewasa itu mundur perlahan dan memberi jarak diantara kami. Menyisakan debaran jantung dan peluh yang mengucur deras. Sungguh meresahkan. Ia seperti menghantarkan panas yang membuat tubuhku semakin gerah.

"Ini, Jonas, ada sesuatu menempel di rambutmu,"  Ia menunjukkan sesuatu yang nampak seperti sawang laba-laba.

"Eh, I--iya, Tante. Sa--saya permisi dulu," tanganku kemudian menyisir rambut untuk menghilangkan rasa grogiku.

"Kamu kenapa, Jonas? keringatmu mengucur deras dan wajahmu pucat. Apa Kamu sakit?"

Saat Tante Sarah kembali mendekat, Aku segera menghindar. Sungguh, jika berlama-lama berada di sini, jiwa perjakaku akan meronta-ronta. Pesona Tante Sarah memang amat menarik seperti magnet.

"Ta--Tante, saya permisi," Aku segera berbalik dan perlahan melangkah menjauhi Tante yang nampak kebingungan.

"Hei, Jonas! tunggu!"

Aku terkesiap mendengar suaranya. Saat ku hentikan langkahku dan menatap ke arahnya, Dia ...