"mohon maaf Bu Zira, minggu ini kami belum bisa menemukan informasi baru lagi mengenai Tuan Cakrawala," Pak Herman dan Pak yusuf menundukan kepalanya merasa bersalah karena merasa tidak bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Namun aku memaklumi semua itu mencari Cakrawala bukanlah hal yang mudah apalagi aku sendiri tidak bisa memberikan ciri-ciri yang jelas tentang Cakrawala, jika kalian mengira selama ini aku hidup Bahagia jelas itu tidak benar, namun bukan berarti aku juga selalu bersedih dan tidak mensyukuri nikmat allah swt.
Tapi aku sangat merindukan Cakra, dia adalah teman masa kecilku mungkin bagi orang lain teman masa kecil tidak begitu berarti bahkan tidak sedikit oaring yang mengolok-olok teman masa kecilnya karena memiliki masa lalu yang buruk, tapi bagiku Cakra adalah teman masa kecilku yang sangat baik di usianya yang masih dini dia bisa menjadi sandaran untuku dulu.
Dia yang selalu menjadi penghiburku saat aku merasa kesepian dan sendirian, kami berpisah saat dia pindah rumah tanpa memberiku kabar sama sekali entah apa alasannya aku tidak tahu bahkan aku tidak sempat menemuinya sebelum dia pergi karena Mamah dan Papahku mengajak aku berlibur ke Bali selama tiga hari.
Sampai sekarang sudah 11 tahun kami berpisah dan tidak pernah bertemu lagi bahkan aku sudah tiga tahun mencari dia dibantu dengan detektif bayaranku tapi tetap saja tidak ada yang berhasil menemukan Cakra, detektifku hanya mendapat kabar terakhir Cakra bersekolah SMP di SMP Negri 115 Jakarta, namun pihak sekolah tidak ada yang tahu Cakra lanjut bersekolah dimana dan yang aku tidak mengerti Cakra memberikan alamat rumah yang palsu kepada pihak sekolah.
Banyak pertanyaan di benaku mengenai Cakra Aku selalu berdoa agar allah mempercepat waktuku untuk bisa bertemu dengannya tapi sepertinya allah masih menguji kesabaranku karena sampai saat ini tidak ada kemajuan tentang kabar Cakra, namun aku tidak akan putus asa mencari cakra adalah kewajiban yang harus aku tuntaskan dan tulisan ini akan menjadi saksi tentang perjalananku saat mencari Cakra, aku bersumpah tidak akan menyelesaikan tulisan ini sebelum aku bisa bertemu dengan Cakra Kembali.
"Bu Zira!"
"Ah iya," Aku terkejut saat tiba-tiba Pak Herman melambaikan tangan tepat di depan wajahku, apa aku melamun?
"Maaf Bu Zira bila saya tidak sopan, Saya sudah memanggil_manggil Ibu dari tadi tapi sepertinya Ibu sedang banyak Pikiran," Dan benar saja aku memang melamun.
"tidak apa-apa, ya sepertinya Anda benar saat ini Saya sedang banyak pikiran," aku mencoba tersenyum ramah mencoba memperbaiki suasana yang tadi sempat canggung.
"Kami benar-benar minta maaf Bu Zira, karena sampai saat ini kami belum bisa menemukan informasi baru mengenai Tuan Cakrawala," Pak Herman Kembali mengulangi perkataan maafnya, membuat aku sedikit tidak enak mungkinkah tadi aku melamun terlalu lama? "Jika Bu Zira berniat untuk mencari detektif baru kami tidak keberatan," lanjutnya.
"tidak, pak Herman dan Pak yusuf sudah membantu saya selama tiga tahun, saya menghargai kerja keras kalian mencari Cakra memang tidak mudah namun Saya harap Kalian tidak berniat untuk mengundurkan diri, karena saya tidak akan pernah memecat kalian kalaupun Saya membutuhkan detektif baru saya hanya akan menambahnya agar lebih mudah mencari Cakra bukan menggantinya,".
Pak Herman dan Pak Yusuf terlihat sangat lega dengan jawabanku, Aku tahu mereka tidak berniat untuk mengundurkan diri, hanya saja sangat janggal saat seorang detektif di pecat karena tidak bisa mengerjakan tugasnya dengan baik. Yah aku mengerti hal itu dan aku tidak akan membuat pekerjaan orang lain hancur ataupun sedikit memburuk. "terima kasih atas kepercayaannya kepada kami Bu Zira," ucap Pak yusuf dengnan senyum hangat nya.
