Karpet Terbang Aladin

Tentu saja aku dan Kaivan berteriak-teriak, jin itu sekuat tenaga menjaga keseimbangan. Namun, sekali lagi deru angin mematahkan pertahanan kami. Ini permainan alam yang dialiri sihir, percuma saja berteriak sampai suara habis, mana ada penolong di jalur langit? Kecuali salah satu berani mengambil keputusan cepat.

Kaivan menyuruhku memeluk pinggangnya lebih erat, mau tidak mau harus mendarat. Dan, karpet terbang mengempas kami ke bumi tanpa rasa kasihan.

"Aku bilang juga apa, Naya! Ini salahmu!" Kaivan langsung menggerutu sambil membantuku berdiri. "Sudah kuperingatkan, jangan membicarakan keburukan orang. Karpetnya emosi!"

"Iya deh, aku minta maaf." Memang tidak ada jawaban lain, kecuali itu.

"Maaf tidak cukup membawa kita pulang!"

Ya ampun, Kaivan benar. Aku segera melihat ke segala arah, menyadari sedang berada di hutan pantai yang menyeramkan. Ini bukan Indonesia, pemandangan terlalu ekstrem apalagi untuk dihuni manusia.