.
Seperti biasa, motor Scoopy milik Kak Kiki menjadi andalan saat bertemu dengan Sisil.
Sisil yang memang girly itu amat suka jika berboncengan memakai motor Scoopy yang katanya nyaman.
Setelah berpamitan dengan Mama, motor ku starter dan dengan gas tipis-tipis mulai melaju meninggalkan halaman rumah yang sempit.
Awal yang indah, bagiku. Karena sudah beberapa hari tak bertemu dengan gadisku.
Namun, hatiku selalu tertuju pada rumah Tante Sarah. Berharap jika janda bohay itu ada di luar rumah dan melihat gayaku yang paripurna.
Dan ... sesuai dengan harapanku. Wanita lajang itu memang sedang berdiri diambang pintu sembari memainkan HP-nya.
Seolah ada sinyal diantara kami, saat aku menatap kemolekan tubuh dan paras cantiknya, tiba-tiba ia mengangkat wajah dan pandangannya beralih ke arahku.
Aku kaget tanpa sadar menarik gas dan ...
Gussrakkk!
"Aduhhh!"
"Ya ampun, Jonas!"
Aku meringis kesakitan, dan berusaha berdiri. Motor yang kukendarai oleng dan masuk ke semak-semak.
Kudengar suara teriakan Tante Sarah dan derap langkah kaki mendekat ke arahku.
"Ya ampun, Jonas. Kamu ga kenapa-kenapa,'kan?"
Aku tertegun saat mendengar suara merdu di belakang tubuhku. Suara yang amat ku hapal dan mengganggu hari-hariku.
Susah payah aku memutar tubuh dan mendapati wajah ayu itu menatapku dengan khawatir.
Tangannya terulur untuk memastikan aku baik-baik saja. Membeku ... saat jemari indah dan lentik itu menyentuh wajahku dengan lembut.
Aroma napasnya yang wangi permen kiss rasa grape membuat gelanyar dalam tubuhku.
Rasanya ada dorongan dalam jiwaku yang ingin mengecup bibir merah muda yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahku.
Dalam jarak sedekat ini, aku bisa melihat betapa indahnya wajah Tante Sarah yang begitu glowing dan seperti tanpa pori-pori.
Wangi tubuhnya yang beraroma apel itu membuatku terbuai. Semakin dekat jarak kami, semakin kencang debaran dalam dada.
"Jonas? keningmu terluka. Mari, mampir ke rumah Tante, nanti Tante obati,"
Tanpa meminta persetujuanku, Tante Sarah begitu saja menarik tanganku, tapi aku menolak secara halus.
"Ti--tidak apa-apa, Tan. Maaf, Jonas buru-buru," ucapku seraya melepas tanganku.
Aku berbalik dan berusaha menegakkan motorku yang rubuh. Naik ke atas motor dan memutar motor, berniat untuk pergi saat itu juga.
Tap!
Tante Sarah tiba-tiba meletakkan tangannya di atas lampu motor, seolah menghalangiku untuk pergi.
"Bagaimana bisa Tante membiarkanmu pergi dalam keadaan terluka seperti ini?"
" Maaf, Jonas. Kali ini Tante maksa," tiba-tiba Tante Sarah naik ke atas motor.
"Anter Tante pulang, dan Tante akan obati lukamu,"
Merasa terpojok, aku mengikuti maunya Tante. Meski sebenarnya hatiku berteriak girang. Namun, ada dilema. Bagaimana jika Sisil tau? cemburukah dia?
***
Motor terparkir di samping rumah Tante Sarah. Janda bohay itu masuk ke rumahnya bersama aku yang mengikuti di belakang.
Jujur, jiwa laki-lakiku merasa tertantang saat melihat liuk tubuhnya dan pantatnya yang berisi saat berjalan.
Ia memang sosok sempurna untukku. Dan tak dapat di pungkiri, pesonanya mampu menandingi Sisil yang masih gadis dan berumur jauh di bawahnya.
"Jonas duduk dulu, ya. Tante mau ambil P3K dulu," titahnya saat kami sudah memasuki ruang tamu.
Aku mengangguk patuh. Memutar tubuh dan duduk di sofa berbentuk L dengan bantal bunga-bunga berwarna ungu.
Rasa nyeri terasa di beberapa bagian tubuh, terutama pinggang dan paha yang sempat membentur tanah. Sesekali aku menepuk baju yang berbalut debu.
