Haris dan Reres telah sampai di lokasi tujuan setelah perjalanan tak lebih dari dua puluh menit karena lokasi yang tak terlalu jauh. Keduanya berjalan memasuki Berlian Plaza yang cukup ramai di hari libur. Reres berjalan sedikit di depan sementara Haris sibuk memerhatikan penuh perhatian. Ketika ada seorang anak kecil yang berlari berlawan arah dengan Reres, Haris segera memegang tangan Reres dan sedikit menaik ke belakang agar tak tertabrak. Hari menoleh ke belakang melihat anak kecil itu. Hal itu Reres menatap Haris sesaat karena merasa terkejut karena Haris menariknya secara tiba-tiba.
Haris kembali menoleh kepada gadis di hadapannya. "Kaget ya?" tanya pria itu.
Reres anggukan kepala, lalu membuat pipinya menggembung itu buat Haris terkekeh melihat betapa menggemaskannya gadis itu. Tentu saja dalam bayangan harus saat ini akan menggemaskan jika ia mencubit pipi itu atau mungkin menggigitnya hingga buat Reres marah?
Haris tak bisa berbuat lebih banyak untuk Reres selama di kantor karena ia begitu sibuk mengurus keinginan sang atasan. Lalu ia merasa saat ini adalah waktu yang tepat baginya untuk memberikan perhatian dan coba menarik atensi dari Reres. Meski ia tau kalau gadis itu mengatakan kalau dirinya tak percaya pernikahan, tapi tak ada salahnya kan ia coba dan berusaha menaklukan hati Reres? karena manusia tak tau bagaimana Tuhan mampu dengan mudah membolak-balik itu dengan sangat mudah. Dan itu yang menjadi harapan Haris, bahwa Tuhan membantunya untuk membuat Reres jatuh cinta padanya.
"Makasih ya Mas," ucap Reres kemudian.
"Iya, sama-sama."
Keduanya kembali melangkahkan kaki tanpa tujuan. berkeliling dan melihat-lihat apa saja yang ada di sana.
"Mau makan dulu enggak?" tanya Haris sambil menatap jam di tangannya.
"Boleh Mas. Kebetulan aku laper," jawab Reres sambil memegangi perutnya.
"Masih lama jam nonton kita. Hitung-hitung sarapan," ajak Haris kemudian menggandeng tangan Reres. Mengajak gadis berjalan mengikutinya.
Diperhatikan Haris tentu saja membuat Reres merasa senang merasa mendapatkan perhatian dari seorang kakak laki-laki yang selama ini ia harapkan. Dulu ia sempat berpikir kalau Saga bisa menjadi seorang kakak untuknya. Nyatanya? Hmm, tak ada hal yang menunjukan kalau pria itu bisa bertindak layaknya seorang kakak. Saga lebih cocok dibilang bayi besar dengan sikap manja yang luar biasa dan hobi membuat Reres kesal. Meski kadang mereka juga bisa berbagi cerita dan kisah. Hanya saja semakin dewasa tak banyak hal yang bisa Reres ceritakan. Bagaimana ia bisa mengeluh dan berbagi cerita sementara yang menjadi beban pikirannya adalah Saga?
Keduanya makan di sebuah resto, mencari tempat duduk kemudian memesan makanan. Reres memesan ayam goreng mentega dan teh hangat tawar, Sementara Haris memesan nasi goreng tomyam, jus jeruk dingin dan juga dimsum. Hari ini sepertinya ia begitu lapar hingga ingin makan lebih banyak.
"Mas Haris nggak ke rumah ibu? Biasanya sebulan sekali balik ke Bandung?" tanya Reres membuka pembicaraan.
Selama beberapa tahun bekerja bersama tentu membuat Reres mengingat dengan baik kebiasaan rekan kerjanya itu. Haris memiliki seorang ibu dan adik perempuan dan keduanya menetap di Bandung, lalu ayahnya berada di Aceh karena telah bercerai dengan sang ibu. Biasanya ia memang menyempatkan diri untuk pulang mengunjungi ibu dan sang adik.
"Aku memang belum sempat pulang Res, sibuk bnaget kan kamu tau. Biasa lah kalau persemester kerjaan itu kayak nggak habis-habis," jelas Haris dan Reres mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Haris barusan.
"Iya bener, kerjaan menumpuk memang."
"Kamu minum vitamin kan Res? Aku khawatir kalau kerjaan padat gini."
Reres mengangguk, "Saga beliin aku vitamin Mas. Soalnya aku sebenarnya gampang sakit dulu. Bukan sakit berat sih, cuma gampang kena flu aja."
Harie mengangguk, meski ada rasa cemburu yang ia rasa saat Saga lagi-lagi bisa melakukan sesuatu untuk gadis yang disukainya. "Pak Saga benar-benar care ya sama kamu?"
Reres menggeleng, tak ingin Haris menilai seperti itu. "Dia kesal kalau aku sakit sementara dia butuh untuk aku temenin Mas. Jadi aku dibeliin vitamin karena dia mau aku sehat dan bisa bantu dia kapanpun." jelas Reres, karena pada kenyataannya apa yang Saga lakukan itu juga untuk kepentingan pribadinya.
