Menjauh

"Paman tolong jangan pecat aku" teriak Lea sembari terngah engah saat masuk kedapur.

Dari meja kasir Kayla tertawa kecil melihat Lea lari terbirit birit karena terlambat. Bahkan perempuan itu tak mengikat rambutnya saat berlari. Dengan keringat didahi, Lea mulai mencuci tangannya dan bersiap untuk menyiapkan makanan.

"Ini lap dulu keringatmu, nanti terkena makanan" ucap paman sembari melemparkan handuk kecil.

"Jadi, kenapa kamu bolos kemarin?" Tanya paman.

Lea diam, tak menjawab apapun karena ia tau ia salah.

"Paman membiarkanmu pulang cepat, tapi kamu malah bolos?" Tanya pria itu lagi.

Lea tersenyum lebar. Ia tak punya alasan untuk lari dari masalah itu.

"Lea juga tak pulang kerumah" ucap Kayla asal saat menyimpan tumpukan kertas pesanan baru.

Mata Lea tajam menatap wajah Kayla yang meledek, ia menyumpahi Kayla dalam hatinya.

"Aku pergi ke pulau, dan terjebak disana karena hujan" jawab Lea.

"Sendirian?" Tanya Kayla lagi.

Lea benar benar tak habis pikir dengan tingkah laku Kayla yang menyebalkan.

"Aku pergi bersama temanku" Ucap Lea.

"Temanmu? Kurasa temanmu hanya aku. Tapi aku tak pergi kesana" Kayla lagi lagi meledek.

"Paman, sudahlah. Aku bisa ikut ujian ulang pekan depan. Ini semua terjadi karena paman juga yang memintaku pulang waktu itu, padahal paman tau aku lebih suka disini daripada dirumah" gerutu Lea.

Ia memilih untuk melanjutkan pekerjaannya daripada menjelaskan panjang lebar pada paman dan Kayla.

"Tolong antar ke meja nomor tujuh" ucap paman.

Lea mengangguk, ia mengambil dua porsi makanan lalu membawanya. Namun saat berjalan keluar, ia membalikkan tubuhnya kearah Kayla. Wajahnya gugup, bibirnya digigit karena ragu. Dimeja itu ada Alvin yang sedang bermain dengan ponselnya.

"Kenapa?" Tanya Kayla keheranan.

"Bisa antarkan makanan ini?" Pinta Lea.

"Mejanya didepan, kamu hanya harus berjalan lurus kedepan dan sampai" tolak Kayla.

Lea menggeleng, "Paman akan memecatku jika sampai ada masakan didapur gosong" teriaknya sembari kabur ke dapur.

Kayla yang kesal tetap harus mengantarkan makanannya, setelah semua pelanggan pulang Kayla langsung menutup restoran. Ia membersihkan meja dan kursi yang tersisa sebelum Lea kembali kedepan. Ia tertawa lebar saat melihat Lea menerima sebuah amplop.

"Ayah!" Ucap Kayla lembut.

Ia berusaha memasang wajah lucu dan menggemaskan untuk menggoda ayahnya sendiri.

"Adakah milikku ditumpukkan amplop itu?" Tanya Kayla.

Lea menggeleng, "paman tau bukan? Dia tak sungguh sungguh dalam bekerja"

Kali ini Lea yang berusaha mengganggu Kayla.

"Aku harus beli ponsel baru, ayah lihat bukan? Ponsel Lea baru. Aku juga mau yang seperti itu" pinta Kayla manja.

Lea yang merasa jijik, memutar matanya. Paman mengeluarkan amplop lain yang lebih besar daripada milik Lea lalu memberikannya pada Kayla.

"Hadiah ulang tahun, belilah ponsel baru" ucap Paman.

"Waaaaa, terima kasih ayah" teriak Kayla.

Perempuan itu segera berlari kearah loker dan mengganti pakaiannya. Namun Lea masih didapur, terdiam.

"Paman" ucapnya ragu.

"Hhm?"

"Boleh berikan ini pada ayah? Kurasa bulan ini aku tak bisa pergi menemuinya" lanjutnya.

"Kenapa?" Tanya Paman penasaran.

"Tak apa"

"Baiklah" jawab paman tanpa ragu mengambil amplop ditangan Lea.

"Emmm, satu lagi" Lea melanjutkan ucapannya ragu.

"Kemarin aku bertemu paman Sam dipulau, dia sudah menjual restorannya dua tahun lalu. Dan tinggal di panti asuhan"

Paman sedikit tertegun dengan ucapan Lea, ia tak tau bahwa Lea pergi menemui sahabat lamanya.

"Lalu?"

"Ayah akan bebas lima bulan lagi, paman tau ibu sudah menikah lagi bukan?"

"Iya"

"Aku sedikit khawatir, jadi aku menemui paman Sam dan memintanya untuk membantu ayah. Akan sulit untuk mantan narapidana menyesuaikan dirinya dimasyarakat. Jadi kupikir, uang tabunganku selama ini akan cukup agar paman Sam bisa memebuka restoran baru bersama ayah. Karena ini baru untuk ayah, bisakah paman membantunya juga sebagai sahabat lama?"