"Sama-sama Pak, senang berkerja sama dengan Anda," ucapku saat menjabat tangan Pak Yusuf dan Pak Herman, sebelum mengakhiri pertemuan kami.
Setelah pertemuan dengan Detektifku selesai aku memilih untuk Kembali ke kantor karena memang pekerjaanku belum selesai, aku sengaja memilih tempat privat untuk bertemu dengan Detektifku karena aku tidak mau ada satupun orang lain selain Fani yang mengetahui tentang Cakra yang selama ini aku cari.
Bukan tanpa alasan mengingat jabatanku sekarang tidak sedikit orang yang merasa iri dan menghalalkan segala cara untuk mencoba menjatuhkanku dan membahayakan nyawa orang-orang yang ku anggap penting dan aku takut itu semua terjadi pada Cakra tanpa sepengetahuanku, jika kalian mengira persaingan bisnis hanya sebatas di benci pembisnis lain itu salah besar, persaingan bisnis tidak hanya berisiko pada perusahaan tapi juga berisiko pada diri sendiri dari mulai fisik dan nyawa yang terancam sampai hal-hal yang di luar nalar seperti hal-hal mistis itu bisa saja terjadi dan di lakukan oleh orang-orang yang berambisi untuk menjatuhkan diri kita sebagai pemimpin perusahaan.
Lalu bagai mana dengan Fani, menurutku Fani tidak perlu terlalu di khawatirkan karena ayahnya Pradipta Anggara merupakan orang besar yang sudah pasti memberikan penjagaan yang baik untuk anaknya. Dan jika tidak pun aku tidak yakin Fani di perbolehkan berteman denganku bahkan terkenal sebagai sahabatku aku yakin dia ayah Fani tidak akan seceroboh itu mengingat musuhnya lebih banyak dari pada aku.
"Lama banget lo," ucap Fani saat aku membuka ruangan kantorku, entah sejak kapan anak itu masuk keruanganku jika bukan sahabat jelas-jelas aku akan menyuruh satpam untuk mengusirnya selain tidak sopan dia juga sering mengagetkanku seperti sekarang.
"sejak kapan lo disini?" tanyaku sebelum menjatuhkan tubuhku ke sofa di sebelah Fani.
"dari jam sepuluh,".
"Emangnya lo gak ada akelas?".
"Ada tapi dosennya bangun kecepetan sampe pagi-pagi buta gue di suruh kesekolah,".
"pagi buta pala lo," jelas aku menyanggah karena pagi buta menurut Fani itu jam delapan ataupun jam Sembilan.
"Ya menurut gue tetap pagi buta,"ucap Fani, dan tebakanku benar.
"lo tadi abis dari mana?" Fani balik bertanya.
"ketemu sama Detektif Herman dan Detektif Yusuf,".
Fani membenarkan posisi duduknya menatapku dengan serius "terus ada kebar baru gak tentang sahabat lo itu?" tanya nya, dan aku hanya bisa menggeleng sebagai jawaban.
"kapan ya gue bisa ketemu sama cakra?" aku menoleh saat Fani bertanya demikian.
"kenapa jadi lo yang ngarep ketemu Cakra,".
"Gue penasaran seperti apa cowok itu, sampai membuat sahabat gue sebucin ini,".
"bucin?" tanyaku heran.
"iya bucin, emang lo gak ngerasa selama ini lo bucin banget sama tuh cowok, kalo nggak mana mungkin lo mau nyari dia sampai bertahun-tahun,".
"itu karena dia berarti buat gue Fani,".
"berarti karena lo emang suka sama dia, dia cinta pertama lo kan?".
Ada perasaan aneh saat fani mengucapkan hal itu tapi aku bisa yakin kalau aku tidak cinta dengan Cakra, aku hanya merindukan dia sebagai sahabat saja. "gue gak suka sama dia,".
"gak suka tapi pipi lo sampai merah gitu," Goda Fani.
Dan aku reflek memegang pipiku, apa benar aku mencintai cakra, ah baru saja aku meyakinkan kalau aku tidak mencintainya, Cakra aku benar-benar sangat merindukan kamu. "ah sudahlah lo ganggu gue kerja aja," aku beranjak dari sofa dan duduk di kursi kebesaranku membuka laptopku Kembali untuk menyelesaikan perkerjaanku.
"yah lo masih kerja?".
"iya kerjaan gue masih numpuk,".
"padahal gue mau ngajak lo ke mall," Fani menatap kearah ku dengan kecewa.
"yaudah tunggu sampai kerjaan gue selesai,".
"nasib punya sahabat CEO," Fani bersungut-sungut namun tetap saja dia setia menungguku di sofa sambal memainkan ponselnya.