Pembicaraan mereka terhenti saat pelayan resto membawakan makanan yang telah di pesan. Keduanya tak lupa mengucapkan terima kasih kemudian menyantap santapan masing-masing.
Haris menatap Reres yang sedang sibuk mengunyah makanan, "Res apa kamu masih dengan keputusan kamu?"
"Keputusan tentang?"
"Memilih enggak menikah."
"Ah itu, aku ngerasa enggak akan ada laki-laki yang bisa tulus sama aku. Dengan kondisi aku ini, dengan hidup yang aku jalani, Apa dia akan bisa benar-benar menerima aku? Bukan berarti aku pesimis sama hidup aku mas. Enggak sama sekali, aku cum merasa itu keputusan terbaik. Tapi, aku mau punya anak. Pasti akan lucu banget," Reres kemudian menatap pada Haris.
"Kamu mau adopsi anak?"
Reres terdiam sejenak kemudian anggukan kepala dengan ragu. tak mungkin ia mengatakan kalau ia ingin memiliki anak sendiri yang ia kandung di dalam rahimnya. Apa yang akan Haris pikirkan tentang itu?
"Kamu cantik, pinter, perhatian seharusnya kamu enggak harus khawatir kalau enggak akan ada yang sayang ke kamu Res," ujar Haris coba meyakinkan.
"Ya tetap aja Mas. dunia ini hanya untuk perempuan cantik. Siapa yang akan benar-benar tulus ke aku?"
"Ak--"
"Reres!" suara sapaan Saga memotong pembicaraan Haris.
Haris kesal, ia mendesis, menahan amarah dan kini menarik diri dan bersandar pada kursi. Sungguh kehadiran Saga merusak segalanya. Sementara si CEO berkulit pucat itu berjalan mendekat bersama Aira yang berjalan di belakangnya. Keduanya kemudian duduk di hadapan Haris dan Reres.
Saga melirik Reres yang seolah tak peduli dan sibuk dengan kegiatan sarapannya pagi ini. Karena es cekek dan jajanan pagi tadi tak bisa mengganjal perutnya dari rasa lapar lebih lama.
"Bapak sama Mbak Aira ke sini juga?' tanya Haris yang sebenarnya merasa canggung.
Aira melirik pada Saga yang terlihat enggan menjawab. gadis itu tersenyum ramah lalu menjawab pertanyaan Haris. "Saga yang ngajakin ke sini."
Reres menatap Aira, gadis itu terlihat terpaksa. Saga pasti memaksanya untuk datang kemari. "Mbak Aira mau pesan sesuatu?"
"Gue mau--"
"Gue enggak tanya lo ya, diem!" ketus Rere memotong ucapan Saga.
Tentu saja apa yang dilakukan Reres membuat Aira terkejut karena gadis itu berani melawan Saga. Sementara Haris tahan senyum, hal seperti ini sudah biasa terjadi dan memang Reres sering sekali seperti itu ketika mereka bersama di Bali. Tentu saja Reres melakukan saat jam kerja nya telah selesai.
Saga melirik sahabatnya itu kesal beberapa hari ini gadis bertubuh gemuk itu sukses membuat ia kesal setengah mati. Dan kini ia membuat harga dirinya hancur di depan Aiea?
"Mbak Aira mau apa?" tanya Reres seraya mengangkat tangannya memanggil pelayan.
"Aku udah makan, minum aja mungkin ya,' jawab Aira sopan.
Saga melirik Reres ia tau kalau Reres kesal dan memang tujuannya untuk membuat Reres kesal karena telah membuat ia kesal.
"Kamu mau apa Ga?" tanya Aira setelah ada pelayan yang mengantarkan menu.
"Milkshake dingin, rasa coklat." Saga menjawab seraya melirik Reres yang tak peduli.
"Milkshake?" tanya Aira coba mengulangi apa yang ia dengar.
Reres tadinya mau tak peduli dan tetap menyantap makanannya. Ia kemudian melirik pada Saga, lalu beralih ke Aira. "Jangan Mbak, Saga alergi laktosa."
Mendengar Reres mengatakan itu buat Saga tahan senyum entah kenapa ini jadi menarik sekali baginya. Haris jelas melihat itu, ia kemudian melirik pada Reres yang terlihat menahan amarahnya.
"Ah gitu, jadi kamu mau apa Ga?" tanya Aira lagi.
"Jus alpukat tanpa skm cokelat, sedikit gula." Jawab Reres dan Saga bersamaan.
Reres semakin kesal, ia kemudian melirik pada Aira yang jelas juga merasa kesal dengan apa yang terjadi barusan. Reres lalu melirik Haris menunjukan kalau ia kesal dengan hal ini. Haris tersenyum, seolah ia mengatakan tak apa-apa. Ia lalu memegang tangan Reres dan menepuk-nepuknya. Mereka tak sadar kalau Saga kini memerhatikan itu. ia menghela napas, lalu memalingkan wajahnya.