Tak lama Tante Sarah muncul dengan membawa segelas teh dan juga kotak kecil berwarna putih.
Melihatnya ... entah kenapa rasa sakit dan perih itu hilang seketika. Wajah ayunya yang teduh beserta senyuman dari bibir tipis berwarna pink itu mampu menggugurkan rasa sakit yang sedang hinggap di tubuhku saat ini.
"Jonas, kamu minum dulu tehnya. Biar tenang,"
Tante Sarah menyodorkan segelas teh yang masih membumbungkan asap tipis. Namun, sebelum ia menyerahkan teh panas beraroma melati itu, ia sempat meniupnya.
Aku menyeruput teh hangat-hangat kuku itu perlahan, karena takut tersedak.
Pesona Tante Sarah membuat nyawaku seolah keluar dari raga. Bingung. Apalagi saat ia berada dekat di sampingku seperti saat ini.
Aku meletakkan gelas teh itu dengan tangan gemetar. Sedang Tante Sarah dengan cekatan mengambil kapas dan alkohol dari dalam kotak.
Ia menggeser tubuhnya yang membuat jantungku memompa kian cepat.
Aku menundukkan pandanganku saat kami saling bersitatap. Kurasakan jemarinya mulai membersihkan lukaku yang terasa nyeri.
Sempat tersentak, bukan karena sakit, tapi karena sepasang mataku menangkap pemandangan indah yang amat sayang jika di lewatkan.
Lagi, sepasang gunung kembar berwarna putih itu menyembul di balik daster yang ia kenakan.
Montok dan padat. Aku meneguk saliva susah payah. Rasanya tercekat di kerongkongan.
"Apa sakit, Jonas?" tanyanya saat merasakan pergerakan tubuhku yang tiba-tiba.
Belum sempat aku menjawab, terdengar suara gemuruh dilangit yang membuat Tante Sarah terjingkat.
"Astaga!"
Ia menekan dadanya. Wajahnya berubah ketakutan.
Glegarrr!
"Aaaaa!"
Aku terkesiap. Tiba-tiba Tante Sarah memeluk tubuhku dengan teramat kencang. Kurasakan tubuhnya gemetar.
Hujan deras mengguyur disertai angin kencang. Aku dan Tante Sarah terjebak hujan. Hanya berdua.
Ingin rasanya membalas pelukan Tante Sarah, tapi aku takut setan yang berbicara. Mengingat gunung kembarnya menyentuh tubuhku. Terasa kenyal dan membuat adikku bangun seketika.
"Ma--maaf, Jon. Tante takut geledek," lirihnya saat melepas pelukannya dan menggeser tubuhnya menjauh. Ia menundukkan wajahnya yang sempat memerah.
Aku salah tingkah dan hanya menjawab dengan anggukan. Tante Sarah lalu bangkit dan berjalan menuju dapur. Ekor mataku tak kuasa mengikuti arah langkahnya.
"Aaaaa!"
'Apa lagi ini!? apa Tante Sarah sengaja ingin menggodaku?'
Aku berusaha keras menampik perasaan khawatir dan pura-pura tak mendengar teriakan Tante Sarah.
"Jonas! tolong Tante!"
Tiba-tiba dari arah dapur Tante Sarah berlarian dengan mengibas tangan di tubuhnya.
Baru saja aku bangkit, Tante Sarah yang ketakutan menubruk tubuhku, dan aku yang belum sepenuhnya siap terhuyung ke belakang bersama tubuh Tante Sarah yang berada dalam pelukanku.
Bught!
Kami jatuh bersama di atas sofa. Sedikit sesak karena tubuh Tante Sarah menindihku. Aku merasakan ada yang berbeda dengan tanganku. Seperti menyentuh benda kenyal dan padat.
Detik berikutnya kurasakan bagai di awan. Saat membuka mata, kurasakan pergerakan Tante Sarah.
Kami sama-sama terpaku untuk beberapa waktu. Saat mata bertemu mata dan tubuh yang saling berpelukan di bawah suara derasnya hujan.
Entah siapa yang memulai, wajah kami kian mendekat dan detik berikutnya... kurasakan aroma manis itu menyentuh bibirku dengan lembut.
Permainannya teratur, lembut dan penuh kasih sayang.
Aku begitu terbuai. Kami saling berpagutan mesra, saat permainannya terasa liar, Tante Sarah begitu saja melepaskan kecupannya dan bergerak menjauhi diriku. Ia ...