Paman terdiam. Ia menatap Lea dengan wajah prihatin. Lea masih muda, namun pikirannya tak semuda itu. Ada banyak ketakutan dalam diri Lea yang ia sembunyikan dengan baik.

"Kamu tau ayahmu sedikit berbeda bukan?" Tanya paman.

Lea mengangguk. Air mata mulai mengalir dari pipinya.

"Aku takut ayah akan melukai ibu jika tau ibu sudah menikah lagi, aku harus mencari cara agar tak ada yang terluka" suara Lea kali ini bergetar.

"Lea, bukan tugasmu memastikan hubungan kedua orang tuamu yang bercerai baik baik saja. Biar mereka menghadapinya berdua sebagai orang dewasa, tugasmu hanya agar bisa baik baik saja dan bertahan"

"Tapi paman tau bagaimana ayah, ayah takkan melepaskan ibu" lanjut Lea. Kini ia menangis tersedu sedu.

"Paman akan membantu sebisa paman, jadi berhenti menangis. Dan jalani hari harimu tanpa kekhawatiran. Paman juga akan bicara padanya nanti saat berkunjung"

Setelah menghapus air matanya, Lea berpamitan. Tanpa ia sadari, Kayla juga ikut menangis dibalik pintu karena mendengar pembicaraan mereka.

Sepanjang perjalanan bersama Kayla, perempuan itu hanya diam. Ia sedang memilih milih warna ponsel yang akan dibelinya. Kayla juga terdiam, bahkan hampir tertidur dimobil.

"Baiklah, aku akan menghabiskan uangku hari ini" ucap Lea yakin setelah membayar taksi.

"Aku akan berhemat, demi konser akhir tahun" tambah Kayla.

Setelah masuk kedalam mall, kayla dan Lea menjadi tak terkendali. Mereka masuk ketempat tas dan membeli sebuah tas, mencoba banyak pakaian dan membeli semuanya, saat melihat sebuah perhiasan lucu mereka tak segan mengeluarkan uang dari dalam dompet. Mereka terus masuk dan keluar dari satu tempat ketempat yang lainnya sampai kelelahan.

"Apa ini?" Teriak Kayla.

"Semua belanjaan milikmu" jawab Lea singkat.

"Milikmu?" Tanya Kayla lagi.

"Kamu tak menyadarinya? Aku tak membeli apapun sejak tadi, uangku akan kugunakan untuk berhemat" ledek Lea.

"Hah?"

Lea mengeluh, ia baru sadar. Sejak tadi hanya dirinyalah yang menggila. Pikirannya terlalu kacau karena apa yang ia dengar di restoran tadi. Hatinya sedih dan ingin melampiaskan itu semua.

"Aku bahkan tak percaya aku bisa segila ini" teriak Kayla.

"Kamu?"

"Kamu membuatku gilaaaaaaaaa" lanjut Kayla berteriak.

Kayla hanya bisa menahannya, bukan karena ia tak ingin bertanya pada Lea. Tapi ia menjunjung tinggi nilai persahabatannya dengan Lea. Ia tau, Lea akan menceritakan semua masalahnya nanti. Pada waktu yang tepat padanya.

***

Alvin ragu ragu dari kejauhan, berkali kali ia memutar badannya agar tak pergi kesana. Ke restoran tempat Lea bekerja. Ia yakin Lea ada disana, dan hatinya masih belum sanggup menerima penolakan perempuan itu kemarin.

"Nata, balik aja yuk. Gue ngga enak badan nih" ucapnya.

"Gila kali lo, gue udah susah payah ngerayu kaka tingkat supaya bisa ikut perkumpulan belajar mereka. Bisa bisanya lo mau kabur, ini demi nilai kita Vin" gerutu Nata sembari menarik lengan baju Alvin.

"Duh gue ga mau. Balik aja deh" keluh Alvin lagi.

Semakin Alvin menolak, semakin keras genggaman Nata pada lengan bajunya. Meski tak suka, Alvin tak bisa menolak reflek tubuhnya yang mencari cari Lea saat masuk kedalam restoran. Matanya terus memindai, mencari perempuan itu.

Setelah menunggu lama, akhirnya ia melihat Lea keluar dari dapur. Membawa pesanannya. Karena grogi, Alvin dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan pura pura tak melihat Lea. Namun, semakin ia menunggu rasanya semakin lama perempuan itu untuk sampai ke mejanya.

Alvin harus kecewa karena Lea memutar arah dan menyerahkan pesanannya pada perempuan di kasir, lalu ia berlari lagi kedapur dengan cepat. Rencananya untuk menyapa, gagal total.

"Apakah dia berusaha menjauh dariku?" Pikir Alvin.

Semakin buruk pikirannya, semakin cepat Alvin menangkis pikiran buruk itu. Namun, pikiran itu terus menerus muncul hingga Alvin merasa lelah sendirian.

"Mohon maaf, saya harus segera pulang karena ayah saya meminta saya pulang sekarang" pamit Alvin.

Sebuah ucapan ampuh yang takkan bisa ditolak oleh siapapun karena mereka semua tau siapa ayah Alvin.